Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Kejahatan Seksual terhadap Mahasiswi, Berdasarkan Kasus di AS

Kompas.com - 07/11/2018, 18:59 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kejahatan seksual merupakan perbuatan asusila yang kebanyakan dialami oleh kaum perempuan dan dilakukan oleh laki-laki, sehingga menyebabkan trauma berkepanjangan pada korban.

Meskipun, tidak menutup kemungkinan laki-laki juga bisa menjadi korban dalam konteks ini.

Kejahatan seksual bisa terjadi di mana saja dan menimpa siapa saja, termasuk mereka yang berada di lingkungan pendidikan tinggi.

Berdasarkan data dari organisasi anti kejahatan seksual, Rape, Abuse, Incest, National Network (RAINN), berikut beberapa fakta tentang kejahatan seksual di area kampus.

Usia riskan

Kemungkinan resiko wanita mengalami kekerasan seksual di lingkungan kampus.RAINN Kemungkinan resiko wanita mengalami kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Mahasiswi berusia 18-24 tahun dipandang riskan mengalami perlakuan kekerasan seksual, mulai dari paksaan fisik, kekerasan, hingga ketimpangan relasi kuasa.

Berdasarkan data Departemen Kehakiman AS sejak 1995-2013, mahasiswi dalam usia tersebut berisiko mengalami kekerasan seksual tiga kali lebih besar daripada perempuan pada umumnya.

Sementara, perempuan yang bukan mahasiswi dan berada di usia 18-24 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi, yakni empat kali lipatnya.

Namun, jika dilihat dari tingkat pendidikannya, mahasiswi tingkat sarjana memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mendapat kekerasan seksual, dibanding dengan mahasiswi magister dan doktoral.

Risiko kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus berbeda antara yang dialami oleh laki-laki dan perempuan.

Jika perempuan lebih riskan saat berada di luar lingkungan akademis, namun berbeda halnya dengan laki-laki, yang berisiko lebih besar untuk mendapatkan kekerasan seksual di dalam kampus.

Baca juga: Modus-Modus Kekerasan Seksual kepada Anak di Institusi Pendidikan

Lebih riskan daripada perampokan

Kekerasan seksual lebih mengancam daripada perampokan bagi perempuan di lingkungan kampus.RAINN Kekerasan seksual lebih mengancam daripada perampokan bagi perempuan di lingkungan kampus.

Kejahatan seksual lebih besar kemungkinannya dialami oleh mahasiswi berusia 18-24 tahun ketimbang perempuan dewasa-muda (young adult, antara 18-24 tahun), jika dibandingkan dengan kejahatan kriminal lain seperti perampokan.

Data Departemen Kehakiman AS sejak 1995-2013 yang diperlihatkan RAINN menunjukkan, secara umum perbandingan antara kasus perampokan dan kejahatan seksual adalah 5:4. Maksudnya, jika ada 5 kasus perampokan maka jumlah kasus kejahatan seksual mencapai 4 kasus.

Kemudian, mengenai data mahasiswi yang menjadi korban kekerasan seksual tercatat lebih banyak dari yang menjadi korban perampokan.

Menurut data RAINN, mahasiswi yang menjadi korban kekerasan seksual jumlahnya 2 kali lebih banyak ketimbang yang menjadi korban perampokan.

Tidak melapor

Alasan perempuan yang mengalami kekerasan seksual tidak melaporkannya pada pihak berwajib.RAINN Alasan perempuan yang mengalami kekerasan seksual tidak melaporkannya pada pihak berwajib.

Kebanyakan korban kekerasan seksual berusia 18-24 atau usia kuliah, tidak melaporkan kekerasan seksual yang diterimanya kepada aparat penegak hukum.

Mahasiswi yang mengalami kekerasan seksual kemudian tidak melapor kepada aparat hukum tercatat sebesar 80 persen. Sedangkan, perempuan usia 18-24 yang tidak kuliah dan mengalami kekerasan seksual namun tidak melapor tercatat sebesar 67 persen.

Beragam alasan yang melatarbelakangi mengapa mereka tidak melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami kepada polisi.

Ada yang melapor tetapi bukan ke pihak selain polisi, ada juga yang menganggap polisi tidak bisa melakukan apa pun untuk membantu mereka. Bahkan ada yang tak ingin pelaku terkena masalah.

Faktor lain adalah menganggap hal kekerasan seksual bukan hal penting untuk dilaporkan, takut akan ada balasan jika melapor, hingga menganggapnya sebagai masalah pribadi.

Waktu tertentu

Kejahatan seksual di lingkungan kampus rata-rata kejadiannya meningkat pada waktu-waktu tertentu.

RAINN menulis, kemungkinan terjadinya kekerasan seksual meningkat tajam di bulan-bulan Agustus, September, Oktober, dan November.

Terlebih jika mahasiswi masih berada di semester-semester awal, seperti  1 dan 2.

Peran kampus

Kampus atau tempat pendidikan memiliki peran penting dalam menegakkan aturan beserta hukuman terhadap kejadian kekerasan seksual di lingkungannya.

Penegak hukum di kampus memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan pelaku kekerasan seksual meskipun di luar kampus. Mereka juga memiliki program pencegahan kekerasan seksual terjadi di wilayahnya.

Selain itu kampus pasti memiliki kerjasama dengan aparat kepolisian setempat untuk mengusut kasus kejahatan seksual yang terjadi melibatkan pihaknya.

Kampus juga memiliki tanggung jawab pendampingan kepada korban kekerasan seksual yang terjadi di lingkup akademisnya.

Mengenai RAINN

RAINN merupakan lembaga nirlaba yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat. Lembaga itu memang dikenal fokus dalam melawan kekerasan seksual dan membantu penyintas menghadapi trauma yang dihadapi.

Tercatat sejumlah selebritas pernah terlibat dalam RAINN. Mereka antara lain penyanyi Tori Amos yang menjadi juru bicara pertama serta aktris Christina Ricci.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com