KOMPAS.com – Sebuah tayangan gambar bergerak dalam YouTube memperlihatkan suasana bus yang melaju. Bangku-bangku di dalam bus diisi oleh orang-orang yang sedang ikut tur kampus.
Mereka diajak berkeliling menjangkau wilayah luas tempat sebuah universitas tertua di Indonesia berdiri.
Gedung-gedung itu adalah Universitas Indonesia. Meskipun, penggambarannya dalam cuplikan video dokumentasi Rahmat Rawyani itu mungkin tak setinggi dan sebanyak realitanya kini.
Selain karena durasi yang tak sampai 3 menit, gambar dalam video itu tak seterang dan sebersih video-video kebanyakan yang tayang saat ini. Maklum, video itu diambil pada 1987.
Karenanya, menonton video itu saja tak cukup untuk mengulik lebih dalam mengenai UI sebagai cikal bakal pendidikan tinggi di Indonesia.
Di Tanah Air, kisahnya dimulai jauh sebelum video tadi dibuat.
Kala itu masih 1849, pemerintah kolonial Belanda membangun sebuah sekolah tinggi ilmu kesehatan di Batavia. Melansir laman ui.ac.id, sekolah yang secara resmi bernama Dokter-Djawa School tersebut dikhususkan bagi mereka yang ingin mendalami ilmu kedokteran, tepatnya pendidikan tenaga mantri.
Kemudian pada 1898, sekolah tinggi tersebut berubah nama menjadi School tot Opleiding van Indische Artsen (School of Medicine for Indigenous Doctors) atau dikenal sebagai STOVIA.
Setelah sukses dalam memberikan pendidikan bagi calon dokter di Indonesia, akhirnya pemerintah Belanda kembali membangun empat sekolah tinggi lainnya di beberapa kota di Pulau Jawa.
Sekolah tinggi tersebut adalah Technische Hoogeschool te Bandoeng (Fakultas Teknik) yang berdiri pada 1920, Recht Hoogeschool (Fakultas Hukum) di Batavia pada 1924, Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte (Fakultas Sastra dan Kemanusiaan) di Batavia pada 1940, dan setahun kemudian Faculteit van Landbouwweteschap (Fakultas Pertanian) berdiri di Bogor.
Lima sekolah tinggi tersebut merupakan pilar dalam menciptakan (Universitas Darurat) yang dibangun pada 1946.
Seiring berjalannya waktu, Nood-universiteit beberapa kali berganti nama sampai akhirnya pada 1950 menjadi Universiteit Indonesia.
Universitas ini kemudian memiliki beberapa fakultas, di antaranya Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastra dan Filsafat di Jakarta, Fakultas Teknik di Bandung, Fakultas Pertanian di Bogor, Fakultas Kedokteran Gigi di Surabaya, serta Fakultas Ekonomi di Makassar.
Kemudian pada rentang 1954-1963, fakultas-fakultas yang berada di luar Jakarta tersebut berkembang menjadi universitas-universitas secara terpisah.
Momen inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya universitas tinggi negeri di berbagai kota di Indonesia. Sedangkan fakultas-fakultas yang berada di Jakarta tetap menjadi bagian dari Universiteit Indonesia atau yang kita kenal sebagai Universitas Indonesia.
Sebelum kampus Universitas Indonesia (UI) di Depok dibangun pada 1987, sebelumnya ada tiga lokasi kampus di Jakarta, yakni Salemba, Pengangsaan Timur, dan Rawamangun.
Setelah kampus baru didirikan di lahan seluas 320 hektar di Depok, kampus di Rawamangun yang mencakup beberapa fakultas pun dipindah.
Sementara itu, kampus di Salemba masih dipertahankan untuk Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, dan Program Pascasarjana hingga saat ini.
Tidak lama setelah tahun 2000, UI menjadi salah satu dari beberapa universitas yang mempunyai status Badan Hukum Milik Negara di Indonesia. Selanjutnya, hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 68/2013 yang menyatakan status UI sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH).
Perubahan status itu membuat UI memiliki otonomi yang lebih besar dalam pengembangan akademis dan pengelolaan keuangan.
Hingga saat ini, universitas yang identik dengan warna kuning tersebut memiliki 14 fakultas, program pasca sarjana, dan program vokasi.
