KOMPAS.com - Hari ini, di era keterbukaan informasi yang semakin maju, upaya meningkatkan kualitas pengetahuan dan kemampuan semakin mudah dilakukan dengan berbagai cara. Lewat media internet, bermacam referensi dan video tutorial tersebar untuk memberikan panduan belajar dan latihan.
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini memang sudah digadang-gadang sebagai salah satu kunci keberhasilan bangsa. Jimmy Gani, Founder Indonesian Competitiveness and Economic Development (ICED) Institute, bahkan pernah mengatakan bahwa lndonesia membutuhkan strategi percepatan pembangunan berbasis TIK supaya dapat meningkatkan daya saing secara global.
Artinya, kualitas ahli TIK di Indonesia semakin meningkat dan harus bisa bersaing dengan ahli dari negara lain. Muaranya, Indonesia akan mampu memanfaatkan potensi ekonomi digital yang diprediksi mencapai 130 miliar dollar AS pada beberapa tahun mendatang.
Nyatanya, peringkat daya saing digital Indonesia dengan negara tetangga masih tertinggal. The Global Competitiveness Report 2016-2017 dari World Economic Forum (WEF) menempatkan negeri ini di ranking ke-41 dalam daftar peringkat daya saing, kalah dari negara ASEAN seperti Filipina (41), Thailand (27), Malaysia (24), dan Singapura (3).
Soal daya saing programer, platform evaluasi HackerRank melakukan pengujian dan menemukan Indonesia berada di posisi ke-40, sementara India ke-31, dengan catatan bahwa China berada di nomor satu.
“Dewasa ini Indonesia menghadapi kemunduran baik itu di bidang pendidikan, kualitas sumber daya manusia, teknologi, dan sebagainya sehingga daya saing bangsa Indonesia baik di tingkat regional ASEAN, terlebih di tingkat dunia masih kalah bemain dengan negara lain,” ujar Jimmy daIam Peluncuran ICED Institute dan Forum Digital Startup di Kampus lPMI Kalibata, Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Maka dari itu, tak mengherankan kalau banyak perusahaan start-up, fintech, e-commerce yang terus bermunculan di Tanah Air kesulitan untuk merekrut tenaga kerja andal di bidang tersebut.
Bahkan, Michael Page Indonesia, sebuah perusahaan konsultan perekrutan tenaga kerja profesional, menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan itu harus bersaing ketat untuk mendapatkan karyawan yang tepat.
Survey Michael Page dalam periode Maret 2016-April 2017 memaparkan terjadinya lonjakan 60 persen kebutuhan tenaga atau lowongan pekerjaan di industri teknologi dan digital.
Lonjakan kebutuhan itu diperkirakan akan terus terjadi, karena hampir semua pengusaha, dari start-up sampai konglomerat yang mencoba melakukan diversifikasi usaha, melihat industri teknologi dan digital adalah masa depan.
Ribuan ahli
Siapkah anak-anak kita menyambut era ini? Booming era digital dianggap sebagai permasalahan atau malah menjadi peluang?
Tak pelak, pada 2015 lalu pemerintah berusaha menggalakkan sertifikasi profesi ahli IT. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus mendorong pendidikan dibidang ini.
"Tidak perlu programer. Coding yang logic itu lho, itu saja kita kurang. Oleh karena itu, kita harus cari," jelas Darmin.
Kebutuhan terhadap tenaga ahli bidang IT di Indonesia sejatinya cukup terbantu dengan komposisi populasi masyarakat Indonesia yang didominasi oleh generasi muda. Bahkan generasi muda tersebut merupakan generasi yang melek teknologi.
Ini karena interaksinya yang dekat dengan dunia digital itulah kemudian, generasi muda Indonesia akan mudah dikenalkan dengan bidang IT. Namun, pada kenyataannya kenapa negeri ini kekurangan tenaga ahli pada bidang tersebut?
