Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyandang Disabilitas Punya Kesempatan Raih Pendidikan Tinggi

Kompas.com - 07/08/2019, 16:43 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Semua warga negara Indonesia mempunyai kesempatan sama memperoleh pendidikan setinggi-tingginya tanpa memandang latar belakang dan kondisi fisik. Kesempatan sama juga dimiliki penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan sampai perguruan tinggi, sama halnya dengan anak-anak lain, asalkan mereka memiliki niat dan kemauan menjalaninya.

“Itu jadi tugas kita bersama bagaimana penyandang disabilitas punya kesempatan sekolah setinggi-tingginya. Bisa dengan berbagai cara, tidak harus pendidikan formal,” ujar Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati dalam Dialog Publik di Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Dialog publik tersebut mengangkat tema “ASEAN Enabling Masterplan 2025, Pengarusutamaan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia”.

Baca juga: Menjajal Jangkau, Aplikasi Buatan Ahok untuk Bantu Manula dan Disabilitas

Vivi menambahkan, para penyandang disabilitas juga bisa mengikuti pendidikan informal, seperti paket A, B, dan C, sehingga mereka mempunyai sertifikat yang setinggi-tingginya serta memiliki kemampuan dan keterampilan untuk bisa bekerja di sektor formal.

Cara pandang inklusi

Menurut dia, dengan begitu pembangunan inklusif bisa berjalan sesuai diharapkan. Pembangunan inklusif itu bukan berarti harus menciptakan suatu kekhususan, melainkan para pihak yang melakukan pembangunan harus memiliki cara pandang hasil pembangunan bisa dinikmati semua orang.

“Misalnya jalan tidak harus dengan kaki, tapi bisa dengan kursi roda, makanya jalan harus muat kursi roda. Pengumuman di bandara yang disampaikan dengan pengeras suara, kalau yang tunarungu jadi kesulitan. Hal-hal itu yang harus terus-menerus disampaikan, terutama berkaitan dengan layanan umum supaya punya cara pandang inklusif,” imbuh Vivi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufron Sakaril menuturkan, pihaknya mendukung para penyandang disabilitas untuk bisa menempuh pendidikan setinggi mungkin sesuai kemampuan dan kemauan mereka.

Dengan demikian, nantinya kesempatan kerja pun semakin terbuka lebar karena penyandang disabilitas memiliki bekal pendidikan formal dan bersertifikat dan tidak kalah dari peserta didik dengan kondisi fisik normal.

Advokasi bersama

“Kami mendorong untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi tidak semua perguruan tinggi bisa diakses penyandang disabilitas. Masalahnya juga antara kesempatan dan kualifikasi tidak match sehingga tidak bisa diisi oleh penyandang disabilitas,” ucap Gufron.

Ia pun mengajak berbagai pihak, misalnya pemerintah, swasta, media massa, dan lembaga pendidikan, untuk ikut melakukan advokasi bersama untuk menyosialisasikan pemahaman hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia.

Sesuai keterangan tertulis PPDI, berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) tahun 2015, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sekitar 21,5 juta jiwa atau 8,56 persen dari total populasi di Tanah Air.

Di tingkat nasional, Indonesia mengalami sejumlah kemajuan dalam menjamin, memenuhi, dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Tuntaskan RPP turunan

Dialog Publik bertema ASEAN Enabling Masterplan 2025, Pengarusutamaan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia, Rabu (7/8/2019) di Jakarta.KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA Dialog Publik bertema ASEAN Enabling Masterplan 2025, Pengarusutamaan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia, Rabu (7/8/2019) di Jakarta.

Namun, tujuh Rancangan Peraturan Pemerintah yang menjadi turunannya belum selesai dirumuskan. Oleh karena itu, pemerintah bersama organisasi penyandang disabilitas terus berusaha menuntaskan pembahasan mengenai regulasi tersebut.

Undang-undang tersebut melihat penyandang disabilitas secara lebih menyeluruh, tidak hanya dari kondisi individu, tetapi juga memandang kesulitan akses dan masalah di lingkungan sosial sebagai hambatan besar untuk memenuhi hak-hak dasar mereka.

UU Nomor 8 Tahun 2016 pun menyebutkan bahwa semua sektor mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengarusutamakan isu disabilitas dalam kebijakan dan program kerja sesuai bidang masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com