Sastia Prama Putri dan Perjuangan Perempuan Peneliti Diaspora Kelas Dunia

Kompas.com - 27/08/2019, 16:03 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com -Sastia Prama Putri merupakan peneliti perempuan diaspora Indonesia yang menjadi salah satu sorotan pada Simposium Cendikia Kelas Dunia 2019. Di Jepang, jumlah peneliti perempuan hanya 10,6 persen dari jumlah peneliti, dan hebatnya Sastia mampu menempatkan satu di antaranya.

Selain ilmuwan, Sastia saat ini menjabat asisten profesor di Departemen Bioteknologi, Fakultas Teknik Osaka University. Hal ini menempatkan dirinya menjadi salah satu cendikia Indonesia kelas dunia.

"Riset bukan hal yang mudah, dan kegagalan merupakan bagian darinya. Kita harus memiliki mental kuat untuk menjadi peneliti dan semangat positif setiap waktu. Terutama peneliti perempuan, harus ekstra lebih tanggung untuk mendapat perhatian dan pengakuan," tegas Sastia dalam wawancara kepada Kompas.com di sela-sela Simposium Cendikia Kelas Dunia di Jakarta (22/8/2019).

Ditambah lagi, peneliti perempuan sering kali harus menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu. "Full time mother, full time scientist," ujar Sastia yang telah mengenalkan Aisha, puterinya, pada dunia penelitian sejak usia dini. 

Proyek kerja sama Jepang dan Amerika

Merintis karir hingga menjadi pemimpin grup aplikasi metabolomik untuk produksi biofuel dan produk pangan khas Indonesia dan sekaligus menjadi ilmuwan dan dosen luar biasa di Institut Teknologi Bandung bukanlah raihan prestasi yang dapat dicapai dalam semalam.

Sastia mengawali perjalanan karirnya dengan menyabet gelar sarjana di bidang Biologi di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2000.

Seusai kuliah, ia lolos program research fellowship bidang Biotechnology dari UNESCO tahun 2004 selama setahun di Jepang bersama Profesor Nihira di Osaka University. Melihat kinerja dan potensi dari Sastia, sang profesor pun menawarkan program beasiswa full dari pemerintah Jepang agar Sastia memeroleh gelar S2 dan S3.

Baca juga: Diaspora Talk 2019: Kekuatan Ngobrol Berbagi Inspirasi

Awalnya tidak terbesit keinginan Sastia melanjutkan studi apalagi menjadi ilmuwan. Sastia justru menemukan panggilan hidupnya sebagai ilmuwan setelah merasakan suasana dan pengalaman riset yang sangat mendukung dan membuahkan hasil di Jepang.

Setelah pulang dari programnya, Sastia menyempatkan diri menjadi asisten laboratorium di Swiss German University tahun 2005 sampai akhirnya dirinya menerima kabar lolos program beasiswa yang sebelumnya ditawarkan pada dirinya.

Riset yang dilakukan berjalan mulus, Sastia berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya lebih awal dari yang diprediksikan. Jenjang S2 dan S3 yang seharusnya ditempuh dalam 5 tahun, Sastia sabet dalam kurun waktu 3,5 tahun dan menjadikannya lulusan pertama memeroleh gelar PhD dalam waktu 1,5 tahun dalam Frontier Biotechnology Program.

Setelah lulus, Sastia menerima tawaran pembimbingnya menjadi peneliti paruh waktu di Institusi tersebut di bawah naungan Profesor Eiichiro Fukusaki yang juga salah seorang pionir metabolomik Ilmu Pangan. Dalam satu tahun, Sastia pun menerima tawaran menjadi peneliti penuh waktu dalam proyek kerjasama Jepang dan Amerika Serikat.

Menjadi Ibu dengan Jam Terbang Tinggi

Menjelang persiapan kelulusan gelar S3, kesibukannya yang terfokus dalam menyusun disertasi dan tugas akhir diwarnai dengan kondisinya yang tengah mengandung. Sang profesor pun menawarkan dirinya agar fokus beristirahat hingga melahirkan kemudian melanjutkan sidangnya sebulan setelah melahirkan.

Alih-alih mengikuti petunjuk, Sastia memilih maju terus hingga sidang agar konsentrasinya tidak terpecah dan jadwal sidangnya pun dipercepat. Saat kehamilannya berumur 8,5 bulan, Sastia diumumkan lulus sidang akhir.

“Energi sudah minimal, namun berjuang saja sampai akhir,” pungkas Sastia yang melahirkan dengan selamat seminggu sesudah sidang.

Sastia yang baru selesai persalinan kemudian dihadapkan pada dilema; pulang ke Indonesia, atau bekerja di Jepang.

Melihat adanya kesempatan kerja yang ditawarkan pembimbingnya, serta pertimbangan keadaan di Indonesia yang belum mendukung ranahnya, Sastia bekerja paruh waktu selama 6 bulan.

