Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Guru Berprestasi, Guru yang Memerdekakan

Kompas.com - 17/08/2019, 02:54 WIB
Kurniasih Budi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Jika tokoh pendidikan Paulo Freire memiliki pandangan soal pendidikan yang membebaskan, Menteri Pendidikan Kebudayaan Muhadjir Effendy punya pemikiran tentang guru yang memerdekakan.

Pada acara penganugerahan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Berprestasi dan Berdedikasi yang digelar Jumat (16/8/2019), Muhadjir secara lugas mengajak para guru untuk bisa memerdekakan orang-orang di sekitarnya dari berbagai hambatan.

Muhadjir yang mengenakan setelah jas dilengkapi dengan peci hitam itu mengimbau para guru yang telah mengikuti seleksi guru berprestasi, utamanya yang menjadi pemenang, bisa membawa dampak positif pada sesamanya.

Tak cukup memenangi kompetisi guru berprestasi dan menerima penghargaan, para guru yang hadir diminta bisa menjaga dan mengembangkan kualitas pengajaran di sekolah.

Selain itu, para guru mesti bisa menginspirasi dan menularkan prestasinya pada guru-guru lain di sekelilingnya.

“Kalau memang terpilih tapi tidak bisa membawa dampak positif, ya berarti dia hebat untuk dirinya sendiri, tapi tidak hebat untuk orang lain dan kolega guru di sekitarnya,” ujar dia di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta.

Guru berbagi

Ia pun menyoroti soal guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan para guru yang telah lulus uji kompetensi.

Para guru kategori itu, ia melanjutkan, tentu menerima gaji dan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan guru-guru honorer.

Sayangnya, para guru yang telah lulus uji kompetensi dan menerima tunjangan profesi tersebut kerap mengajukan protes apabila uang tunjangan telat diterima.

Sementara itu, ada ratusan ribu guru honorer yang menerima gaji dan tunjangan di bawah upah minimum daerah.

“Kalau tunjangan sertifikasi telat dua hari saja, langsung protes, langsung kirim protes ke menteri. Mestinya Anda bersyukur (menerima tunjangan sertifikasi), sementara ada banyak guru yang belum lulus sertifikasi. Bahkan ada 800.000 guru honorer yang tunjangannya cuma Rp 300.000,” kata dia.

Casman, guru honorer asal Jatigede, Sumedang, Jawa Barat yang telah mengajar sejak tahun 1996. Casman mengajar siswa kelas 4 SDN Ciawi, Jumat (3/5/2019) pagi. AAM AMINULLAH/KOMPAS.comKOMPAS.com/AAM AMINULLAH Casman, guru honorer asal Jatigede, Sumedang, Jawa Barat yang telah mengajar sejak tahun 1996. Casman mengajar siswa kelas 4 SDN Ciawi, Jumat (3/5/2019) pagi. AAM AMINULLAH/KOMPAS.com

Ia pun menantang para guru yang berada di ruangan itu untuk mau berbagi dan berbela rasa dengan tenaga guru honorer. Dengan langkah itu, para guru honorer bakal terbebas dari kesulitan ekonomi.

“Kalau di sini ada yang sudah dapat sertifikasi ada yang mau berbagi tunjangannya dengan guru yang honorer dan ada buktinya, saya langsung pilih sebagai guru berprestasi. Guru berprestasi itu guru yang mau berbagi,” ujarnya.

Kepedulian dan empati sesama guru, lanjut dia, dapat berdampak besar pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com