Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SCKD 2019 dan Upaya Sinergi Menjayakan Ilmu Pengetahuan Indonesia

Kompas.com - 23/08/2019, 18:57 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti (Ditjen SDID) Kemenristekdikti menggelar rangkaian Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) bertema "Bangkit dan Bersinergi, Membangun Kejayaan Ilmu Pengetahuan Indonesia di Pelataran Dunia" pada 18-25 Agustus 2019 di Jakarta.

Sebanyak 52 ilmuwan diaspora dari 18 negara hadir membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam memberikan kontribusi nyata pada negara. Sinergi ini diharapkan mampu mengakselerasi transfer keilmuan dan pengembangan penelitian untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.

Tidak kurang dari 2.500 pendaftar dari kalangan akademisi dan milenial antusias melakukan pendaftaran yang dilakukan secara daring. Kerena keterbatasan dana dan kapasitas, akhirnya jumlah peserta diseleksi menjadi sekitar 700 orang.

Bangkit dan bersinar

"Kita ingin Indonesia bangkit dalam menghasilkan SDM unggul dan Indonesia Maju. Jadi bagaimana kebangkitan kita itu melibatkan resources atau SDM yang ada seluruh dunia," jelas Dirjen SDID Kemenristekdikti Ali Ghufron (22/8/2019) terkait tema yang diangkat.

Baca juga: “Diaspora Jangan seperti Kembang Api, Harus Nyata dan Berkelanjutan”

Diaspora diharapkan mampu membantu keterbatasan riset/penelitian yang ada di Indonesia. "Jika ada keterbatasan laboratorium yang ada Indonesia, dengan adanya diaspora diharapkan bisa membantu menggunakan laboratorium yang ada di luar negeri," ujar Dirjen Gufron menyontohkan.

"Jadi (dengan adanya) diaspora yang tersebar di seluruh dunia maka ilmu pengetahuan dan ilmuwan Indonesia bisa bangkit mengembangkan dan membangun Indonesia karena tidak ada negara di dunia yang bisa berhasil tanpa ilmu pengetahuan," jelasnya.

Seperti yang disampaikan Wapres Jusuf Kalla sebelumnya, Dirjen SDID pun memberikan kebebasan kepada diaspora untuk pulang atau tetap membantu dari luar negeri. "Pulang boleh. Di sana pun boleh menjadi agen sehingga kita bisa sharing," ujar Dirjen Gufron.

Gufron menambahkan, "Kita hampir 4 tahun belakangan ini mengelola talenta-talenta luar biasa ini, khususnya dalam penguasaan teknologi. Kita telah buatkan data base dan forum sehingga bisa berdiskusi dan melakukan kuliah jarak jauh dengan universitas di Indonesia." 

 

Sinergi lintas ilmu

Sinergi ilmuwan diaspora dan Indonesia juga disampaikan Rektor ITB,  Prof. Kadarsyah Suryadi, "Beberapa perguruan tinggi seperti UGM, UI, IPB, ITB telah tergabung dalam SHERA (Sustainable Higher Education Research Alliances) dengan Amerika."

Program SHERA ini merupakan kolaborasi universitas dunia lintas negara untuk membahas berbagai masalah bersama mulai dari masalah kesehatan, ketahanan energi, masalah mobil listrik dan lainnya.

"Jadi riset kolaboratif yang kita arahkan itu difokuskan pada masalah bersama. Oleh karena itu keberadaan keberadaan dispora akan membuat menjadi networking menjadi lebih kuat dan lebih cepat masuk ke sana," ujar Prof. Kadarsyah.

Selain jejaring, diaspora juga diharapkan menjadi media lintas disiplin mengingat pemecahan masalah tidak bisa diselesaikan dari satu bidang keilmuan saja.

Rektor ITB ini juga menjelaskan, "Satu sektor tidak bisa didekati dari satu disiplin ilmu saja. Kehadiran diaspora menjadi simbol memecahkan masalah sektoral dengan lintas disiplin. Misal (masalah) energi tidak hanya satu sektor listrik saja tapi ada perminyakan teknik sipil, mekaniknya dan lainnya," jelasnya.

"Peran dan kehadiran diaspora menjadi penting dalam mempertemukan mereka yang memiliki disiplin ilmu berbeda untuk membidik bersama dengan teman-teman di dalam negeri memecahkan berbagai persoalan bangsa," tutup Prof. Kadasyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com