KOMPAS.com - Anak atau remaja yang mengakses internet secara tidak terkendali mempunyai beberapa potensi risiko. Pasalnya, mereka sangat berpeluang berinteraksi dengan orang yang mungkin bisa membahayakan dirinya.
Misal, terpapar konten penyimpangan sosial, terhubung dengan pedophilia, terpapar konten pornografi/kekerasan/kebencian dan hoax, tereksploitasi secara komersial, terganggu privasinya, dan terhubung dengan orang yang tidak dikehendaki.
Masalahnya, tidak terkendalinya anak dan remaja dalam mengakses internet berawal dari dalam keluarga sendiri.
Awalnya kehadiran teknologi digital di rumah disambut antusias oleh seluruh anggota keluarga. Tetapi lama kelamaan anak dan remaja membiarkan dirinya hidup dalam dunia maya yang dianggapnya lebih menarik ketimbang dunia nyata.
Penting bagi orangtua melakukan pengawasan untuk dapat mengurangi dampak negatif teknologi digital.
Melansir Forum Sahabat Keluarga Kemendikbud, ada beberapa upaya dapat dilakukan orangtua sendiri agar dapat menanamkan literasi digital sehingga lebih banyak manfaat yang dapat diraih dan meminimalkan dampak negatif teknologi digital.
Berikut ini di antaranya:
Orangtua seharusnya tahu situs-situs apakah yang memberi manfaat di internet bagi anggota keluarga dan situs apa yang justru akan merugikan bagi mereka. Dengan demikian orangtua dapat mengarahkan anggota keluarga untuk menggunakan akses internet secara sehat.
Baca juga: Fenomena Sumbu Pendek dan Literasi Digital di Indonesia
Kondisi ini harus dipahami para orangtua di lingkungan keluarga. Mereka tidak bisa menghindari tuntutan jaman untuk selalu menambah pengetahuan mereka tentang teknologi digital.
Jika hal ini tidak dilakukan, orangtua akan kesulitan untuk memberikan tuntunan bagi anak-anak mereka dan tidak bisa melindungi mereka dari dampak negatif penggunaan teknologi digital. Dengan kata lain orangtua perlu belajar memahami teknologi digital secara terus menerus.
Komitmen yang tinggi dari segenap anggota keluarga terutama orangtua pada tata cara menggunakan teknologi digital patut mendapat perhatian lebih.
Orangtua seharusnya bisa membuat aturan yang dipatuhi bersama dalam penggunaan teknologi digital. Misalnya seluruh anggota keluarga tidak boleh menggunakan gawai pada saat makan, atau tidak membuka situs yang tidak bermanfaat, membatasi jam penggunaan gawai terutama pada saat jam belajar anak-anak.
Penegakan aturan ini haruslah diawali dari para orang tua sendiri. Seringkali kita bisa melihat orangtua berusaha menerapkan aturan ketat penggunaan teknologi digital pada anak-anaknya tetapi justru mereka sendiri yang selalu melanggarnya.
Hal ini akan menyebabkan kurangnya respek dari anak-anak terhadap orang tuanya.
Pada awalnya ketergantungan seseorang pada teknologi digital seringkali dimulai dari aktivitas rekreasi. Banyak ketergantungan pada gawai diawali dengan bermain game komputer, berinteraksi dengan teman-teman melalui media sosial, dan aktivitas rekreatif lainnya.
Sudah menjadi hakikat manusia untuk memberikan kenyamanan bagi tubuh ataupun pikirannya melalui aktivitas rekreasi.
Kebutuhan terhadap aktivitas rekreasi ini perlu difasilitasi di dalam keluarga dengan menyediakan beragam jenisnya. Dengan adanya aktivitas rekreasi yang beragam, misalnya olahraga atau liburan bersama, maka teknologi digital tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan.
Seringkali kita mendengar orang tua mengeluhkan waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas rekresi bersama. Tanpa disadari hal ini menjadi awal dari ketergantungan pada gawai dan teknologi digital lainnya.
Ditinjau dari segi interaksi antar manusia, dunia digital sebenarnya sama saja dengan dunia nyata. Segala norma dan etika yang berlaku di dunia nyata sepatutnya pula diterapkan di dunia digital.
Kita tidak bisa seenaknya menyerang pribadi orang lain di dunia maya tanpa konsekuensi yang harus siap kita terima seperti di dunia nyata.
Memang disayangkan kemampuan dunia digital untuk menyembunyikan identitas (anonymous) seringkali disalahgunakan untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai norma yang berlaku di masyarakat tanpa harus khawatir konsekuensi yang dihadapi.
Caci maki atau kata-kata kasar sering kita lihat di berbagai media sosial ditulis dengan bebas oleh akun yang identitasnya tidak jelas.
Untuk mencegah hal ini sebenarnya sudah ada pendekatan secara hukum melalui UU ITE. Semua pengguna internet seharusnya sadar tidak ada jejak digital yang tidak mungkin terlacak bahkan dengan menggunakan akun anonim sekalipun.
Walaupun demikian tidak mungkin penegak hukum di Indonesia bisa memproses seluruh orang yang melakukan berbagai pelanggaran etika atau norma di internet. Para penegak hukum akan lebih berfokus pada pihak-pihak yang jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum atau menunggu adanya laporan terlebih dahulu.
Penyedia layanan media sosial, admin komunitas daring, atau pihak-pihak yang memiliki kekuatan untuk menegur atau memberikan sanksi bagi seseorang yang melanggar norma dan etika di dunia maya harus turut serta dalam berbagai tindakan penyadaran ini.
Demikianlah beberapa upaya yang dapat diterapkan dalam menumbuhkan literasi digital di keluarga.
Banyak upaya lain yang bisa dilakukan baik dari internal keluarga, yaitu orangtua sebagai pemimpin pada sebuah keluarga ataupun dari eksternal seperti masyarakat dan pemerintah.
Salah satu tujuan yang ingin kita capai tentu kita berharap anggota keluarga di Indonesia dapat menjadi seorang manusia yang kompeten, beradab dan beretika tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di dunia digital.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.