KOMPAS.com – Bermacam-macam masalah masih terjadi dalam dunia pendidikan. Salah satunya yaitu cara guru menyampaikan materi pengajaran yang kurang aktif melibatkan siswa. Hal ini terjadi di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat.
Guru dengan sertifikasi National Board Certification Teacher sekaligus juga Ibu rumah tangga bernama Jennifer Gonzalez yang pernah tinggal di Washington DC dan Kentucky, AS, menceritakan pengalaman sekolah anaknya di sana.
Dia mengatakan, ketika anak-anaknya masih di sekolah dasar, dia melihat pola pengajaran guru yang memberikan materi pelajaran menggunakan PowerPoint, lalu anak-anak memiliki semacam lembar kerja sebagai sarana menyalin yang dikatakan guru dari slide tersebut.
Hal ini terus berulang dan berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun. Padahal, seharusnya siswa dilibatkan untuk bisa mempelajari dan mengerti konsep yang diajarkan melalui praktik secara langsung.
Baca juga: Mendikbud Sebut Kualitas Guru Cerminan Standar Nasional Pendidikan
Menurut dia, guru yang menyampaikan materi pelajaran di kelas, lalu mengulasnya dan memberikan permainan kepada siswa, bukan berarti tugas guru itu sudah selesai.
Hal itu belum tentu berarti bahwa para siswa sudah mempelajari dan mengerti materi tersebut. Bahkan bisa mengakibatkan kegagalan belajar pada siswa.
Perlu diperhatikan bahwa kegagalan seorang siswa dalam proses belajar biasanya dinillai dari hasil ujian. Hasil yang buruk bukan berarti itu hanya karena kesalahannya sendiri, melainkan juga pada gurunya.
“Jika Anda memiliki siswa yang gagal dalam ujian, maka masalahnya bukan mereka. Masalahnya adalah sesuatu yang Anda lakukan, atau mungkin sesuatu yang tidak Anda lakukan,” imbuh Jennifer.
Dia pun mengungkapkan, masalah yang harus disadari yaitu ada kesenjangan dalam rencana pengajaran. Seharusnya pengajaran berbasis proyek bisa menjadi cara terbaik untuk membuat siswa mengalami pembelajaran yang bermakna.
Meski demikian, banyak sekolah yang belum melakukan hal itu. Guru hanya memberikan instruksi dengan cara tradisional, lalu siswa mengerjakan tugasnya.
Cara itu bisa saja memberikan hasil yang bagus, tetapi jika diterapkan dengan benar. Jika tidak, di situlah terjadinya masalah. Guru melewati salah satu langkah penting dalam rencana pengajaran.
Selama ini ada format rencana pelajaran yang biasa dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu:
1. Aturan antisipatif: Guru membuat siswa tertarik pada pelajaran dan menentukan tujuan pembelajaran untuk hari itu.
2. Instruksi langsung: Fakta, konsep, dan keterampilan disampaikan melalui penjelasan, video, membaca, dan beberapa cara lain untuk memberikan informasi ke kepada siswa.
3. Latihan dan praktik di bawah bimbingan: Siswa menerapkan materi yang baru saja diajarkan kepada mereka dengan bantuan guru.
4. Latihan dan praktik secara independen: Siswa berusaha menerapkan sendiri materi yang sudah dipelajari.
5. Penilaian: Guru mengukur seberapa jauh siswa telah memenuhi tujuan pembelajaran.
Menurut Jennifer, hal yang sering terjadi adalah melewatkan langkah ketiga. Guru langsung menginstruksikan siswanya untuk berlatih secara mandiri, tetapi sebelumnya siswa itu tidak diberi tugas apa pun untuk benar-benar menerapkan materi yang dipelajari dengan cara yang benar.
“Jadi, dari langkah memberi instruksi langsung, kemudian ke praktik independen, lalu ke penilaian. Bahkan dalam beberapa kasus, langkah keempat pun dilewati,” tuturnya.
Dia melanjutkan, terlepas dari rendahnya kualitas pembelajaran, kesenjangan dalam pengajaran juga terjadi karena dua alasan lainnya.
Pertama, pembelajaran tidak selaras dengan standar. Sebagai contoh di Amerika Serikat, standar pelajaran ilmu sosial untuk sekolah menengah tidak sama di semua negara bagian.
Ada sekolah yang menginstruksikan kepada siswanya agar dapat mengidentifikasi nama-nama tokoh penting dalam sejarah, atau dapat menjelaskan fakta tentang budaya dari daerah tertentu.
Akan tetapi, ada juga sekolah yang menginginkan siswanya dapat memahami hubungan antara gerakan sosial terhadap perubahan dan pengaruh lainnya.
Siswa diharapkan dapat menjelaskan dan menganalisis berbagai hal. Berikut contoh tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa ketika mereka belajar sejarah:
1. Menggunakan bukti historis untuk menentukan sebab dan akibat.
2. Menganalisis, mengenali, dan mengevaluasi pola kontinuitas dan perubahan dari waktu ke waktu dan kontekstualisasi peristiwa sejarah.
3. Menghubungkan peristiwa, orang, dan ide dari masa lalu dengan masa sekarang, menggunakan perspektif berbeda untuk menarik kesimpulan, dan menyarankan implikasi terkini.
4. Mengevaluasi berbagai sumber primer dan sekunder untuk menafsirkan konteks historis, audiens yang menjadi sasaran, tujuan, dan sudut pandang penulis.
Berbagai standar itu bisa dikatakan luar biasa jika siswa benar-benar melakukannya di sekolah. Namun, seperti banyak tempat lainnya, Jennifer menduga bahwa siswa hanya duduk, menyalin materi dari PowerPoint, dan mentransfer informasi itu ke lembar kerja dan ujian.
Dia pun mengatakan, masalah lain dengan pengajaran di sekolah yaitu bahwa materi yang diajarkan itu membuat siswa membenci sekolah. Beberapa kali dia telah menyampaikan bahwa meminta siswa untuk menyalin penjelasan guru atau mengisi lembar kerja, akan menjadikan sekolah tempat yang buruk bagi mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.