JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana diberlakukannya kebijakan penugasan rektor asing di sejumlah universitas di Indonesia bergulir sejak akhir Juli 2019.
Isu ini pertama kali muncul saat Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir, melalui rilis resmi di laman Kemendikbud memunculkan wacana impor rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi dalam negeri.
Rencananya, wacana ini akan mulai diujicobakan pada tahun 2020 dan semakin digalakkan pada 2020.
“Kita baru mapping-kan, mana yang paling siap, mana yang belum dan mana perguruan tinggi yang kita targetkan (rektornya) dari asing. Kalau banyaknya, dua sampai lima (perguruan tinggi dengan rektor luar negeri) sampai 2024. Tahun 2020 harus kita mulai," kata Nasir melalui rilis Kemendikbud, 26 Juli 2019.
Gagasan ini muncul dengan harapan dapat meningkatkan peringkat perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia di tingkat internasional.
Bukan hanya Indonesia, menempatkan rektor WNA juga disebutnya sudah banyak dilakukan oleh negara-negara lain dan terbukti berdampak signifikan terhadap daya saing universitas dan mahasiswanya di kancah global.
Salah satu contohnya, Nanyang Technological University (NTU) Singapura yang sudah berdiri selama 38 tahun, saat ini masuk dalam jajaran 50 besar perguruan tinggi terbaik di dunia.
Wacana ini kemudian memunculkan pro dan kontra.
Pro dan kontra itu salah satunya disampaikan melalui media sosial seperti Twitter.
Salah satunya oleh akun @_ayakumii yang menyebut peningkatan ranking perguruan tinggi membutuhkan proses dan waktu, bukan dengan jalur pintas mendatangkan rektor asing.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.