BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan Tanoto Foundation

Dilarang Kuliah, Mahasiswi Ini Malah Meraih Beasiswa

Kompas.com - 06/09/2019, 09:44 WIB
Hotria Mariana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

PANGKALAN KERINCI, KOMPAS.com – “Education is the passport to the future, for tomorrow belongs to those who prepare for it today (pendidikan adalah jalan menuju masa depan, karena hari esok adalah milik mereka yang mempersiapkannya hari ini.)” - Malcolm X.

Barangkali kutipan di atas cocok untuk Elvi Liana (22), gadis asal Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Hidup dalam keterbatasan ekonomi bukanlah hal mudah, apalagi ia punya keinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Ayah Elvi hanyalah helper mekanik lepasan di perusahaan swasta di Tanjung Pinang dengan upah Rp 3 juta per bulannya, sementara ibunya mengurus rumah tangga.

Gaji sebesar itu, kata Elvi, dialokasikan untuk keperluan sehari-hari, serta biaya sekolah ia dan adiknya.

Keinginan Elvi untuk kuliah semakin sulit lantaran pandangan keluarga yang menganggap anak perempuan tidak perlu pendidikan tinggi.

“Di keluarga besar, menjadi wanita itu hanya akan berakhir di dapur,” ucap gadis keturunan Tionghoa tersebut saat ditemui oleh tim Kompas.com di Pangkalan Kerinci, Riau, Minggu (1/9/2019).

Itulah yang menjadikan pendidikan bukan prioritas di dalam keluarga Elvi. Sebab ujung-ujungnya hanya akan berakhir di dapur saja. Toh, kondisi ekonomi pun tidak memungkinkan.

Kendati demikian, Elvi tidak pasrah akan hidupnya.

Selepas lulus sekolah menengah atas, berbekal tekad dan uang pinjaman dari keluarga, sulung dua bersaudara tersebut mengikuti ujian masuk jalur mandiri Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur jurusan Teknik Lingkungan, untuk tahun ajaran 2016 – 2020.

Perjuangannya saat itu memang berbuah manis, Elviliana lolos ujian masuk perguruan tinggi tersebut. Akan tetapi justru inilah yang menimbulkan kekhawatiran baru bagi keluarganya.

Jelas saja, biaya yang dibutuhkan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi tidaklah sedikit.

Bukan Elviliana namanya bila ia patah semangat. Segala upaya ia lakukan agar bisa terus kuliah, tanpa perlu membebankan kedua orang tuanya. Salah satunya dengan mencari informasi beasiswa.

“Tujuan awal saya itu tidak ingin membebankan orang tua. Saya harus cari support dari yang lain,” ujar Elvi.

Tampaknya keberuntungan kembali berpihak pada gadis tersebut. Elviliana berhasil menjadi salah satu dari 221 penerima beasiswa Teladan inisiasi Tanoto Foundation.

“Terus saya searching dong, browsing, ada rekomendasi dari teman-teman juga dan saya pilih beasiswa dari Tanoto Foundation,“ ungkapnya.

Dijelaskan oleh Elvi, ada beberapa proses yang harus ia lewati untuk mendapatkan beasiswa tersebut, yaitu administrasi, kemudian psikotes, dan terakhir wawancara dengan pihak Tanoto Foundation.

Selain beasiswa, ia juga mendapatkan biaya hidup dan dana pengembangan akademik dari organisasi filantropi yang berdiri sejak tahun 1981 tersebut.

Untuk bantuan pengembangan akademik, Tanoto Foundation mensponsorinya mengikuti 5th International Biotechnology Competition and Exhibition (IBCEx), di Unversity Teknologi Malaysia (UTM), Johor Bahru, 5-6 April 2019.

Di sana, Elvi berkesempatan memamerkan temuan ilmiahnya, yaitu project DJ-START (Double Jacket Sterilization Technology for Baby Diapers Waste), inovasi teknologi pengolahan limbah popok bayi menjadi kerajinan tangan.

