Proses Panjang di Balik Khasiat Jamu Kemasan

Kompas.com - 23/02/2019, 15:41 WIB
Anissa Dea Widiarini,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com – Dari luar gedung tersebut tampak seperti gedung kantor pada umumnya dengan ruangan bersekat, meja kerja, hingga tumpukan file. Namun, suasana yang sedikit berbeda akan ditemukan saat naik ke lantai 2.

Di lantai tersebut terdapat ruangan-ruangan berdinding kaca yang di dalamnya menyimpan berbagai alat dan mesin canggih. Meskipun ukuran ruangan-ruangan tersebut tidak terlalu besar, kondisinya selalu bersih dan sejuk.

Para pekerjanya pun tampil berbeda dengan setelan jas laboratorium berwarna putih dan topi berwarna senada. Mereka sibuk melakukan tes terhadap beberapa sampel produk dengan mesin-mesin canggih yang terhubung dengan sistem komputer tersebut.

Itulah ruangan-ruangan khusus uji kualitas milik Sido Muncul. Sebelum dipasarkan, semua produk jamu kemasan yang diproduksi harus melalui proses yang panjang. Salah satunya tahap uji laboratorium.

Sebab, Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat ingin memastikan jamu yang diproduksinya benar-benar berkualitas dan baik untuk tubuh.

“Kami memproduksinya itu dengan niatan bagaimana bisa melindungi konsumen. Pertama, harus bisa melindungi konsumen. Melindungi dari sesuatu yang merusak tubuh,” ucap Irwan, Jumat (22/2/2019).

Sebagai salah satu produsen jamu dan obat herbal terbesar di Indonesia, Sido Muncul menerapkan 5 tahap uji kualitas untuk setiap produk yang dihasilkan. Adapun 5 tahap tersebut untuk memastikan produk bebas dari kandungan logam berat, pupuk, pestisida, aflatoksin, dan bahan haram.

Bebas bahan haram

Menurut Irwan, penting untuk memastikan semua produknya bebas bahan haram dan halal dikonsumsi oleh semua kalangan. Dia ingin agar konsumennya, yang 95 persen muslim, tidak melanggar syariat agama saat mengonsumsi produk-produk jamunya.

“Untuk itu, tahap terakhir dari tes produk kami adalah tes DNA. Tes itu bertujuan untuk memastikan bahwa di dalam kandungan produk kami tidak ada yang haram,” terang dia.

Proses pengecekannya pun dimulai dari tahap awal, yaitu bahan-bahan baku yang diperoleh dari suplier. Walaupun suplier telah mengantongi sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), tapi bahan-bahan tersebut akan dites terlebih dahulu sebelum digunakan.

“Kami nggak percaya begitu saja. Di samping MUI, kami tes sendiri. Kalau memenuhi syarat bebas dari bahan haram, baru kami gunakan,” terang Irwan.

Terkait sertifikasi halal dari MUI, Irwan mengatakan, Sido Muncul telah menyelesaikan semua prosesnya. Saat ini mereka tinggal menunggu fatwa halal yang akan dikeluarkan oleh MUI.

Teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknologi yang mampu mendeteksi bahan haram yang terkandung dalam suatu produk. KOMPAS.com/ANISSA DEA WIDIARINI Teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknologi yang mampu mendeteksi bahan haram yang terkandung dalam suatu produk.

“Kami memang akan dapat juga sertifikat halal dari MUI. Tapi tetap ada kemungkinan barang yang diproduksi tidak halal. Kalo MUI kan semua proses bagaimana memproduksinya. Tapi kami ingin lebih meyakinkan bagaimana batch terakhir itu halal,” ucap Irwan.

Teknologi PCR

Untuk tes halal tersebut, Sido Muncul melakukan tes DNA dengan sebuah teknologi khusus bernama Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknologi itu mampu mendeteksi bahan haram yang terkandung dalam suatu produk.

Adapun cara kerja teknologi tersebut menggunakan sebuah mesin PCR yang akan mengolah sampel produk selama kurang lebih satu setengah jam. Setelah itu, hasilnya akan muncul dalam data grafik komputer yang menunjukan apakah dalam setiap sampel terkandung bahan haram atau tidak.

Agar lebih akurat, Sido Muncul pun melakukan tes dengan alat yang sama terhadap sampel dengan kandungan babi.

“Supaya kami punya pembanding. Benar-benar tahu kalau sampel yang halal itu grafiknya bagaimana dan sampel dengan kandungan babi grafiknya akan seperti apa,” ucap Irwan sambil menunjukan mesin PCR milik Sido Muncul.

Sampel yang telah lolos uji kualitas kemudian akan masuk ke ruang Retain Sample. Di sana, 12 buah sampel dari tiap batch produksi akan disimpan selama tiga tahun sebagai bukti bahwa produk yang dihasilkan sudah melewati tahap uji kualitas.

“Jadi, nanti kalau tiba-tiba ada yang protes kalau produk kami tidak halal, kami masih memiliki bukti sampelnya. Nanti akan kami lakukan uji ulang secara terbuka kepada masyarakat hingga rekan media,” imbuhnya.

Dia mengungkapkan, tahap tes DNA sebenarnya bukan tes uji kualitas yang diwajibkan oleh pemerintah. Namun, nurani dan tanggung jawabnya sebagai pengusahalah yang membuatnya melakukan tes tersebut untuk setiap produknya.

“Tujuannya, saya cuma kepengin agar tidak melanggar syariat agamanya. Sebab, kalau sampai dilanggar saya yang ikut bertanggung jawab. Perasaan saya jadi nggak tentram,” terangnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau