Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah di Alam Bebas, Anak-anak Lebih Percaya Diri, Mandiri dan Solid

Kompas.com - 31/10/2018, 11:20 WIB
M Latief

Editor

KOMPAS.com - Sebanyak 35 siswa SMP dan SMA dari berbagai daerah Indonesia mengikuti Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa Membangun Generasi Duta Perdamaian di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Ekspedisi tersebut digelar empat hari oleh Outward Bound Indonesia (OBI) mulai 24 sampai 28 Oktober 2018.

"Ekspedisi ini memang program beasiswa untuk pengembangan karakter, semangat kebangsaan dan kebhinekaan para pelajar dengan metode pembelajaran di alam bebas. Naik gunung, main di danau dengan bermacam tantangan diharapkan membangun rasa percaya diri, kemandirian dan semangat toleransi dan solidaritas mereka sehingga saat pulang ke daerah masing-masing mereka bisa menjadi duta perdamaian," ujar Wendy Kusumowidagdo, Direktur Eksekutif OBI di Jatiluhur, Minggu (28/10/2018).

Para peserta ekspedisi ini beragam. Mereka datang dari 13 provinsi dari barat sampai timur Indonesia, mulai Aceh hingga Papua, dengan beragam kepercayaan seperti Islam, Kristen Protestan, Katholik, dan Hindu.

Jumlah peserta terbesar datang dari Papua dengan 14 siswa. Dari Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan terdiri dari 3 peserta, sedangkan dari Riau, Yogyakarta dan NTT masing-masing terdapat 2 peserta. Adapun dari Aceh, Sumatera Barat Lampung, Banten, Bali, dan NTB  masing-masing satu peserta.

Selama empat hari pelaksanaan ekspedisi para peserta diajak berinteraksi dengan masyarakat di kawasan sekitar Jatiluhur, memanjat tebing dan membaca ikrar Sumpah Pemuda di Gunung Parang, mengibarkan bendera Merah Putih, berkemah, dan menempuh ekspedisi air menggunakan rakit yang dibuat secara bergotong-royong.

"Jiwa kebhinekaan para peserta kami tempa dengan mengombinasikan ke dalam tiga kelompok yang berbeda baik etnis, suku, atau agama. Ini bukan sekadar ajang petualangan, tapi juga cara yang disengaja untuk memupuk kebhinekaan dan toleransi antarpeserta," tutur Wendy.

"Untuk itu, kelompoknya kami bagi dan campur dari beragam suku, etnis dan keyakinan. Seperti anak Aceh berkelompok dengan anak dari Papua yang beragama Islam, satu kelompok dengan yang beragama Kristen, Katolik maupun Hindu," tambahnya.

Septi Khairullah (16), siswa SMAN Unggul Benermeriah, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, mengaku bahwa ajang paling berkesan adalah saat bekerja sama dengan sesama peserta dan melakukan ekspedisi air.

"Kami dibuat untuk pantang menyerah. Kami dibiasakan untuk merundingkan segala perbedaan pendapat yang ada dalam tim. Yang menarik, dalam satu tim agamanya berbeda-beda Hindu, Kristen, Islam, tapi kami bisa tetap saling beribadah tanpa mengganggu dan bahkan disediakan tempat khusus untuk ibadah, bahkan saat tengah mendaki," papar Septi.

Agar jalinan pertemanan lebih merekat, pada ekspedisi inilah kali pertama OBI memperkenalkan buddy system alias pasangan teman. Sistem ini memasangkan setiap peserta dengan seorang peserta lainnya yang berlainan latar belakang.

"Makna dan peran buddy itu memang untuk saling bekerja sama, membantu saat siapa saja rekannya yang punya masalah. Pokoknya, berjasa sekali buat saya," kata Frank Benedict Angelo Wamafma, pelajar SMP Yayasan Pendidikan Jayawijaya, Timika, Papua.

Menjadi buddy Septi Khairullah, tutur Frank, dia mengaku bisa berteman dan bekerjasama dengan baik, meski berbeda keyakinan. Dia dan Septi tak memasalahkan perbedaan. 

"Kalau Septi lagi beribadah (shalat), saya kerjakan tugas yang bisa saya kerjakan. Begitu juga sebaliknya, Septi juga begitu," papar Ben yang kelahiran Timika, Papua, 4 Juni 2005 itu.

Ben pun mengisahkan perjuangan buddy-nya yang tak kenal lelah, yakni menggunakan kano untuk mencari beberapa bendera di Waduk Jatiluhur.

"Saat saya sudah capek mendayung, Septi yang mendayung dari pulau tersebut ke pulau sebelah yang jauhnya sekitar dua kilometer," ujar Ben tersenyum.

Pendidikan luar ruang

Pengalaman yang paling berharga dari ekspedisi ini adalah nilai-nilai kebaikan, kerja sama, tolong menolong, serta tidak egois. Itulah yang diakui oleh Ben dan Septi.

"Saya berjanji akan menerapkan dan menyebarkan nilai-nilai ini kalau kembali ke Papua," kata Ben.

Djoko Kusumowidagdo, pendiri dan CEO OBI mengemukakan bahwa banyak dampak positif dalam pendidikan luar ruang terhadap anak-anak muda. Penelitian English Outdoor Council menemukan bahwa pendidikan luar ruang bermanfaat dalam menumbuhkan sikap kemandirian, lebih percaya diri, mencari jalan keluar dalam menghadapi tantangan, melatih keterampilan berinteraksi sosial, cakap dalam berkomunikasi, serta mudah beradaptasi untuk menjalin kerjasama tim.

"Kalau merujuk survei kami terhadap peserta ekspedisi tahun lalu, kami mengidentifikasi seluruh peserta lebih memahami dan mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam mempererat rasa persatuan dan kesatuan di antara mereka," ujar Djoko.

Pendidikan luar ruang berbasis petualangan, lanjut Djoko, akan memperkuat nilai-nilai itu, yakni menumbuhkembangkan karakter pesertanya untuk semakin kencang memegang nilai-nilai kebhinekaan, toleransi dan perdamaian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com