Keempatbelas fakultas tersebut adalah Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, Ilmu Keperawatan, Farmasi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Teknik, Psikologi, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Hukum, Ekonomi, Kesehatan Masyarakat, Ilmu Pengetahuan Budaya, Ilmu Komputer, serta fakultas termuda Ilmu Administrasi.
Menjawab tantangan
Seiring berjalannya waktu, perguruan tinggi terus berinovasi. Lewat perkembangan teknologi, kewajiban riset untuk memenuhi pengembangan dan penyempurnaan ilmu pengetahuan pun terus dilakukan demi kesejahteraan bangsa.
Senada dengan pidato sambutan tertulis Hari Pendidikan Nasional 2018 oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof. Mohamad Nasir dengan tema “Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan” dan sub tema "Membumikan Pendidikan Tinggi, Meninggikan Kualitas Sumber Daya Manusia", Rabu (2/5/2018).
“Negara-negara di dunia semakin berupaya keras dalam memajukan pendidikan tingginya, tidak hanya dalam sistem pembelajaran, tapi juga dalam lingkup riset, teknologi, dan inovasi. Bagi mereka, keberadaan riset amat penting dalam menyokong kesejahteraan masyarakatnya,” tulis Nasir.
Keharusan perguruan tinggi melaksanakan riset serta inovasi semakin penting dalam situasi sosial yang penuh disrupsi di era sekarang ini, terutama dengan dorongan Revolusi Industri 4.0.
Di dalam bukunya, The Fourth Industrial Revolution, Klaus Schwab menerangkan tentang arus revolusi yang menggabungkan teknologi fisik, digital dan biologis yang berdampak pada semua disiplin ilmu.
Internet of things, genetic editing, artificial intelligent, big data mining, mobil swakendara, superkomputer, adalah bentuk-bentuk teknologi yang merevolusi cara manusia menjalani kehidupan.
“Revolusi ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan tinggi. Pelaksanaan pembelajaran, termasuk di dalamnya riset-riset yang dilakukan insan perguruan tinggi harus bisa menjawab kondisi disruptif ini,” lanjut Nasir dalam pidato tertulisnya.
Terkait hal itu, berbagai inovasi dan prestasi pun telah diciptakan oleh mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia, salah satunya UI untuk menjawab tantangan tersebut.
Dilansir dari laman ui.ac.id, salah satu prestasi yang baru-baru ini didapatkan adalah berhasilnya mahasiswa UI menyabet gelar Best Economic Car di ajang ICECC 2018 (Indonesia Chemical Engineering Car Competition) yang diadakan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Selain itu, UI juga berhasil memenangkan kompetisi Harvard World MUN (Model United Nations) dengan kategori Verbal Commendation.
World MUN sendiri merupakan salah satu simulasi sidang PBB paling prestisius di dunia yang diikuti lebih dari 2.000 peserta dari 110 negara.
Terakhir, mahasiswi Fakultas Kedokteran angkatan 2016, Adriana Viola Miranda juga berhasil meraih dua penghargaan sebagai Juara ke-2 Oral Presentation bidang Onkologi dan penghargaan sebagai Best Ambassador pada ajang Bukovinian International Medical Congress (BIMCO) 2018 di Chernivtsi, Ukraina.
Penghargaan tersebut ia raih setelah mempresentasikan telaah pustakanya tentang sebuah molekul bernama miRNA atau microRNA yang digunakan untuk deteksi dini kanker payudara.
Tak hanya itu, saat ini UI juga bekerja sama dengan PT Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia (Daewoong Indonesia) untuk meluncurkan pusat penelitian bioteknologi berbasis produk biosimiliar pertama di Indonesia.
Tempat yang diberi nama Bio Technology Research Centre UI-Daewoong ini telah diresmikan pada Jumat (6/4/2018) di Integrated Laboratorium Research Center UI Depok.
Tujuan dari pendirian pusat penelitian tersebut adalah sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan menggunakan bioteknologi tinggi untuk menunjang kegiatan akademik mahasiswa UI dalam bidang riset dan pengembangan obat biologi.
Mulai dari perjalanan sejarah sampai inovasi yang telah diciptakan tersebut adalah bentuk kontribusi pendidikan tinggi yang membentuk karakter Indonesia saat ini.