Sebanyak 221 penerima beasiswa Tanoto Foundation dari 9 universitas negeri Indonesia berkumpul dalam acara Learn and Lead Tanoto Scholarship Gathering 2019 yang diadakan di Pangkalan Kerinci, Riau, 30 Agustus - 2 September 2019.Kompas.com/Hotria Mariana Sebanyak 221 penerima beasiswa Tanoto Foundation dari 9 universitas negeri Indonesia berkumpul dalam acara Learn and Lead Tanoto Scholarship Gathering 2019 yang diadakan di Pangkalan Kerinci, Riau, 30 Agustus - 2 September 2019.

Menciptakan manusia unggul lewat beasiswa Teladan

Keputusan Elvi untuk melanjutkan pendidikan merupakan wujud nyata perjuangan anak bangsa dalam melakukan perubahan besar yang berdampak bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan Indonesia.

“Saya ingin membuat perubahan gitu, lho. Dengan pendidikan, ini akan mengubah hidup saya, keluarga saya yang mana ayah ibu saya hanya tamatan SMP dan SMA,” kata Elvi yang kini tengah menjalani semester tujuh.

Sementara itu, menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul seperti Elviliana tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu pendidikan yang layak agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.

Itulah yang mendasari Tanoto Foundation tetap terus menjalankan program beasiswa Teladan.

CEO Global Tanoto Foundation Satrijo Tanudjojo mengatakan, sejak awal dicanangkannya program Teladan yaitu tahun 2006, organisasinya tersebut telah memberikan bantuan beasiswa kepada 7.500 mahasiswa.

Tak hanya bantuan dana pendidikan, lewat program Teladan, Tanoto Foundation juga memberikan latihan kepemimpinan atau leadership kepada seluruh penerima beasiswa.

Sebab, menurut Satrijo untuk dapat memimpin Indonesia di masa mendatang, diperlukan generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan.

Lewat kegiatan Learn and Lead Tanoto Scholarship Gathering (TSA) 2019 yang diadakan di Pangkalan Kerinci, Riau, Jumat (30/8/2019) hingga Senin (2/9/2019), materi tersebut diberikan.

Sebanyak 221 penerima beasiswa yang berasal dari sembilan perguruan tinggi negeri di Indonesia berkumpul mengikuti pelatihan sembilan karakter yang diperlukan dalam memimpin bangsa di masa depan.

Adapun kesembilan karakter tersebut terdiri dari sadar diri, bersemangat, integritas, belajar berkelanjutan, ulet dan berkarakter kuat, peduli sesama, memberdayakan sesama, inovatif, serta memiliki semangat kewirausahaan.

"Semangat tersebutlah yang diinginkan oleh founder kami (Sukanto Tanoto), agar ke depan generasi Indonesia memiliki kualitas, karakter, dan pola pikir kuat," jelas Satrijo di sela-sela acara yang berlangsung selama empat hari, mulai dari Jumat (30/8/2019) hingga Senin (2/9/2019).

Melalui kegiatan yang rutin diselenggarakan sejak tahun 2010 ini, para mahasiswa tersebut diharapkan bisa bersilaturahmi, baik sesama penerima beasiswa maupun dengan tim Tanoto Faoundation itu sendiri. Dengan begitu, networking pun dapat terjalin.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir yang saat itu hadir mengatakan, untuk mewujudkan SDM unggul, kemampuan baca, tulis, dan hitung (calistung) saja tidaklah cukup.

“Untuk menghadapi tantangan global dan menguasai dunia, generasi muda perlu menguasai tiga literasi, yaitu literasi data, teknologi, sumber daya manusia,” tandasnya.

Nasir mengatakan beasiswa Teladan dari Tanoto Foundation adalah wujud nyata peran swasta dalam mendukung program Pemerintah Indonesia dalam hal pendidikan.

Di samping itu, program TSA juga berperan langsung memberikan pendidikan nilai-nilai positif yang dilakukan perusahaan keluarga Tanoto.

“Saya respon positif langkah Tanoto Foundation dalam memberikan scholarship bagi anak Indonesia. Dalam hal ini, korporasi telah membantu pemerintah menyiapkan generasi yang siap menghadapi daya saing bangsa, yaitu peningkatan kualitas SDM, sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo,” jelas Nasir.

Komitmen Tanoto Foundation untuk mencetak generasi muda berkualitas lewat pendidikan akan terus berjalan. Sebab, dengan SDM seperti itu Indonesia mampu bersaing secara global.

 


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com