Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Patria Gintings, MA
Praktisi Komunikasi

Praktisi dan konsultan komunikasi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun; Komisaris di LM Brand Strategist; Lulusan S2 Leeds University Business School program studi Advertising & Marketing.

Tutupnya Path dan Terancamnya Masa Depan Penulisan Sejarah

Kompas.com - 25/09/2018, 06:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGGUNA setia Path akhirnya sudah mendapatkan kabar resmi, layanan media sosial favorit mereka ini akhirnya akan segera tutup.

Ekspresi sedih pun bermunculan dan berbagai kenangan manis saat Path sedang berada di masa jayanya kembali diceritakan oleh para penggunanya.

Memang tutupnya Path bukanlah akhir dari segalanya. Masih banyak layanan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, dan lainnya, yang bagi banyak orang telah pula menjadi seperti gudang penyimpanan kenangan.

Buat para pengunanya, media sosial memang kerap menjadi bak kotak sejarah pribadi yang berisikan kenangan-kenangan manis dari perjalanan hidup sang pengguna.

Baca juga: Path Tutup Layanan, Begini Cara Selamatkan Foto dan Refund Pelanggan Premium

Lihat saja bagaimana Path dan Facebook seringkali mengingatkan penggunanya tentang apa yang diunggah beberapa tahun lalu di tanggal yang sama. Ada kenangan kelulusan sekolah, pernikahan, jalan-jalan, makan-makan, dan apa pun cerita yang pernah diunggah oleh para pengguna.

Bukan pertama dan satu-satunya

Apa yang terjadi dengan Path sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Para pengguna media sosial di Indonesia, terutama Generasi X, mungkin masih ingat ketika Friendster dan Multiply mengakhiri layanannya sebagai jejaring media sosial pada 2009 dan 2012.

Dulu, yang namanya pengguna media sosial Indonesia sudah hampir pasti punya akun Friendster atau akun Multiply.

Dalam perspektif bisnis, sebetulnya tidak perlu heran bahwa layanan jejaring media sosial seperti Path, Friendster, dan Multiply pada akhirnya bisa mendadak tutup.

Baca juga: Selain Path, Ini Tiga Jejaring Sosial yang Membuat Anda Bernostalgia..

Sebab, model bisnis yang mereka gunakan lebih banyak bergantung pada investasi untuk dapat terus beroperasi, dibanding pemasukan dari "penjualan jasa layanan" atau layanan berlangganan berbayar.

Lihat saja Twitter yang baru mendapat laba setelah 11 tahun beroperasi. Artinya, selama 10 tahun sebelumnya, Twitter terus mencatat kerugian setiap tahunnya.

Karenanya, ketika investasi berakhir dan mereka belum juga mendapat sumber pemasukan yang stabil, otomatis tidak ada pembiayaan untuk dapat tetap beroperasi.

Ini pula yang umum terjadi di layanan serupa lainnya. Tentu, pendanaan media sosial berbeda model bisnisnya dengan bila kita membuka toko penjualan bahan bangunan, yang rasanya tidak mungkin akan tetap beroperasi sampai 11 tahun ketika tidak juga mencatat keuntungan.

Penulisan sejarah

Namun, bagi saya ada perspektif lain yang lebih merisaukan dari peristiwa tutupnya berbagai jejaring media sosial seperti Path, Friendster, dan Multiply ini. Yaitu, terkait terancamnya masa depan penulisan sejarah.

Ilustrasi penulisan sejarahTHINKSTOCKS/MICHAIL PETROV 96 Ilustrasi penulisan sejarah

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com