Orangtua Diajak Jadi "Induk Lumba-lumba", Apa Maksudnya?

Kompas.com - 06/08/2019, 08:34 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Shimi Kang, penulis buku "Dolphin Way; A Parents Guide to Raising Happy, Healthy and Motivated Kids Without Turning Into a Tiger dari Harvard Medical Doctor (AS), membagi pola asuh orangtua dalam beberapa analogi.

Orangtua dengan pola "pengasuhan harimau" cenderung menghasilkan anak-anak yang justru tergantung pada orangtua dan tidak mengembangkan pikiran mereka sendiri.

Mereka sulit beradaptasi dengan kesulitan hidup, sulit mengambil keputusan dan berisiko tinggi untuk depresi.

Sebaliknya dengan gaya "pengasuhan ubur-ubur", orangtua jenis ini tidak mengawasi secara ketat anak-anaknya.

Akibatnya anak mereka mungkin tampak lebih percaya diri, tapi tanpa aturan sehingga memiliki kinerja sosial dan akademik yang miskin. Mereka tumbuh kurang disiplin, dan enggan mengikuti aturan, sehingga rentan mengonsumsi narkoba dan alkohol.

"Pola asuh lumba-lumba"

"Cobalah mengikuti cara ikan lumba-lumba (dolphin). Induk lumba-lumba bukanlah tipe hewan yang mengasuh anaknya secara terus-menerus. Mereka akan mendorong anaknya untuk berani, mandiri, dan kreatif dalam menangkap buruannya," jelar Kang seperti dikutip dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud.

Baca juga: Kata Warren Buffett, Ini Kesalahan Orangtua saat Ajarkan Keuangan pada Anak

Kang menjelaskan, "Untuk menjalin hubungan yang erat, mereka akan menyampaikan sonar sebagai sinyal jarak jauh yang menginformasikan satu sama lain baik-baik saja."

Kendati terkesan membebaskan, induk lumba-lumba sebenarnya memberi kontrol dan batasan. Sehingga anak bisa bebas berekspresi dan di sisi lain punya kemandirian, tanpa melanggar batas.

”Cara mendidik lumba-lumba adalah keseimbangan, namun tetap memberi figur orangtua, sehingga anak tahu dimana batasan mereka,” kata Kang lebih lanjut.

3 unsur utama pengasuhan

Berikut 3 unsur utama dalam "pola asuh lumba-lumba": 

1. Dalam pola asuh lumba-lumba, orangtua melakukan pendekatan intuitif dengan melakukan pembimbingan dan menerapkan pola hidup sehat untuk membantu anak-anak mengembangkan kontrol internal dan motivasi diri.

2. Dalam mengasuh anak dengan cara lumba-lumba, hubungan orangtua dan anak berjalan seimbang dan berwibawa, dan terciptanya gaya hidup seimbang, termasuk kembalinya apa yang dibutuhkan anak-anak, yakni bermain dan beksplorasi, dan bergaul. Ini adalah hal-hal yang dilakukan lumba-lumba setiap hari agar mereka tetap sehat, bahagia, dan termotivasi.

3. Menurut Kang, lumba-lumba adalah hewan yang sangat penasaran, komunikator yang hebat, sangat sosial, dan berpikiran masyarakat. ”Mereka mudah beradaptasi dan suka bermain tetapi juga kuat dan ganas ketika mereka perlu,” katanya.

Tantangan era digital

 

Kang membandingkan cara mendidik lumba-lumba tersebut dengan orangtua masa kini. ”Manusia seringkali menyerahkan tanggung jawab mendidik pada sekolah, pengasuh atau bahkan gadget dan itu berbahaya,” katanya. 

Kang menyadari, pengasuhan abad ke-21 ini terpicu persaingan global dan pasar kerja yang tidak stabil. Sehingga memunculkan pola asuh harimau yang terlalu kompetitif dan terlalu protektif pada anak-anaknya.

Untuk itu Kang meminta orangtua berhenti mengatur anak, melindungi secara berlebihan, dan menjadi terlalu kompetitif. Sebaliknya, berikan anak-anak mereka waktu dan ruang untuk mengembangkan motivasi internal mereka sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau