KOMPAS.com - Sebanyak 8 karya busana terbaik dari 8 mahasiswa Program Studi Kriya Tekstil Institut Teknologi Bandung (ITB) turut berpartisipasi dalam pameran "23 Fashion District 2018" di Bandung, 7-9 September 2018.
Tahun ini merupakan tahun pertama Kriya Tekstil ITB berpartisipasi. Karya yang ditampilkan merupakan karya tugas akhir yang masih memiliki benang merah dengan tema “Aggrandising Tactile”.
Tema tersebut memiliki makna untuk menonjolkan unsur sentuhan tangan pada karya fashion. Hal ini dikarenakan latar belakang dari para desainer ini adalah keilmuan kriya yang secara harfiah bermakna pekerjaan (kerajinan) tangan.
Baca juga: Atas Alasan Apa Pun, Dosen Minta Uang ke Mahasiswa Dinilai Tak Bisa Dibenarkan
ITB tampil dengan memaksimalkan potensi alam menjadi produk baru dengan teknik-teknik baru. Teknik baru yang dimaksud adalah penggabungan beberapa teknik yang sudah ada seperti Tenun Bali yang dikerjakan dengan Tenun Majalaya, atau pepaduan beragam teknik surface textile menjadi suatu teknik baru yang unik.
Karya mahasiswa ITB didominasi warna-warna krem lembut, dipadupadankan dengan biru, oren, merah marun dan aksesoris-aksesoris menarik yang menunjang penampilan model.
Salah satu desainer mahasiswa dari ITB, Arlene memainkan transparansi pada tenun yang terinspirasi visual salah satu tempat wisata Pantai Pandawa di Bali. Selain itu, ia juga bekerja sama dengan pekerja tenun tradisional dari Bali dan Majalaya.
Selain Bali, salah satu tebing di NTT bernama Tebing Kelebba Maja juga menjadi inspirasi Amatya Talita. Inspirasi tersebut dieksekusi teknik sablon manual menggunakan material utama pasta binder puff.
Inspirasi lain datang dari budaya Indonesia dalam bentuk cerita wayang. Elgana dan Santi menjadikan kisah wayang sebagai inspirasi dalam membuat karya. Santi dari Bali menjadikan Wayang Kamasan dari daerah asalnya sebagai inspirasi produk yang dieksekusi dengan efek layering.
Elgana yang mengaku suka dengan cerita-cerita fantasi ini mengangkat tokoh Sinta dari cerita Ramayana. Elgana menggunakan teknik reka latar untuk membuat suatu kostum panggung yang megah.
Mahasiswa seni lain, Santa mendapat inspirasi dari visualisasi karat. Dalam pembuatan, ia menggabungkan berbagai ragam teknik surface textile yang memunculkan tampilan rustik dan eklektik pada kain sehingga tampak seperti karat.
Berbeda lagi dengan Quina mengeksplorasi motif tapis kaca dengan menggunakan serat dan pewarna alami dalam karyanya. Karya Quina memiliki keunikan tersendiri karena pembuatan tekstilnya pun ia kerjakan sendiri. Tidak hanya itu, kekayaan alam juga menjadi inspirasi Rindrianti. Bentuk lamella jamur tiram unik diaplikasikan pada pakaian dengan teknik bordir dan pleats untuk memainkan tekstur dan volume.
Menurut Nadia Arfan, dosen Kriya Tekstil ITB dan pendamping mahasiswa mengatakan bahwa karya mahasiswa tingkat akhir itu sudah pernah ditampilkan di kampus namun belum diperagakan kepada khalayak umum. Tiap karya tugas akhir dari para mahasiswa bisa ditampilkan 2-3 kali dalam jangka waktu satu tahun.