Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pascakerusuhan 22 Mei, UGM Serukan Pesan Damai

Kompas.com - 25/05/2019, 16:22 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com — Aksi massa yang berakhir rusuh 21-22 Mei lalu menimbulkan keprihatinan di kalangan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM). Merespons hal itu, dosen UGM mengirim pesan damai dan menyerukan elite politik dan seluruh elemen bangsa mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa.

“Kami para dosen UGM menyerukan kepada para pihak, baik para elite politik maupun elemen masyarakat, untuk kembali mengedepankan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945. Marilah kembali ke nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan,” kata Rektor UGM Prof Panut Mulyono saat menyampaikan deklarasi pesan persatuan dan perdamaian di Balairung, Gedung Pusat UGM, Jumat (24/5/2019).

Dalam pembacaan pesan perdamaian ini, Rektor didampingi Prof Koentjoro (Ketua Dewan Guru Besar), Prof Sigit Riyanto (Dekan Fakultas Hukum), Prof Mohtar Mas'oed (Guru Besar Fisipol UGM), Rimawan Pradiptyo dan Fahmi Radhi (ekonom UGM).

Berpihak pada kepentingan bangsa

Seperti diwartakan laman resmi UGM, dalam pembacaan pesan perdamaian tersebut Rektor UGM mengajak seluruh elemen masyarakat bersama-sama menanggalkan sebutan yang kurang patut kepada pihak yang memiliki aspirasi dan preferensi politik berbeda.

Baca juga: Guru Besar Se-Indonesia Serukan Damai Pasca-Pemilu 2019

 

Selanjutnya, dia juga mengajak masyarakat meninggalkan penyebaran berita bohong dan saling mendiskreditkan antar-anak bangsa. “Marilah kembali kita bersatu, menjunjung persatuan dan kesatuan serta menjunjung integritas untuk bersama-sama membangun Indonesia,” ujarnya.

Sigit Riyanto mengatakan, beberapa proses tahapan penyelenggaraan pemilu sudah selesai dengan penetapan pemenang pilpres dan pileg oleh KPU.

Namun, pascapengumuman, menurut Sigit, ada aksi massa yang berakhir rusuh sehingga ia prihatin atas kondisi tersebut. “Saya kira ada upaya untuk mengganggu ketertiban dan upaya melakukan pelanggaran hukum yang sangat meresahkan,” katanya.

Selain itu, ia mengimbau semua pihak menuruti koridor hukum, menjauhkan sikap anarkistis dan menjauhkan upaya menghalalkan segala cara. “Kembali pada jati diri bangsa dan berpihak pada kepentingan bangsa,” katanya.

Dampak kabar bohong

Mohtar Mas'oed mengatakan, perbedaan pilihan politik dan identitas dalam berpolitik merupakan hal wajar. Namun, sebaiknya elite politik tidak menjadikan perbedaan identitas untuk memobilisasi massa, apalagi menjurus sikap agresif dan anarkistis.

“Pelajaran kita ke depan, mobilisasi mesti dikurangi dan dihilangkan meski identitas tidak bisa dihilangkan, tetapi jangan dimobilisasi,” ujarnya.

Koentjoro menilai kerusuhan yang terjadi pada aksi massa di Ibu Kota dan di beberapa daerah disebabkan penyebaran berita bohong di media sosial.

“Informasi beredar dengan cepat kadang memunculkan pemahaman yang salah, diserap dan dimaknai secara berbeda,” katanya.

Keprihatinan akademisi

Pengamat ekonomi kerakyatan UGM, Fahmi Radhi, mengusulkan agar tidak terjadi polarisasi selama pemilu. Pemerintah dan DPR perlu mengevaluasi UU Pemilu. “Karena dari UU ini muncul hanya dua pasang calon yang menyebabkan polarisasi terjadi dalam waktu lama,” katanya.

Rimawan Pradiptyo, salah satu dosen penggagas pesan damai, mengatakan, pesan damai disampaikan para dosen UGM ini sebagai bentuk keprihatinan para akademisi.

“Pernyataan ini dibuat dari hasil diskusi 180 dosen di grup daring selama kurang dari 48 jam. Hal ini menunjukkan besarnya atensi dosen terhadap situasi aksi massa kemarin dan berharap pemerintah dan aparat segera menetralkan situasi,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com