Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bicara Kolaborasi Lintas Generasi dengan Mahasiswa Pemenang "Hackaton Tokopedia 2019"

Kompas.com - 24/09/2019, 15:40 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.comTokopedia kembali menggelar pelatihan bagi para developer muda yang berminat dibidang Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM) pada 26-31 Agustus 2019.

Dion Saputra (Institut Teknologi Bandung), Ridwan Afwan Karim Fauzi (Universitas Gadjah Mada), dan Azzam Jihad Ulhaq (Institut Teknologi Sepuluh November) berhasil menjadi pemenang pertama "Hackaton Devcamp 2019".

"Artpedia" dinilai berhasil menjawab permasalahan yang ada di masyarakat luas menggunakan teknologi yang sedang berkembang saat ini.

"Artpedia" sendiri merupakan aplikasi jual beli karya seni berbasis digital yang mempertemukan seniman dan penikmat seni. Aplikasi ini diharapkan dapat menjadi titik tengah antara seniman yang ingin mengekspos karya seni dengan penikmat seni yang ingin membeli karya tersebut tanpa harus datang ke galeri.

Titik temu seniman dan kolektor

Dengan maksud memberikan pengalaman lebih nyata bagi kolektor, tim "Artpedia" menggunakan teknologi Augmented Reality (AR) di mana pembeli dapat melihat sendiri bagaimana lukisan tersebut akan ditaruh.

Baca juga: Kolaborasi Syarat Mutlak Percepatan Penguatan SDM Nasional

 

Fitur lain, Artpedia juga mempunyai fitur discovery di mana para kolektor dapat memotret sebuah karya seni untuk mengetahui siapa pelukis dibalik lukisan tersebut.

Ide "Artpedia" ini berawal dari Ridwan yang melihat pameran seni di Jogja, "Artjog". Dari sana, ia melihat "Artjog" sangat monumental dan membuktikan banyak masyarakat Indonesia tertarik pada dunia seni, namun malu atau bahkan terintimidasi untuk datang ke galeri.

Walaupun terbuka untuk umum, menurut Azzam, untuk datang ke galeri memerlukan keberanian tersendiri.

Selain itu, aplikasi ini memberikan kesempatan bagi para seniman, khususnya yang belum mendapatkan tempat di galeri, dapat memamerkan hasil karya dan meninggalkan jejak digital di "Artpedia".

Ridwan berpendapat bahwa masih banyak seniman-seniman muda yang belum punya keberanian dan tempat layak untuk unjuk gigi.

“Jadi, kami menggabungkan dari dua itu. Mulai dari penikmat seni dan seniman muda yang belum punya space untuk mengekspos karya-karyanya,” jelas Ridwan.

Penguatan hard skill dan soft skill

Ridwan, Azzam, dan Dion sepakat hal paling sulit dalam pembuatan aplikasi ini adalah penentuan dan validasi ide.

Pencarian masalah beserta dan penyelesaiannya mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding penerapannya ke dalam teknologi dituju. Hal ini karena sebagian besar penerapan sudah didapatkan saat pelatihan yang dilakukan selama 4 hari sebelum hackaton dilakukan.

“(Kuncinya) Focus on problem, sih. Jadi kita bener-bener harus mencari problem nyata. Benar-benar ada korbannya, benar-benar ada pelakunya, dan banyak orang yang merasakan kesakitan itu,” ucap Azzam.

Kendatipun, fokus saja tidak cukup kalau tidak dibekali dengan hard skill kuat. Pada pelatihan ini, tidak hanya lomba, Dion juga mendapatkan banyak pelajaran baru mulai dari hal teknikal seperti back end, front end, Android, dan iOS, sampai hal non-teknikal seperti design thinking, dan model bisnis.

Keberadaan mentor dari Engineering Manager Tokopedia juga membantu dalam memotivasi dan menyampaikan kritik serta saran dalam pembentukan "Artpedia".

Hal senada disampaikan Azzam, "Dengan mengikuti pelatihan ini, saya mempelajari teknologi-teknologi baru dan cara pemakaiannya. Ia juga mempelajari text tags lebih banyak dibanding dengan apa yang ia dapatkan di masa perkuliahan.

