AZAN subuh belum lama berkumandang, namun Arif harus bergegas dari rumahnya di daerah Cikokol, Tangerang, Banten. Seusai shalat, ia melaju dengan angkutan umum menuju sekolahnya di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan.
"Saya sering merasa kelelahan di jalan," kenang Arif, yang kini berkuliah di Depok.
Ia menuturkan, banyak kawannya dari daerah penyangga Jakarta yang harus menempuh jarak belasan, bahkan puluhan kilometer untuk mengenyam pendidikan di sekolah favorit di Ibu Kota.
Perburuan sekolah, yang kerap disebut sekolah favorit, di Jakarta masih menjadi rutinitas tahunan bagi sebagian orangtua. Bahkan, banyak yang menyiasati status domisili agar putra-putrinya memiliki peluang lebih besar diterima sekolah di Ibu Kota.
Harian Kompas dalam laporannya menyebut, ada orangtua yang "menitipkan" anaknya dalam kartu keluarga kerabat mereka yang tingal di Jakarta. Beberapa orang tetangga saya yang tinggal di Tangerang juga melakukan hal serupa.
Kini, masalah zonasi sekolah menjadi soal di sebagian daerah. Kebijakan nasional ini menuai pro dan kontra. Sebagian orangtua ingin kebijakan ini dibatalkan karena ingin mengincar sekolah favorit meski jauh dari tempat tinggalnya.
Saya sekadar ingin berbagi pengalaman saat mendaftarkan putra-putri saya di Inggris. Negeri tersebut sudah menerapkan zonasi sekolah sejak lama.
Sekolah di Inggris menerima peserta didik baru hanya berdasarkan usia anak dan jarak rumah ke sekolah. Semakin dekat jarak rumah Anda ke sekolah, maka semakin besar buah hati Anda berpeluang diterima di sekolah tersebut. Nomor urut pendaftaran tidak menjadi soal.
Saat mendaftarkan putra-putri saya di sekolah dasar Tiverton School, Birmingham, pada September 2016, saya mendapatkan nomor urut buncit.
Seorang kawan, sesama mahasiswa dari Indonesia yang juga mendaftarkan anaknya, mendaftar lebih dulu. Namun, karena jarak rumah saya yang hanya sepelemparan batu dari sekolah, anak saya yang diterima.
Saya kerap berbincang dengan Matthew, Kepala Tiverton School, tentang kebijakan pendidikan di Inggris. Ia bertutur, Departemen Pendidikan Inggris menerapkan zonasi sekolah semata-mata demi kepentingan anak.
Pertama, anak-anak akan lebih aman bersekolah dekat dengan rumah. Guru dan orangtua akan lebih mudah mengawasi mereka. Meskipun kondisi lalu lintas di Inggris sudah sangat teratur dan tertata, namun risiko keselamatan di jalan tidak dapat hilang begitu saja.
Zonasi sekolah dapat menekan risiko tersebut seminimal mungkin. Apalagi, bila kita membandingkannya dengan sengkarut lalu lintas di Jakarta.
Kedua, anak-anak lebih produktif di sekolah maupun di rumah. Sebagian besar siswa-siswi di Tiverton School bertempat tinggal maksimal hanya satu kilometer dari sekolah.
Mereka berangkat dengan bersepeda, berjalan kaki, atau menggunakan bus maupun kereta dengan rata-rata dua stasiun/halte pemberhentian. Dengan begitu, mereka tidak kecapaian di jalan dan dapat beraktivitas secara optimal di sekolah.
Sekolah di Inggris masuk pukul 09.00 dan pulang pukul 15.00. Setiap hari putra-putri saya berjalan kaki ke sekolah yang hanya berjarak 200 meter dari tempat tinggal kami di George Road, Selly Oak. Pulang sekolah, anak saya masih memiliki banyak energi untuk bermain sepeda di taman.
Ketiga, anak-anak yang bersekolah dekat rumah memiliki lebih banyak waktu berkumpul bersama orangtua mereka. Sebab, waktu mereka untuk kembali ke rumah tidak habis di jalan.
Orangtua juga memiliki peluang lebih besar untuk mengantar dan menjemput anak mereka. Momen bersama keluarga ini amat penting untuk merekatkan hubungan.
Keempat, dari sisi ekonomi, bersekolah dekat dengan rumah juga dapat menekan pengeluaran orangtua. Mereka tidak perlu mengeluarkan kocek lebih besar untuk membayar biaya transportasi.
Perburuan sekolah favorit tidak terjadi di Inggris karena kualitas sekolah di negara tersebut hampir merata. Inilah bedanya dengan Indonesia.
Kebijakan zonasi sekolah di Indonesia justru sebuah ikhtiar besar pemerintah untuk memeratakan kualitas sekolah. Sebab, tanpa disadari sistem yang telah berjalan selama ini menciptakan kesenjangan. Anak-anak yang pintar dan berprestasi hanya berkumpul di sekolah tertentu saja.
Alhasil, terjadi pula kesenjangan kualitas dan kompetensi guru antara sekolah favorit dan sekolah lain.
Ingat bahwa keberhasilan pendidikan anak tidak semata-mata terletak di sekolah, namun justru berada di tangan para orangtua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.