Coding itu kunci
Menengok sejenak ke tahun 2017, Anda masih ingat Yuma Soerianto, bocah keturunan Indonesia berusia 10 tahun yang sukses membuat lima aplikasi dan diundang ke acara Worldwide Developers Conference (WWDC) di San Jose, AS?
Saat masih berusia 6 tahun, Yuma merasa bahwa pekerjaan rumah yang diberikan guru di sekolahnya kurang menantang.
Dalam wawancara dengan program Radio National ABC, Yuma mengatakan bahwa dia ingin membuat aplikasi yang bisa mengubah dunia. Dia juga mengaku ingin membagi ilmunya mengenai coding kepada siapa saja yang ingin belajar. Pertanyaannya, apa pentingnya ilmu coding?
Wicak Hidayat, mantan jurnalis yang kini menjabat Head of Lab Kinetic di Depok, mengatakan bahwa hidup di era digital saat ini dan beberapa tahun ke depan tidak akan lepas dari coding. Istilahnya, bicara digital, pasti ada coding-nya.
“Kalau seorang anak sudah punya wawasan itu, dia pasti tahu di belakang digital itu ada coding, apakah itu apps atau yang lainnya, pasti itu coding. Kenapa dia tahu, karena kalau sudah belajar coding, maka cara berpikirnya terstruktur. Dia tahu sebab-akibat, tahu logika,” kata Wicak.
Wicak bilang, mengenal atau mempelajari coding itu harus dianggap seperti orang harus belajar bahasa. Coding mutlak harus menjadi jadi skill dasar anak-anak, seperti halnya membaca, menulis, dan berhitung.
Tak perlu persiapan khusus, kata Wicak, kecuali alat seperti komputer saja, serta mau menyiapkan waktu dan kemauan. Coding itu simpel, anak cuma akan belajar struktur cara berpikir.
Wicak menyadari, bahwa coding belum dijadikan isu mendasar dalam pendidikan di negeri ini. Padahal, menurut dia, energi anak sangat besar. Kalau berlebih tanpa kegiatan, si anak bisa cenderung lari ke hal-hal negatif.
“Anak tahu teknologi, curiosity-nya juga tinggi, tapi salurannya tidak ada, ini masalah. Kalau diarahkan, dia akan produktif. Setidaknya dengan coding dia jadi lebih terarah,” ucapnya.
Tantangan lain untuk mempelajari coding datang dari kemampuan matematika pelajar Indonesia yang masih memprihatikan. Seperti diketahui bahwa untuk mempelajari coding dibutuhkan pengetahuan dasar matematika yang bagus.
Hasil Survei PISA pada 2015 menempatkan kemampuan matematika siswa negeri ini ada di peringkat ke-63 dari 72 negara. Bisa jadi, salah satu hal yang menyebabkan permasalahan itu adalah anak-anak sudah merasa inferior sebelum belajar matematika.
Anggapan mata pelajaran matematika susah untuk diajari akhirnya membuat mereka berada di bawah tekanan ketika mempelajarinya.
Kelas yang digunakan untuk kegiatan coding ini juga sudah dilengkapi koneksi internet, perpustakaan digital dan aplikasi bimbingan belajar online.
Segala fasilitas itu ditujukan agar proses belajar menjadi menyenangkan dan interaktif. Anak-anak pun bisa belajar menghadapi berbagai persoalan, terutama matematika untuk melatih logika mereka dalam berpikir dan memahami coding.
Dengan memahami coding, para pelajar Indonesia ini mempunyai bekal untuk meraih keahlian di bidang TI. Hal tersebut bisa menjadi pintu bagi mereka untuk belajar lebih jauh lagi, dan kelak menjawab kebutuhan perusahaan-perusahaan berbasis TIK dalam mencari tenaga ahli.
Maka kemudian, dengan sendirinya, daya saing sumber daya muda Indonesia bidang IT di kawasan ASEAN dan bahkan global pun bisa meningkat, sesuai dengan paparan, sekaligus harapan, pada awal tulisan ini.