BrandzView
Konten ini merupakan kerjasama Kompas.com dengan ACS JAKARTA

Proyek Kreatif, Cara Jitu Tembus Persaingan Global

Kompas.com - 26/08/2019, 15:49 WIB
Hotria Mariana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – “Imagination is more important than knowledge.” - Albert Einstein.

Istilah imajinasi mengacu kepada kemampuan membayangkan atau menciptakan gambar kejadian berdasarkan kenyataan. Inilah yang disebut sebagai kreativitas.

Jika, menilik kembali kutipan Einstein di atas, ini artinya imajinasi dan kreativitas merupakan landasan dasar yang diperlukan manusia untuk mampu mengembangkan kecerdasan apa pun.

Sayangnya, tidak semua orang tua memahami bahwa anak cerdas tetap perlu melakukan kegiatan kreatif agar kecerdasannya dapat berkembang lebih baik.

Sebab, banyak universitas terkenal di dunia mensyaratkan calon mahasiswa mereka bukan hanya cerdas tapi juga terlibat dalam proyek-proyek yang menuntut kreatifitas.

Misalnya, yang dialami oleh salah seorang mahasiswa Stanford University asal Indonesia, Davyn Sudirdjo. Ia mengatakan, proyek kreatif e-Tani yang pernah digagasnya menjadi pertimbangan penting universitas tersebut dalam menerimanya.

Namun banyak sekolah yang menjadi lembaga pengembangan daya pikir, belum memfasilitasi siswanya untuk melakukan aktivitas dalam proyek-proyek seperti itu.

Padahal pada abad ke-21, anak-anak cerdas yang mempunyai berbagai pengalaman dalam bidang-bidang kreatif menjadi salah satu kebutuhan perusahaan global.

Menjawab tantangan lewat pendidikan

Indonesia sebenarnya telah memiliki cara untuk menghadapi tantangan di depan, yaitu lewat penerapan kurikulum pendidikan yang dua arah.

Jadi, bukan lagi sekadar mengarahkan siswa untuk menghafal dan berdiskusi, tapi juga terlibat dalam berbagai proyek kreatif. Orang tua perlu berperan sebagai pendorong anak untuk ikut serta dalam proyek-proyek yang ada di sekeliling mereka.

Di antara berbagai kurikulum yang ada, kurikulum internasional dinilai mampu bukan hanya mencetak generasi yang memiliki kemampuan kognitif, tapi juga memberi pengalaman melalui proyek kreatif sekaligus inovatif.

Soal kurikulum internasional, setidaknya ada dua jenis yang jamak diadopsi untuk kelas 11 dan 12, yakni Cambridge dan International Baccalaureate (IB).

Sebagaimana dilansir Kompas.com, Jumat (21/1/2016), Inggris merupakan rumah bagi beberapa perguruan tertua di dunia, antara lain Cambridge (1209) dan Oxford (1096). Tak heran, sistem pendidikan negara ini banyak diakui standarnya oleh berbagai universitas ranking atas.

Bahkan, sebuah harian lokal di Singapura menuliskan, siswa yang mengikuti ujian IB kelas 12, memiliki kinerja lebih baik daripada rekan-rekan mereka.

Sebuah riset skala global juga menemukan sekolah IB dinilai paling efektif untuk mengembangkan para lulusan secara matang.

murid sekolah ACS JakartaDok. ACS Jakarta murid sekolah ACS Jakarta
Tak sedikit sekolah di Indonesia yang mengadopsi kedua kurikulum ‘impor’ tersebut, salah satunya adalah ACS Jakarta. Sekolah ini terkenal menghasilkan nilai ujian Cambridge dan IB paling tinggi dari standar yang ditetapkan.

Adapun sebagian besar lulusannya tersebar di berbagai perguruan tinggi top dunia, seperti Stanford University, Oxford University, Imperial College London, dan University College London.

Kemudian University of Pennsylvania, University of California L.A, New York University, Georgia Institute of Technology, University of British Columbia, National University of Singapore dan masih banyak lagi.

“Di ACS Jakarta, kami diberikan banyak kesempatan untuk mengembangkan proyek kreatif dan inovatif yang memberikan dampak positif pada komunitas, bahkan masyarakat. Jadi kami lulusnya bukan hanya mampu secara akademik tapi juga holistik,” tutur Bernice Soeminto Putri, alumni ACS Jakarta yang kini sedang menempuh pendidikan di University College London.

Selain itu, orang tua siswa sekolah ACS Jakarta aktif pula mengikutsertakan anak-anaknya dalam program co-curricular activities agar mereka unggul di berbagai kompetisi.

Jebolan ACS Jakarta lainnya Nadya Mere mengatakan, kegiatan tersebut sangat menarik dan penting diikuti.

“Bentuknya beragam, ada art, music, sport, atau bergabung dengan kelompok research atau internship. (Proyek-proyek) itu semua bisa ditulis dalam CV karena nantinya ini akan ditanya saat mendaftar masuk top university dunia,” ujar mahasiswi Imperial College London tersebut.

Selain pelajaran, hal yang membuat orang tua yakin akan ACS Jakarta adalah karena sekolah tersebut mendukung terciptanya proyek-proyek kreatif, sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademis anak.

Terkait hal itu dirasakan langsung oleh Davyn, penemu e-Tani yang sempat dituliskan di atas.

Adapun Davyn mengatakan bahwa inovasi e-Tani merupakan situs pemasaran produk tani ke konsumen.

“Ya jadi saya punya project, itu sekarang berubah jadi startup. Tujuannya membantu petani dengan dukungan teknologi,” ungkap Davyn.

Dukungan ACS Jakarta yang diberikan kepada Davyn saat itu bisa dibilang tidak main-main. Sekolah amat memfasilitasi pengembangan project tersebut dengan baik.

Alhasil, kini e-tani diketahui orang banyak dan mendapatkan penghargaan Ikon Pancasila 2019 dari Pemerintah.

"Ini yang saya jadikan portofolio saat apply ke universitas di luar (negeri),” katanya.

Dari situ kita dapat melihat, sudah seyogianya sekolah membekali anak didiknya dengan berbagai proyek yang mendukung kreatifitas di samping mengembangkan kecerdasan mereka.

Dengan begitu, mereka pun mampu menghadapi persaingan global laiknya ketiga lulusan ACS Jakarta di atas.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com