Menjadi peneliti, merawat bayi, juga tulang punggung keluarga adalah menjadi perjuangan Sastia selanjutnya. Tidak lama setelahnya, Sastia pun menerima tawaran untuk bekerja menjadi peneliti penuh waktu meskipun mengharuskan dirinya untuk harus sering bepergian di momen-momen tertentu.

Bersyukur Sastia memiliki keluarga yang sangat mendukung kesibukannya. Dirinya juga kerap mengajak sang anak dalam perjalanan karirnya. Dari semasa kandungan, bahkan sang anak juga kerap diajak dalam konferensi.

Menurutnya pertumbuhan anak pada 5 tahun pertama adalah golden age, sehingga Sastia tidak ingin melepaskan tanggung jawab dengan anak begitu saja. Pihak keluarga juga dapat bekerja sama dengan baik dengan bergantian menjaga sang buah hati.

Membangun Relasi Kerja Positif

Melihat potensi yang ada dalam diri dan puas akan kinerja Sastia, Profesor Fukusaki menawarkannya pekerjaan sekaligus memberi kelonggaran karena memahami agar Sastia dapat mengurus sang anak sambil bekerja secara maksimal.

Alih-alih menerima kelonggaran tersebut, Sastia justru banyak membantu sang profesor dari menyusun penelitian, membantu menulisan penelitian, hingga membantu mahasiswa yang berkesulitan dalam menulis laporan ilmiah.

Berkat kinerja yang produktif, Sastia pun kembali ditawarkan dan menerima menjadi peneliti penuh waktu dalam proyek kerjasama antara Jepang dan Amerika Serikat yang dibiayai pemerintah.

Dalam proyek tersebut Sastia sebagai diaspora asal Indonesia ditunjuk sebagai project leader salah satu dari 4 tim yang mewakili Jepang dan Amerika. Melihat portfolio pengalaman dan keaktifan Sastia yang patut diacungi jempol, Sastia diminta untuk membantu di kantor pusat proyek tersebut.

Sebelumnya Sastia sudah sering mengajukan pada atasanya untuk berkolaborasi dengan mahasiswa lainnya di Indonesia. Sastia kembali ditunjukan penanggung jawab dan bekerja dibawah dekan universitas langsung.

Karena memiliki akses dan relasi yang baik dengan dekan, pintu kesempatan untuk bekerja sama dengan program gelar ganda dengan ITB semakin luas ditambah dengan dirinya yang memang lulusan ITB.

Memiliki buah hati tentu menambah tanggung jawab dirinya, beruntung relasinya dengan mentor profesornya sangat baik. Kerap kali Sastia berpergian bertiga dengan anak dan profesor dalam satu mobil dan sang mentor turut berinteraksi dengan anak

Perempuan Indonesia bisa!

Sastia Prama PutriDOK. ISTIMEWA/GREGORIUS GIOVANI DJONI ANWAR Sastia Prama Putri

Setelah 2 tahun, Department of Biotechnology, Osaka University membuka lowongan untuk posisi tetap, sebuah posisi yang sangat sulit diraih di Jepang terutama untuk perempuan.

Berkat pengalaman dan kemampuannya, Sastia berhasil membawa dirinya mendapat posisi tetap di sana. Bahkan dirinya diberi wewenang dan kebebasan membangun tim penelitian yang berfokus pada pengembangan kualitas produk agrikultur terutama dari Indonesia.

Sastia juga memprioritaskan kolaborator asal Indonesia. Pada saat ini tim yang dibentuknya berjumlah 25 orang, dan 10 diantaranya adalah mahasiswa Indonesia.

Relasinya yang baik juga menghantar banyak orang Indonesia yang berkunjung ke laboratorium Sastia dengan pangan khas Indonesia sebagai subjek utama penelitiannya. 

Memiliki prestasi, relasi, lingkungan kerja, lingkungan keluarga, juga menemui beragam kesempatan, Sastia bersyukur karena memiliki rekan kerja yang sebaik keluarga, dan keluarga yang pengertian layaknya rekan kerja yang mau bergantian mengurus anak.

Sebagai diaspora, Sastia tidak pernah benar-benar merasakan diskriminasi. Sedikitnya perempuan yang terjun di ranah ini membuat beberapa orang dalam timnya pada awalnya menolak kehadiran Sastia yang kemudian langsung menjadi team leader.

“Tapi di situ saya berusaha benar-benar tegas, dan menunjukan performa, and I worked extra hard juga agar tidak disepelekan,” jelas Sastia.

Menjadi perempuan di ranah pekerjaan ini menurutnya bukanlah hal mudah, namun berusaha ia mengajak perempuan lain untuk memanfaatkan momentum sebaik mungkin.

Lingkungan kerjanya pun lama-lama memahami bahwa prerempuan pun dapat menonjol dan melakukan yang terbaik. Perempuan bagi Sastia harus berani bersuara ketika dibutuhkan dan dapat bekerja di ranah yang sebelumnya di mata orang lain tidak akan “hidup”.

Penulis: Gabrielle Alicia Waynne Pribadi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau