Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Anggaran dan Harmonisasi Masih Jadi "Batu Sandungan" PPDB

Kompas.com - 02/07/2019, 18:52 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Ramai soal PPDB 2019 dan sistem zonasi mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengangkat tema "Di Balik Kebijakan Zonasi" dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Acara menghadirkan beberapa narasumber terkait kebijakan ini, antara lain; Chatarina Muliana Girsang (Staf Ahli Mendikbud), Heri Nurcahya Murni (Staf Ahli Mendagri), Hetifah Sjaifudian (Wakil Ketua Komisi X DPR RI), dan Ahmad Su'adi (Anggota Ombudsman RI).

Terkait soal PPDB dan zonasi ini sebelumnya Presiden Jokowi menyampaikan tidak menutupi memang banyak permasalahan perlu dievaluasi dari penerapan sistem zonasi di PPDB pada tahun ajaran kali ini dibandingkan dengan sebelumnya.

Presiden Jokowi mengatakan di lapangan memang banyak masalah harus dievaluasi. "Tanyakan kepada Menteri Pendidikan. Memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi, tapi tanyakan kepada Menteri Pendidikan," kata Jokowi seusai menyerahkan 3.200 sertifikat di GOR Tri Dharma, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019).

Kebijakan anggaran daerah

"Kewajiban penyediaan akses pada layanan pendidikan sebagai layanan dasar merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah yang diamanatkan pada Undang-Undang Pemerintah Daerah. Bahkan APBD itu harus diprioritaskan penggunaannya untuk pendidikan sebagai layanan wajib," jelas Chatarina Staff Ahli Mendikbud bidang Regulasi.

Baca juga: Bima Arya Duga Ada Praktik Jual Beli Surat Domisili Dalam Sistem Zonasi PPDB

Landasan sosiologis yang mendasari penerapan kebijakan zonasi diantaranya adalah adanya fakta ketimpangan atau kesenjangan pendidikan antardaerah. Kemudian belum meratanya kualitas dan kuantitas sekolah, khususnya dalam sarana prasarana dan guru. 

Hal senada didorong Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Hetifah Sjaifudian. Ia menyoroti perlunya komitmen anggaran pendidikan, khususnya di daerah.

Menurut catatan Komisi X DPR RI, baru 18 provinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Selama ini, anggaran pendidikan yang berasal dari pusat digunakan untuk memperbaiki tiga masalah utama, di antaranya sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, dan ketersediaan dan peningkatan mutu guru.

Namun, perlu diketahui masyarakat bahwa sebagian besar anggaran tersebut ditransfer ke daerah. Sementara Kemendikbud mendapatkan alokasi anggaran pendidikan sekitar 7 persen dari total 20 persen. 

"Jika disalurkan dengan tepat dan baik, maka akan menghilangkan soal sekolah favorit dan tidak favorit itu," tegasnya. 

Harmonisasi kebijakan pusat - daerah

Terkait implementasi kebijakan PPDB dan zonasi, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Su'adi memberikan catatan khusus, "Beberapa Kepala Daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut."

Penerapan kebijakan zonasi sebagai bentuk upaya peningkatan pemerataan akses pendidikan yang berkeadilan hendaknya dapat ditindaklanjuti Pemda dengan pemerataan fasilitas dan akses.

"Yang penting sekarang ini agar masalah terkait disinformasi dan tidak adanya peta zonasi agar segera diselesaikan. Tanpa harus mengubah sistem zonasinya sendiri," kata Ahmad Su'adi. 

Ombudsman berharap agar koordinasi Kemendikbud dan Kemendagri semakin baik. Sehingga penerapan PPDB berbasis zonasi tidak lagi bermasalah. "Ini 'kan program pemerintah, bukan hanya Kemendikbud," ujarnya.

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Heri Nurcahya Murni, mengajak semua pihak turut mengawasi kebijakan zonasi. Dibutuhkan komitmen berbagai pihak untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas.

"Negara wajib hadir untuk memberikan pelayanan bidang pendidikan, dari PAUD (pendidikan anak usia dini), sampai dengan pendidikan menengah. Kemudian penerapan SPM (standar pelayanan minimal) pendidikan untuk menjamin tidak ada lagi warga negara usia sekolah yang tidak sekolah. Karena wajib belajar 12 tahun merupakan tekad kita bersama," tutur Heri Nurcahya Murni.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com