Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

Mengubah Matematika, Menyulap Monster Jadi Peri Mungil Cantik

Kompas.com - 12/03/2019, 14:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Latief

KOMPAS.com - Dunia matematika sering kali "dikucilkan" karena dianggap terlalu kompleks dan tidak dekat dengang kehidupan sehari-hari. Bahkan, matematika sering kali dianggap sebagai "monster" menakutkan, karena pelajaran ini dipersepsikan sebagai bidang ilmu yang sulit, tidak popular, dan abstrak.

Pararawendy Indarjo, seorang mahasiswa Indonesia penerima beasiswa StuNed dari Pemerintah Belanda yang saat ini sedang menyelesaikan studinya pada program "Mathematics and Science Based Business" di Leiden University, Leiden, Belanda, menyadari hal persepsi yang terbentuk tentang ilmu matematika.

Parara kerap kali bingung dan frustrasi lantaran sering menjadi korban "stereotipe" yang sudah kadung menempel dengan bidang keilmuannya ini, yaitu matematika atau mencongak atau berhitung, yakni menghitung angka-angka yang panjang alias njelimet.

Padahal, menurut Parara, matematika adalah ilmu tentang generalisir atau abstraksi pola dari fenomena apapun yang terjadi di dunia. Semua fenomena di bumi dapat diturunkan persamaan matematisnya, dan itulah sebenarnya ruang lingkup eksplorasi berpikir seorang matematikawan.

Melalui sesi Lapak Ilmiah Mahasiswa Belanda pada rangkain acara StuNed Day 2019 di KBRI Belanda, tantangan untuk Parara bukan tentang menemukan pola dan fungsi matematika, tetapi mengemas topik "sulit" tersebut dan membagikannya secara ringan dan menarik kepada seluruh peserta dalam paparan tidak lebih dari 8 menit!

Strategi cerdas yang digunakan Parara adalah dengan membuat perumpamaan dan anologi yang mudah dicerna oleh peserta forum yang berasal dari berbagai bidang studi.

Dia membuat analogi antara konsep yang akan disampaikan dengan hal-hal yang dekat dengan para peserta. Pertama, Parara berusaha menggugah kesadaran audiens bahwa sebenarnya Machine Learning itu sangat dekat dengan perjalanan akademis.

Dia menyampaikan trivia bahwa persamaan regresi linear sederhana, yang nyaris familiar bagi tiap peserta, karena hampir pasti ada di skripsi S-1 masing masing, dan itu pun sesungguhnya dapat dipandang sebagai contoh Machine Learning.

Setelah mendapatkan antuasiasme lewat trivia tersebut, dengan jeli Parara menganalogikan konsep machine learning yang sedang ia teliti dengan game "bomberman", yang barang tentu sangat akrab menghiasi masa kecil semua audiensnya.

Parara berusaha menggugah kesadaran audiens bahwa sebenarnya Machine Learning itu sangat dekat dengan perjalanan akademis. Dok Nuffic Neso Indonesia Parara berusaha menggugah kesadaran audiens bahwa sebenarnya Machine Learning itu sangat dekat dengan perjalanan akademis.
Tak disangka, dengan cara itulah ternyata para peserta langsung menanggapi antusias. Mereka bahkan membombardir Parara dengan beragam pertanyaan.

Bermodalkan satu lembar karton putih, Parara mempresentasikan paparannya yang berjudul "A Glimpse into Machine Learning and its implementation on Sequential Prediction". Dari judulnya "A Glimpse" itu saja kita sudah diajak untuk sekedar "berkenalan" dulu. Judul yang sangat inviting dan memicu rasa ingin tahu.

Strategi lainnya adalah mengaitkan konsep yang terasa abtrak itu dalam konteks nyata. Abstrak menjadi konkret. Itulah yang membuat kunjungan ke lapak ilmiah Parara, yang merupakan satu dari 8 lapak yang digelar pada StuNed Day di KBRI, Sabtu (2/3/2019) lalu menjadi kunjungan yang membuka luas cakrawala berpikir para peserta dan juga mampu mengubah persepsi tentang dunia matematika yang selama ini seakan berada di remote area.
    
Tak berdiri sendiri

Dengan terharu Parara mengatakan bahwa baru kali ini dia melihat pandangan berbinar-binar peserta. Saat mendengarkan uraian tentang "monster" bernama matematika itu para peserta yang sebagian besar berlatar belakang ilmu sosial itu tertegun serius.

Pun, ketika seorang peserta berlatar belakang ilmu hukum mengajukan pertanyaan tajam tentang konsep machine learning-nya, mendadak peserta lain antusias ingin nimbrung dalam pembahasan machine learning itu. Semua tiba-tiba antusias dan tidak canggung menyebut istilah fungsi, distribusi peluang, dan lainnya.

Ya, semua lantas berubah. Tiba-tiba "monster" itu berubah menjadi peri kecil yang lucu, imut-imut, yang semua orang ingin menangkap, mengajak bermain, bahkan mengelusnya.

Suguhan sederhana namun bermakna ini membuat semua yang hadir yakin, bahwa tak ada satu pun ilmu di dunia ini yang berdiri sendiri.

Di Belanda para mahasiswa memang selalu ditantang untuk belajar dengan mengedepankan pendekatan interdisciplinary dan transdiciplinary. Ego sektoral ilmiah sudah terlalu usang. Ilmu justru akan berkembang dengan cepat pada saat ia bersanding dengan ilmu lainnya.

Para peneliti dan pelajar dituntut untuk tidak hanya membuka diri untuk membagikan ilmunya, namun juga harus memiliki sikap terbuka untuk menerima kritik dan masukan untuk menyempurnakan ilmunya. Inilah karakter seorang pembelajar sejati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau