Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Perlukah Menanamkan Anak Semangat Kompetisi?

Kompas.com - 20/03/2019, 23:35 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Bila menempatkan kata 'kompetisi' secara netral, maka kompetisi juga dapat memiliki makna yang sama seperti kata 'kolaborasi'. Sama halnya ketika kita menilai 'kolaborasi' bisa menjadi sangat negatif ketika masuk dalam konteks 'kerjasama korupsi'.

Beberapa kajian psikologi bahkan menyebutkan kompetisi sebagai sebuah naluri bawaan manusia (human need). Sebuah kebutuhan dasar yang kalau kita mau jujur juga menjadi kebutuhan dasar manusia. 

Selain menjadi 'naluri bawaan', berkompetisi itu, mau tidak mau atau suka tidak suka, juga diciptakan oleh lingkungan. Mulai dari lingkungan terdekat keluarga, di sekolah, dan juga di masyarakat. Ada penilaian di sekolah, perlakuan yang berbeda di rumah, dan ada status sosial di masyarakat atau lingkungan kerja.

Menjadi yang terbaik

Bagi sebagian orang, berkompetisi dapat membawa rasa takut atau pesimis karena perlu mengerahkan segenap kemampuan dan masuk dalam proses yang lama berhadapan dengan orang yang lebih unggul. 

Baca juga: Pendidikan Anak Usia Dini, Apa yang Harus Dicermati oleh Orangtua?

Namun bagi sebagian lainnya, berkompetisi justru dapat membuat hidup menjadi lebih dinamis dan bersemangat karena mengasah karakter, mental dan kemampuan untuk menjadi lebih baik. 

Pemimpin perusahaan pemainan kreatif LEGO Jorgen Vig Knudstorp mengatakan untuk menjadi yang terbaik di dunia dalam bidangnya diperlukan semangat berkompetisi.

"Berkompetisi dapat menstimulasi pikiran untuk bekerja mencari terobosan baru. Dengan bersaing kitamendapatkan ide-ide dan peluang baru dan segar melampaui apa yang dapat kita pikirkan dan lakukan sebelumnya," menurut Jorgen. 

Persaingan era industri 4.0

"Kita perlu menyiapkan anak-anak kita untuk siap berkompetisi memasuki era revolusi industri 4.0," kata Kepala Sekolah SMP dan SMA Bina Nusantara (Binus) School Serpong Sherrierose Gonzales kepada Kompas.com (18/3/2019)

Kemampuan untuk berkompetisi menjadi sama penting dengan kemampuan berkolaborasi agar anak siap menghadapi tantangan persaingan era milenial, tambahnya.

Menurutnya 3 hal yang dapat dilakukan orangtua agar sikap berkompetisi secara sehat dapat tumbuh dalam diri anak:

1. Memberi Kebebasan 

Saat ini sudah bukan zamannya lagi anak harus mengikuti cara yang sama yang dilakukan orangtua. Anak-anak milenial memiliki cara dan karakternya sendiri dalam menanggapi atau memberi respon menghadapi permasalahan.

Sikap kaku justru akan membuat mereka tidak berani berkreatifitas dan berinovasi, tambah Sherrie. Padahal, kreatifitas dan inovasi justru menjadi kunci keunggulan dalam berkompetisi.

2. Membangun Kemandirian

Ada kecendrungan justru orangtua tidak ingin anak 'susah' seperti pengalaman orangtua. Akibatnya, anak terlalu dimanja sehingga justru membuat daya juang mereka rendah.

Sherrie justru meminta para orangtua berani membuat anak menjadi lebih mandiri dengan membuat jarak dan memberi kesempatan anak untuk dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Menumbuhkan sikap 'entrepreneurship' adalah salah satu program yang dilakukan di Binus School di mana anak diajak menumbuhkan semangat kemandirian. Anak ditantang untuk mewujudkan inovasi dan kreatifitasnya mulai dari konsep, pembuatan, pemasaran hingga penjualan produk buatannya.

3. Pendampingan

Saat anak mengalami kejatuhan atau putus asa, di sinilah peran orangtua dibutuhkan. Melalui pengalaman yang dimiliki, orangtua dan memberi saran, nasehat sekaligus memberi motivasi agar anak kembali bangkit untuk siap kembali berkompetisi.

"Berkompetisi secara sehat adalah mempersiapkan anak untuk menjadi yang terbaik bagi dirinya dan mampu menghadapi setiap tantangan. Bukan mengalahkan atau menjatuhkan yang lain. Kalah menang adalah konsekuensi dalam kehidupan dan bukan tujuan utama," jelas Sherrie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com