BANGKOK, KOMPAS.com - Harus diakui gap atau jarak kualitas lulusan perguruan tinggi lokal dengan kebutuhan industri nasional masih sangat jauh tertinggal.
Hal ini diakui Vice Rector Global Employability and Entrepreneurship Binus University, Meyliana di sela-sela pelaksanaan acara Binus Internship Partnership Program (BIPP) di Medtown Bangkok Hotel, Thailand, Sabtu (13/4/2019).
Menurut Meyliana gap kualitas antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri terlihat dari 4 indikasi. Pertama adalah angka pengangguran sarjana yang naik.
'Suka atau tidak suka, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2017 ke tahun 2018 angka penggangguran sarjana kita (Indonesia) naik 1,13 persen," ucap Meyliana.
Indikasi kedua, lanjut ia, dilihat dari jumlah lulusan perguruan tinggi yang bekerja tidak sesuai atau inline dengan jurusan sewaktu kuliah. Contohnya, seorang yang kuliah di jurusan computer science, namun ketika lulus malah bekerja sebagai sales.
Nah, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) jumlah tenaga kerja yang tidak inline dengan jurusan mencapai 63 persen.
"Ketiga, dapat diketahui dari lamanya waktu tunggu perusahaan dari sejak membuka lowongan kerja sampai mendapatkan kandidat yang sesuai kriteria (5-12 bulan)," katanya.
Ini artinya, lanjut Meyliana, bila perusahaan butuh tenaga kerja dan ada waktu kosong, posisi tersebut tidak dapat langsung terisi. Penyebabnya adalah karena proses kerja rekrutmen yang panjang.
Begitu besarnya kualitas gap lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri dirasakan pula oleh Founder Toba Consulting—perusahaan IT Consulting, Edwin Ang.
Menurutnya kualitas dan skill lulusan perguruan tinggi khususnya di bidang IT masih jauh dari standar. “Kualitasnya masih jauh banget,” ucap dia.
Hal senada di katakan pula oleh Benny Kusuma. Pria yang menjabat sebagai Education Lead di Microsoft Indonesia ini mengatakan bahwa gap tersebut memang ada, tetapi belum sampai taraf yang mengkhawatirkan.
Sementara itu, Management Development Department Head di PT Astra Internasional Tbk, Brian Marwensdy menyatakan, gap kualitas antara lulusan perguruan tinggi dengan industri memang masih ada.
“Meskipun begitu, kami lebih melihat ke potensi, terutama yang cepat belajar. Karena nanti akan kami develop di dalam,” katanya.
Perlu diketahui, Edwin Ang, Benny Kusuma, dan Brian Marwensdy adalah beberapa peserta yang diundang Binus untuk mengikuti BIPP 2019 di Bangkok, Thailand.
Menjawab tantangan tersebut, Binus University secara konsisten terus menjalanan Binus Industry Partnership Program (BIPP). Program yang diinisiasi sejak tahun 2014 adalah salah satu cara Binus melatih anak didiknya untuk terjun dan praktik langsung ke industri yang berkaitan.
Tak hanya itu, untuk menyesuaikan penerapan BIPP, Binus mengubah pula kurikulumnya menjadi 3+1. Artinya, mahasiswa 3 tahun belajar di kampus dan 1 tahun magang atau internship di industri.
Dengan program tersebut, kata Bernard, maka anak didik Binus bisa mempraktikan ilmu yang sudah dipelajari di kelas selama 3 tahun ke lapangan.
Jadi ketika lulus nanti mereka sudah punya pengalaman bekerja di bidang yang sesuai dengan keinginannya, sehingga diharapkan mudah terserap industri.
Adapun untuk perusahaan yang bekerja sama juga mendapatkan keuntungan, karena lamanya waktu magang membuat mereka tak dirugikan dari sisi waktu.
“BIPP ini kerja sama strategic patnership, jadi simbiosis mutualisme alias sama-sama menguntungkan. Perusahaan yang ikut BIPP akan mendapat benefit lebih besar daripada perusahaan non BIPP,” ujar Meyliana.
Eksklusifitas yang dimaksud adalah perusahaan tersebut akan diprioritaskan mendapatkan anak magang terbaik dari Binus.
Selain internship, Meyliana menjelaskan bahwa mahasiswa bisa memilih 4 pilihan lainnya, yakni entrepreneurship, community development, study abroad dan riset.
Meyliana mengatakan, sebenarnya pelaksanaan BIPP terbuka untuk semua industri, termasuk ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian dan Pemerintahan.
Namun, tiga lembaga itu memiliki sistem rekrutmen yang berbeda sehingga mengalami kendala untuk mengikuti BIPP.
“Konsep magang di BUMN, Kementerian dan Pemerintah itu punya mekanismenya sendiri dan prosesnya itu panjang. Jadi kami harus apply ke sana,” ucap Meyliana.
Ia menjelaskan sebenarnya anak magang Binus sudah terserap ke pemerintahan. Contohnya ke Istana Negara melalui Sekretarian Negara. Melalui MoU khusus antara Binus dengan lembaga ini, total sudah ada puluhan mahasiswa Binus yang magang di sana.
“Kami placement mahasiswa untuk magang itu dalam satu tahun ajaran itu ada sampai 4000-5000 anak didik. Dari jumlah itu, ada sekitar ratusan anak magang kami yang ditempatkan di pemerintahan,” ujar Meyliana.
Sementara itu, kata dia, hingga saat ini ada sekitar 1000 perusahaan yang aktif bekerja sama dengan Binus untuk program internship atau magang. Namun dari jumlah itu belum semuanya masuk ke BIPP.
Sebagai informasi dalam pelaksanaan BIPP 2019 di Medtown Bangkok Hotel, Thailand, Sabtu (13/4/2019) ini, Binus mengundang para owner dan perwakilan dari industri yang ikut BIPP.
Mereka di ajak ke sana untuk berdiskusi terkait pelaksanaan BIPP yang sudah berjalan di perusahaannya. Binus pun meminta masukan dan saran kepada mereka terkait pelaksanaan BIPP itu.