Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nusantara di Simpang Jalan dan Kegelisahan Seorang Pemimpin

Kompas.com - 06/07/2019, 12:07 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) bekerja sama dengan President University menerbitkan buku ke-6 karya SD Darmono berjudul "Bringing Civilizations Together: Nusantara di Simpang Jalan".

Buku ini membahas mengenai manusia, etika, teknologi, politik, dan elemen-elemen kehidupan lain yang kemudian diikat dalam satu pembahasan terkait peradaban. 

Dalam buku ini SD Darmono memilih suatu istilah teknis, "human processing factory",  untuk mempertegas gagasannya: membina manusia adalah kunci peradaban.

Peluncuran buku dilakukan dalam acara launching dan bedah buku di Menara Batavia, Jakarta (4/7/2019) menghadirkan narasumber di antaranya; Prof. Djoko Santoso (mantan Rektor UI), Marzuki Alie (mantan ketua DPR RI), Abdul Wahid Maktub (Staf Khusus Menristekdikti), dan Sugiarto (Direktur Utama PT Jababeka) dengan moderator Prof. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah.

Pengetahuan dan etika

Inti dari buku "Bringing Civilizations Together" menurut Candra Gautama Editor KPG  tertuang sejak kalimat pertamanya. "Peradaban berawal dari cinta, yaitu 'cinta akan kebijaksanaan' dan 'cinta akan pengetahuan'" ujar Chandra dalam awal sambutan.

Ia menjelaskan dalam konteks lebih praktis, kedua cinta tersebut kemudian menjelma jadi etika, akhlak, moral, atau keluhuran budi. 

Baca juga: Hidupkan Buku dengan Berlari, Paperun 2019 Salurkan Donasi ke 68 Rumah Baca

"Seluruh kiprah Darmono kita lihat berawal dari kebijaksanaan berlandaskan pengetahuan. Kebijaksanaan dibutuhkan untuk membangun bangsa, membangun peradaban," tambahnya.

Chandra melanjutkan, "Kebijaksanaan tertinggi seorang manusia sebenarnya tak lain adalah cinta kasih. Metta kalau dalam istilah Buddha. Wujudnya melayani orang lain. Dan inilah yang melandasi S. D. Darmono dalam menulis buku dan bekerjanya."

Kegelisahan pemimpin

Marzuki Ali, mantan ketua DPR RI 2009-2014 dari Partai Demokrat menyebut buku ini dapat menjadi buku yang menginspirasi siapa pun yang mau jadi pemimpin.

"Siapa yang ingin jadi pemimpin harus paham kebijakan yang didasarkan pada etika, akhlak, dan moral. Tiga hal itu jadi tonggak, dan ilmu pengetahuan memberi nilai untuk mewujudkan kepentingan bangsa." ujar Marzuki Alie.

Hal senada disampaikan Abdul Wahid Maktub (Staf Khusus Menristekdikti) yang menilai apa yang dituangkan SD Darmono dalam bukunya merupakan "kegelisahan" anak bangsa dan kemudian menggali kegelisahannya tentang peradaban manusia untuk kemudian menuliskan resep suksesnya.

"Cita-citanya besar untuk Indonesia bisa menjadi negara adidaya suatu saat nanti. Maka itu, Darmono mencari resepnya agar kita bisa bersaing, bahkan menyalip atau mengungguli negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan China." ujar Abdul Wahid Maktub.

Djoko Santoso mantan Rektor UI menyampaikan pemikiran SD Darmono yang secara spiritual itu kokoh, ternyata bisa menghasilkan produk-produk yang besar dan bisa dinikmati orang lain. "Itulah makna dari budi luhur," ujar Djoko Santoso.

Nusantara di simpang jalan

Jelang akhir acara, penulis "Bringing Civilizations Together" SD Darmono menyampaikan setiap bangsa akan selalu dihadapkan pada momen 'persimpangan jalan' yang akan menentukan arah masa depan, termasuk Indonesia. 

"Indonesia adalah produk keajaiban sejarah. Keajaiban itu bisa dilihat dari berbagai peristiwa bersejarah masa lalu seperti perang kemerdekaan '45, badai G30S '65, dan krisis ekonomi '98," tulis SD Darmono dalam bukunya.

Ia menyampaikan jika dicerna menurut pikiran biasa, mungkin 3 peristiwa di atas harusnya telah menenggelamkan "kapal besar Indonesia". "Tetapi karena ada keajaiban yang menyertainya, 'kapal besar' Indonesia tetap berlayar di lautan luas tanpa tersesat," lanjutnya.

Pascapemilu SD Darmono menyampaikan harapannya kepada Presiden Joko Widodo untuk berani mengambil keputusan dan berani menghadapi demi masa depan bangsa ini. "Berkaca pada kenyataan saat ini, optimisme tinggi patut digelar menghadapi masa depan," lanjutnya.

"Manusia Indonesia harus kembali pada khitahnya: melawan bagian dirinya yang menjajah diri sendiri. Jangan sampai 'rahwana' dalam diri kita ini dibiarkan begitu saja bergentayangan dan tak bisa dikendalikan," tutupnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com