Coding "jembatan" manusia-mesin

Bagi para peserta "Hackaton Devcamp Tokopedia, coding bukan hal asing. Seiring perkembangan teknologi, coding perlahan mulai diajarkan kepada generasi Z. Saat ini tidak jarang ditemukan tempat kursus "bahasa" coding.

Pada acara TIME 100 Summit di New York City, Tim Cook CEO Apple berpesan anak muda sekarang ini harus belajar coding. Tanggapan ini disetujui oleh Dion. Ia merasa coding sama seperti berbahasa Inggris. Kalau tidak belajar bahasa itu, maka tidak akan ada yang bisa berbicara.

Baca juga: Sinergi Samsung Indonesia dan Kemendikbud Perkuat Pendidikan Digital

“Bahkan lift aja di-coding, jam tangan pun sekarang udah di-coding. Itu satu-satunya cara kita berkomunikasi dengan makhluk mati,” kata Dion.

Namun Dion mengingatkan, selain “bahasa” coding, ada hal penting lain perlu diajari ke anak-anak; berkomunikasi dengan baik. Hal senada disampaikan Ridwan. "Yang diperlukan bukanlah penggunaan coding, melainkan cara berpikir dengan logis dan cara setiap individu memecahkan masalah," ujarnya.

Ridwan menambahkan, “Coding isn’t for everyone. Yang perlu ditekankan itu bagaimana cara logic dan problem solving-nya. Kadang coding bukan tentang pake bahasa apa, tapi tentang bagaimana kita menerjemahkan suatu masalah dan membuat tahapan-tahapan pemecahan masalahnya,” tegasnya.

Dibalik itu semua, menjadi anak muda yang siap untuk terjun ke dunia pekerjaan bukanlah hanya seputar kemampuan bekerja, namun juga soft skill yang perlu dikembangkan.

Menurut Ridwan, Dion, dan Azzam, hal pertama yang perlu dimiliki adalah sikap tidak sombong, dan menjadi sosok yang dapat dipercaya. Selain itu kemampuan komunikasi sangat diperlukan dan menjadi bekal dalam menghadapi beragam sifat manusia.

Kolaborasi antargenerasi

Dion Saputra (Institut Teknologi Bandung), Ridwan Afwan Karim Fauzi (Institut Teknologi Bandung), dan Azzam Jihad Ulhaq (Institut Teknologi Sepuluh November) berhasil menjadi pemenang pertama Hackaton Devcamp Tokopedia 2019 pada 26-31 Agustus 2019.DOK. PRIBADI/EVELYN KUSUMA Dion Saputra (Institut Teknologi Bandung), Ridwan Afwan Karim Fauzi (Institut Teknologi Bandung), dan Azzam Jihad Ulhaq (Institut Teknologi Sepuluh November) berhasil menjadi pemenang pertama Hackaton Devcamp Tokopedia 2019 pada 26-31 Agustus 2019.

Menjadi anak muda, berarti menjadi mereka yang ingin terus belajar dan antusias untuk mengetahui berbagai hal.

Mengutip Steve Job, ‘stay foolish, stay hungry’, Azzam mengingatkan untuk tidak berhenti belajar selama masih muda. Masih banyak hal yang perlu diketahui anak muda dan hal baru tidak akan berhenti tercipta.

Bukan hanya itu saja, menciptakan sebuah kolaborasi antara generasi Y dan Z merupakan sebuah kunci utama dalam dunia pekerjaan.

Ridwan berharap agar kedua generasi tersebut dapat saling memahami, menurunkan ego masing-masing dengan saling mengajarkan, dan tidak merendahkan satu sama lain. Tanpa generasi Y maka tidak akan ada pengalaman yang diwariskan, dan tanpa generasi Z maka segal perkembangan zaman yang terjadi tidak dapat dipahami.

Baca juga: Dies Natalis UT ke-35, Mengubah Kompetisi jadi Sinergi Bangun Bangsa

Selain hal teknis saat pelatihan, Ridwan menyadari Indonesia pun mempunyai tenaga teknologi yang mumpuni. Bila dikembangkan, developer di Indonesia bisa menjadi kunci teknologi dunia beberapa tahun ke depan.

“Jadi kalau orang luar nyari tenaga teknologi tadinya mikir di India dan Amerika, mungkin nanti beberapa tahun ke depan bakal Indonesia yang dicari,” ujar Ridwan.

Penulis: Evelyn Kusuma

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com