Kompas.com - 24/07/2019, 08:45 WIB
Alek Kurniawan,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Dari keterbatasan, bisa muncul ide-ide brilian. Begitulah mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan entrepreneur muda berusia 24 tahun, Yasa Singgih.

Bila waktu ditarik mundur ke belakang pada saat ia berusia 19 tahun, Yasa, begitu panggilan akrabnya, tak menyangka kalau bisnis sepatunya bisa sebesar sekarang.

Pada usia tersebut, bahkan Yasa harus memutar otak untuk membiayai kuliahnya.

“Tahun 2014 ayah pensiun dari kantor dan saya harus mengambil tanggung jawab untuk membiayai kuliah sendiri,” ungkap Yasa kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (10/7/2019).

Dari sana, terlintas keinginan Yasa membuka bisnis untuk mendapatkan uang sendiri.

Kebetulan, lanjut dia, ayahnya pensiun dari perusahaan sepatu setelah mengabdi selama 25-30 tahun.

“Saya melihat ayah saya punya pengalaman yang banyak di industri sepatu. Nah, dari sana terlintas untuk mencoba membuka bisnis sepatu,” ungkap Yasa mengenang masa itu.

Namun, kendala mulai muncul saat ia hendak memulai bisnis, yakni tidak adanya modal memproduksi sepatu. Jangankan modal, untuk membiayai kuliahnya saat itu pun ia tampak kesulitan.

Beruntungnya, Yasa sempat diperkenalkan dengan beberapa produsen sepatu yang pernah menjadi rekanan ayahnya.

Dari sana, ia mulai memutar otak agar bisnisnya ini tetap berjalan walau tanpa modal sepeser pun.

Lalu, ia mendapatkan ide untuk terlebih dahulu berutang kepada produsen sepatu. Selanjutnya, Yasa akan membayar di kemudian hari saat sepatunya telah terjual.

“Awalnya hanya mengambil produk sepatu dari produsen karena tidak mempunyai modal. Namun, lama-kelamaan (setelah ada tabungan modal dari keuntungan yang didapat) saya terpikir untuk memproduksi sepatu dengan desain sendiri,” jelasnya.

Ia pun terpikir untuk membuat sepatu khusus pria yang berkualitas, terjangkau harganya, dan memiliki value yang sangat gentle.

“Dari sana lah awal mula Men’s Republic,” ujar Yasa.

Ilustrasi pabrik sepatuSHUTTERSTOCK Ilustrasi pabrik sepatu

Penghargaan Forbes

Setelah satu tahun menjalani bisnis sepatu, Yasa pun mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi di tingkat entrepreneur muda.

Beberapa di antaranya menjadi juara satu wirausaha muda mandiri nasional kategori mahasiswa kreatif pada 2015, menjadi tokoh nyata film dokumenter pemimpin muda bisnis dari Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI) pada 2015, serta Marketeers Youth of the Year pada 2016 oleh Mark Plus.

Lalu, penghargaan yang paling membanggakan lainnya adalah terpilihnya Yasa sebagai daftar finalis “30 Under 30 Asia” dari majalah Forbes.

Asal tahu saja, ada beberapa kriteria yang cukup ketat untuk bisa masuk pada daftar tersebut.

“Ada tiga kriteria, yakni the most promising (orang-orang yang menjanjikan), daring enteprenuer (wirausaha yang nekat), dan future leaders (pemimpin masa depan),” kenang Yasa.

Kendati demikian, ia mengungkapkan tidak ada ekspektasi sebelumnya masuk ke dalam daftar tersebut. Bahkan, ia tidak pernah mendaftarkan namanya pada majalah Forbes.

Namun, sedikit banyaknya penghargaan itu membuat nama Yasa Singgih menjadi dikenal publik sebagai salah satu pengusaha muda sukses.

Ilustrasi program sosialSHUTTERSTOCK Ilustrasi program sosial

Program sosial

Saat ini Men’s Republic sudah berdiri selama lima tahun dan telah mempunyai konsumen dari berbagai daerah seluruh Indonesia.

Namun, hal tersebut tak membuat Yasa berpuas diri. Ia ingin lebih mengepakkan sayapnya untuk merambah bisnis lainnya.

“Pada tahun ini kami baru meluncurkan produk baru dengan nama Women’s Republic. Pada dasarnya masih satu lingkup, yakni dunia fashion dan lifestyle, tapi produk ini khusus melayani konsumen wanita,” ujar Yasa Singgih.

Selain dikenal pribadi yang pekerja keras, Yasa Singgih juga dikenal sebagai orang yang memiliki jiwa sosial tinggi.

Hal ini tercermin dari Men’s Republic yang setiap tahunnya mempunyai program sosial untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

“Kami setiap tahun punya program menjual 10.000 pasang sepatu. Nantinya, sebagian dari hasil penjualan tersebut kami sumbangkan ke Rumah Singgah Saab Shares yang ada di Jakarta,” ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan saat ini Men’s Republic juga tengah mendesain program sosial lainnya yang akan dijalankan dua sampai tiga bulan mendatang.

“Pada project ini kami berkolaborasi dengan satu organisasi sosial dan salah satu artis. Di project itu kami akan menjual sepatu yang semua keuntungannya disumbangkan ke organisasi sosial di luar Pulau Jawa,” jelasnya.

Organisasi tersebut, lanjut Yasa, fokus untuk membantu anak-anak yang biasa bersekolah tanpa menggunakan sepatu.

“Program ini akan menjadi project prototype kami. Kalau lancar, kami akan membuat satu yayasan untuk sebagian keuntungan kami membantu anak-anak di pulau lain,” tuturnya.

Ilustrasi profesional mudaSHUTTERSTOCK Ilustrasi profesional muda

Cara bersikap di dunia kerja

Tentu apa yang dicapai Yasa kini bukan hanya bermodal semangat pantang menyerah dan kekuatan jaringan. Ada peran besar pendidikan yang membuatnya bisa sampai pada tahap sekarang.

Dalam meraih kesuksesannya, Yasa mengatakan bahwa ia cukup terbantu dengan pembelajaran yang ia terima sewaktu menempuh studi di Bina Nusantara University (Binus).

“Satu mata kuliah yang paling membantu saya waktu itu adalah Professional Image & Acting (PIA). Di mata kuliah tersebut kami (mahasiswa) mempelajari bagaimana cara bersikap di dunia kerja,” imbuh Yasa.

Asal tahu saja, Binus juga memiliki satu mata kuliah wajib bagi seluruh mahasiwanya, yakni Entrepreneurship.

Vice President of Binus Higher Education George Wijaya Hadipoespito menjelaskan, mata kuliah universitas adalah mata kuliah yang diajarkan pada semua program studi (prodi) di Binus.

“Implementasi mata kuliah Entrepreneurship memiliki enam Satuan Kredit Semester (SKS) dan muatan teknologi era revolusi industri 4.0, seperti AI, Robotic, Big Data, Cloud Computing, Internet of Thing (IoT), Security, Augmented Reality, dan Blockchain,” jelasnya.

Mata kuliah Entrepreneurship ini, lanjut George, akan menggabungkan antara mahasiswa Information Technology (IT) dan mahasiswa non-IT dalam satu kelas.

“Diharapkan nantinya mereka akan dapat bekerja sama dalam satu grup untuk pemahaman bersama sehingga muatan teknologi industri 4.0 akan dimiliki oleh semua lulusan Binus untuk menghadapi era baru,” ujar George.

Dengan demikian, Indonesia ke depannya bisa melahirkan entrepreneur muda yang sesuai zaman, memiliki jiwa sosial tinggi, serta memiliki attitude yang baik.


komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com