KILAS

BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Binus

Dukung Percepatan Revolusi Industri 4.0, Instansi Pendidikan Punya Peran Penting

Kompas.com - 02/07/2019, 08:55 WIB
Alek Kurniawan,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pada saat dunia sedang berlomba-lomba untuk mengembangkan berbagai teknologi canggih seperti artificial intelligence atau kecerdasan buatan, Indonesia justru berjalan lambat dalam pengaplikasiannya.

Studi yang dilakukan Microsoft bersama International Data Corporation (IDC) mencatat  Indonesia masih terbilang minim dalam pengadopsian teknologi tersebut.

Survei bertajuk “Future Ready Business: Assessing Asia Pacific’s Growth Potential Through AI” ini membuktikan hanya sekitar 14 persen perusahaan di Indonesia yang telah benar-benar mengadopsi AI.

Melansir Kompas.com, Selasa (12/3/2019), survei ini telah mengambil sampel dari perusahaan di sektor industri agrikultur, otomotif, pendidikan, kesehatan, manufaktur, ritel, telekomunikasi, media, jasa keuangan, pemerintah dan layanan jasa.

Salah satu alasan yang membuat pengimplementasian AI masih kurang masif adalah adanya kekhawatiran akan hilangnya beberapa pekerjaan yang direbut oleh mesin.

Baca jugaBagaimana "Artificial Intelligence" Mengubah Dunia Konstruksi?

Selain paradigma negatif itu, terdapat tiga tantangan lain yang dihadapi untuk mendorong perusahaan menggunakan AI. Ketiga hal tersebut adalah kepemimpinan, keterampilan atau skill dan budaya.

Terkait kepemimpinan, ternyata masih banyak pemimpin bisnis yang masih belum berkomitmen untuk berinvestasi teknologi AI.

Kemudian, masalah perbedaan budaya. Data survei tersebut mengatakan beberapa perusahaan masih memegang teguh budaya kerja yang lama. Misalnya, beberapa perusahaan masih berorientasi pada peran individu dibandingkan teknologi AI.

Terakhir, masih minimnya skill yang dimiliki masing-masing individu untuk pengoperasian AI. Sebenarnya, untuk mengatasi permasalahan yang terakhir ini instansi pendidikan punya peran penting. Utamanya dalam implementasi literasi teknologi dalam setiap pembelajaran di kelas.

Ilustrasi artificial intelligenceSHUTTERSTOCK Ilustrasi artificial intelligence

Peran instansi pendidikan

Sebagai informasi, dalam menghadapi revolusi industri 4.0 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) telah mengeluarkan peraturan tentang implementasi tiga literasi baru.

Ketiga implementasi yang harus dimiliki oleh semua lulusan perguruan tinggi itu di antaranya literasi data, literasi interaksi manusia dan literasi teknologi.

Mengenai hal tersebut, salah satu perguruan tinggi di Indonesia, Bina Nusantara University (Binus) sudah mempunyai skema khusus untuk menerapkan ketiga literasi baru ini dalam mata kuliah universitas.

Baca jugaSudah Era Revolusi Industri 4.0, Awas Jangan Salah Pilih Program Studi!

Vice President of Binus Higher Education George Wijaya Hadipoespito menjelaskan, mata kuliah universitas adalah mata kuliah yang diajarkan pada semua program studi (prodi) di Binus.

“Implementasi tersebut masuk pada mata kuliah Entrepreneurship yang memiliki enam Satuan Kredit Semester (SKS) dan muatan teknologi era revolusi industri 4.0, seperti AI, Robotic, Big Data, Cloud Computing, Internet of Thing (IoT), Security, Augmented Reality, dan Blockchain,” jelasnya.

George melanjutkan, mata kuliah Entrepreneurship ini akan menggabungkan antara mahasiswa Information Technology (IT) dan mahasiswa non-IT dalam satu kelas.

“Diharapkan nantinya mereka akan dapat bekerja sama dalam satu grup untuk pemahaman bersama sehingga tiga literasi baru dan muatan teknologi industri 4.0 akan dimiliki oleh semua lulusan BINUS untuk menghadapi era baru,” ujar George.

Ilustrasi laboratoriumSHUTTERSTOCK Ilustrasi laboratorium

Laboratorium industri 4.0

Untuk mendukung suksesnya pembelajaran mata kuliah ini, Binus juga menyiapkan fasilitas terkait laboratorium industri 4.0. Laboratorium ini akan menggabungkan semua teknologi dalam revolusi industri 4.0 dalam satu ruangan besar yang dapat digunakan oleh semua prodi.

Pengadaan laboratorium ini dilakukan Binus dengan melakukan kerja sama antar-industri. Seperti pengadaan laboratorium IoT dengan PT Indosat Ooredoo, pengadaan laboratorium AI dengan NVidia, serta pengadaan laboratorium cloud yang sedang dalam pembahasan dengan Amazon Web Services (AWS).

“Kerja sama ini kami lakukan dengan tujuan strategic partnership yang sama-sama menguntungkan. Hal ini karena kami memiliki lima outcome yang menjadi komitmen bersama, yaitu create talents, create patent/copyright/paper, create startup, create certification, dan create knowledge (dalam hal menyelenggarakan seminar atau pelatihan),” jelas George.

Selain penyiapan laboratorium dan kurikulum yang mendukung revolusi industri 4.0, Binus juga telah mengubah kurikulum pada program sarjana dengan metode 3+1.

Baca juga: Menyelisik Peran Milenial Majukan Pariwisata Indonesia…

Metode ini berarti tiga tahun belajar di dalam kampus dan satu tahun belajar di luar kampus atau disebut juga dengan istilah enrichment program (program pengayaan).

George mengatakan, ada lima opsi progam pengayaan yang bisa mahasiswa pilih, di antaranya internship atau magang, entrepreneurship atau mengembangkan startup, riset, community development, dan study abroad.

“Selain itu, saat ini kami juga telah membuat Binus Digital yang menjadi tumpuan kami dalam mengadopsi dan mengimplementasikan teknologi terkini,” pungkasnya.

Dengan penerapan beberapa sistem di atas, diharapkan Indonesia dapat segera melakukan percepatan untuk mengimplementasikan teknologi pada industri.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com