KOMPAS.com - Wregas Bhanuteja, sutradara Indonesia peraih Semaine de la Critique di Festival Film Canes 2016 membuat film pendek berdasarkan kisah Eka Kurniawan, "Tak Ada Yang Gila di Kota Ini", ("No One Is Crazy in This Town").
Cerita ini merupakan salah satu bagian buku Eka, "Cinta Tak Ada Mati", yang terdiri dari 13 cerita pendek dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (GPU) tahun 2005.
“Tak Ada yang Gila di Kota Ini” sendiri mengisahkan tentang penangkapan orang-orang yang disebut masyarakat itu gila, dengan latar sebuah kota kecil di Pantai Selatan Jawa. Orang-orang itu akan dibuang ke hutan agar para turis yang datang tidak merasa terganggu dengan kehadiran mereka.
Dalam sebuah talkshow acara Indonesia "International Book Fair" (IIBF) di Jakarta Convention Center (JCC) (15/09/2018), Wregas mengatakan bahwa ia ditawari proyek ini oleh Chief Operating Officer Gramedia Digital Nusantara (GDN), Adi Ekatama.
Adi mengatakan bahwa proyek pembuatan film ini awalnya memang ditujukan untuk orang-orang yang bekerja untuk "Ruang", sebuah platform online Gramedia yang membahas buku dan film.
Baca juga: 55 Tahun Kompas Gramedia, Berkolaborasi untuk Indonesia
"Saya mengatakan kepada mereka bahwa karena ini akan menjadi film pertama kami, lebih baik untuk tidak membidik tinggi dan membuat film feature. Cobalah yang pendek dulu. Karena kami berurusan dengan buku dan keaksaraan setiap hari, lebih baik untuk melakukan adaptasi," jelas Adi yang merupakan produser dari proyek ini.
Wregas bercerita bahwa dirinya sudah sangat ingin mengadaptasi cerita Eka Kurniawan sejak lama. Dari semua, Wregas memilih cerita “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” karena merasa paling dekat dan mewakili kegelisahannya. Pilihan itu lalu didiskusikan bersama Adi Ekatama yang juga bersinergi dengan redaksi "Ruang".
“Saya merasakan ada kuasa yang menindas orang-orang di bawahnya. Bahwa ada orang-orang tidak berdaya di sini yang disebut orang gila,” lanjut Wregas menjelaskan.
Sutradara yang terkenal melalui karya "Prenjak" menambahkan bahwa dia melihat begitu banyak potensi untuk cerita yang akan diubah menjadi sebuah film. Namun, selaras dengan pernyataan Adi tentang proyek debut "Ruang", mereka memilih untuk menuangkan ide-ide pembuatan film ini hanya ke dalam sebuah film pendek.
"Eka menganggap cerita pendek sebagai media untuk bereksperimen. Hal yang sama berlaku untuk film pendek. Mereka memiliki lebih banyak ruang untuk eksperimen dengan gaya, karakter dan dialog daripada film layar lebar," kata Wregas.
"Cerita itu sebenarnya ditulis berdasarkan pengalaman saya. Seperti Wregas, saya merasa marah dengan tindakan itu," Eka sang penulis menambahkan.
Eka juga tidak khawatir tentang bagaimana film itu akan berubah, karena dia yakin antara karyanya dan film harus dinilai berbeda. "Ketika sebuah karya sastra akan diadaptasi menjadi film, penting untuk memiliki kepercayaan pada para pembuat film. Saya pikir ada kemungkinan bahwa ini akan menjadi lebih baik dari apa yang saya bayangkan," kata Eka.
Film ini diperkirakan tayang awal tahun 2019. Syuting akan dimulai pada pertengahan Oktober dan mengambil latar Gunung Kidul, Bantul, dan Yogyakarta. Wregas melibatkan sekitar 12 pemain, 40 kru dan 30 ekstras.
“Akan ada pemain teater dan pantomim dari Yogya,” katanya. Dalam sesi terpisah, Wregas juga menyebut akan ada satu nama besar terlibat, namun belum dapat dikonfirmasi saat ini. Mereka berharap film pendek ini dapat diterima masyarakat dan dapat menjangkau penonton seluas-luasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.