Atma Jaya Jakarta: Literasi Data Masih Rendah dalam Pemilu 2019

Kompas.com - 02/06/2019, 21:09 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Atma Jaya Institute of Public Policy (AJIPP) menggelar diskusi mengenai penerapan teknologi dalam pelaksanaan dan pengawasan pemilu di Universitas Atma Jaya Jakarta (29/5/2019).

“Saat ini media banyak membahas mengenai dinamika politik pemilu, jarang yang membahas mengenai teknologi dalam pemilu. Padahal saat ini kita sedang mengalami revolusi industri 4.0, sehingga topik ini sangat penting untuk didiskusikan,” ujar Edbert Gani Suryahudaya, direktur AJIPP.

Forum diskusi turut mengundang Elina Ciptadi, salah satu co-founder kawalpemilu.org dan Surya Tjandra dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya dan juga politisi PSI.

Kawalpemilu.org merupakan situs pengawasan penghitungan pemilu yang dikelola masyarakat awam dan mengandalkan data berupa foto lembar C1 yang diambil relawan.

Penghitungan milik bersama

“Yang unik dari Indonesia adalah proses hitung suara pemilu di awal. Ketika suara pemilu sedang dihitung di masing-masing TPS, disaksikan oleh masyarakat dan ditentukan sah atau tidak juga bersama-sama. Ini menarik, menjadikan penghitungan suara pemilu milik bersama,” papar Elina Ciptadi.

Baca juga: “Atma Jaya Student Award 2019: Mendorong Inovasi dan Kepekaan Sosial

“Saat ini kita menunggu sebulan untuk mengetahui hasil pemilu. Bayangkan jika proses penghitungan setelah TPS, pelaporan, tabulasi, dan rekapitulasi dilakukan secara otomatis dengan komputer. Berapa banyak sumber daya yang bisa kita hemat?” tantang Elina.

Surya Tjandra kemudian memberikan suntikan diskusi menarik bahwa belum adanya dasar hukum yang kuat untuk penghitungan suara pemilu menggunakan teknologi.

Adanya kawalpemilu menunjukkan masyarakat awam pun bisa mengawasi jalannya pemilu dengan memanfaatkan teknologi.

Antusiasme masyarakat juga tinggi untuk ikut berpartisipasi. Dalam pemilu 2019, terdapat lebih dari 40.000 relawan, 750 moderator, dan 1,3 juta web visitor kawalpemilu.

Literasi data masih rendah

“Antusiasmenya tinggi, tapi tingkat literasi data di Indonesia masih rendah. Dalam beberapa kasus, ada masyarakat yang masih menanyakan kesimpulan hasil pemilu, padahal semua data sudah dipublikasikan di situs KPU dan kawalpemilu," ujar Surya.

Ia menambahkan, ”Literasi data menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan tanggung jawab bersama."

Surya kemudian menggarisbawahi salah satu hal perlu dipertimbangkan dalam pengawalan pemilu, “Proses digitalisasi sangat baik. Ya artinya iya, tidak ya tidak. Tidak ada daerah abu-abu. Tetapi dalam pelaksanaan pemilu, ada pengaruh sentimen dalam pemilu yang tidak bisa ditangkap oleh teknologi."

Ia menyontohkan, "Sejak 2014, politik identitas lahir di Indonesia dan sangat mempengaruhi proses pemilu kita. Bagaimana cara mengawasi dan mengantisipasinya?”

Pengawasan selain penghitungan

Untuk pemilu berikutnya, Elina menyatakan tidak ada rencana memformalisasi kawalpemilu. “Personil kami memiliki pekerjaan lain selain dari kawalpemilu. Akan menjadi sulit pengelolaannya jika kawalpemilu dijadikan organisasi resmi," tegas Elina.

Ia menambahkan, "Selain itu, karena personil kami sukarela, semua kegiatan dilakukan dengan hati senang.”

Untuk pemilu selanjutnya, Surya juga menyarankan diadakannya pengawasan proses pemilu lain selain penghitungan.

Pengawasan pemilu memang belum sempurna. Terlepas dari berbagai perhatian tersebut, tidak dapat dipungkiri kawalpemilu merupakan angin segar dalam pemanfaatan teknologi dalam pemilu Indonesia.

Situs ini juga membuktikan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam mengawasi proses demokrasi di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau