Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Mendikbud Muhadjir Effendy Diangkat sebagai Menko PMK

Kompas.com - 23/10/2019, 19:21 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo telah mengumumkan para menteri yang masuk Kabinet Indonesia Maju atau Kabinet Kerja Jilid 2 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

Terdapat 38 orang yang menduduki jabatan sebagai menteri atau setingkat menteri dalam kabinet yang baru ini. Salah satunya yaitu mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang ditunjuk sebagai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).

Sebelumnya, jabatan tersebut dipegang oleh Puan Maharani yang sekarang menduduki posisi sebagai Ketua DPR RI periode 2019-2024.

Presiden Joko Widodo mengatakan, dalam lima tahun ke depan, dia menginginkan kabinet itu fokus pada pengembangan sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja, serta pemberdayaan usaha kecil, mikro, dan menengah.

“Bapak Profesor Muhadjir Effendy sebagai Menko PMK yang akan mengawal akselerasi pengentasan kemiskinan, toleransi, solidaritas nasional, dan revolusi mental,” ucap Presiden Jokowi dalam pengumuman itu.

Pesan untuk Mendikbud baru

Sebelumnya, saat ditemui pada hari-hari terakhir masa jabatannya sebagai Mendikbud periode 2014-2019, Muhadjir mengungkapkan sejumlah prioritas yang diharapkan bisa dilanjutkan dan diselesaikan oleh siapa pun orang nantinya menjabat sebagai Mendikbud.

Baca juga: Ini Program 100 Hari Mendikbud Nadiem di Kementerian Pendidikan

Prioritas pertama yaitu kelanjutan program pendidikan karakter yang disahkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Disebutkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Pada Pasal 3 Perpres tersebut dituliskan bahwa pelaksanaan PPK dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter, terutama nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

“Yang saya minta untuk nanti yang melanjutkan itu yakni empat program yang diminta Presiden harus diprioritaskan. Pertama, pendidikan budi pekerti, kemudian lahir pendidikan karakter yang sekarang sudah ada payung hukumnya, yaitu Perpres Nomor 87 Tahun 2017. Itu harusnya nanti berkelanjutan karena sudah ada payung hukumnya,” jelas Muhadjir saat ditemui pada Sabtu (19/10/2019) di Jakarta.

Percepatan PIP

Prioritas kedua yaitu percepatan pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar. KIP merupakan bagian dari Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan bagian dari penyempurnaan program Bantuan Siswa Miskin. 

Penerapan PIP berupa pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin, pemilik Kartu Keluarga Sejahtera, peserta Program Keluarga Harapan, yatim piatu, penyandang disabilitas, korban bencana alam atau musibah.

Sasarannya yaitu peserta didik pemegang KIP; peserta didik dari keluarga miskin/rentan miskin dengan pertimbangan khusus; serta eserta didik SMK yang menempuh studi keahlian kelompok bidang pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, pelayaran, dan kemaritiman.

“KIP sekarang sudah tersistem dengan baik. Kalau masih ada kekurangan, ya harus disempurnakan, tapi secara sistem sudah bagus, tinggal melanjutkan. Termasuk distribusinya harus tepat sasaran. Ini yang penting, karena di lapangan masih dijumpai orang yang harusnya layak menerima KIP, tapi tidak mendapatkan,” ungkap Muhadjir.

Dia mencontohkan sewaktu melakukan kunjungan kerja ke Kabuaten Nduga, Provinsi Papua. Di sana banyak ditemuai anak yang menurut dia lebh layak mendapatkan KIP dibanding anak miskin di Pulau Jawa.

Oleh karena itu, dia meminta kepada Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar untuk mendata kembali agar jumlah penerima KIP di Nduga dan Wamena bisa diperbanyak, terutama untuk anak SD di Nduga. Bahkan kalau bisa semua anak SD di sana mendapatkan KIP.

Namun, hal itu harus ada dikoordinasikan dengan Kementerian Sosial karena instansi itu yang mempunyai basis data terpadu tentang angka kemiskinan di daerah.

Revitalisasi SMK

Muhadjir menambahkan, prioritas ketiga yaitu mengenai revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK). Payung hukumnya pun sudah ada, yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.

“Jadi secara bertahap akan dilakukan. Hal paling mendasar adalah perubahan pendekatan dari supply based menjadi demand based. Kurikulum dan pola pembelajaran SMK yang selama ini banyak ditentukan oleh kemnterian, sekarang dibalik. Kurikulum ditentukan oleh pihak yang nanti menjadi pengguna lulusan SMK. Termasuk juga dual system, yaitu belajar dan praktik di lapangan, terutama di dunia industri,” paparnya.

Muhadjir pun mengaku bahwa dia sudah berusaha menyelesaikan semua tugas yang diamanatkan Presiden Jokowi kepadanya sejak awal penugasan sebagai Mendikbud. Dia berharap pejabat berikutnya bisa melanjutkan program prioritas yang disebutkannya tadi.

“Saya kira kalau tugas pokok awal yang disampaikan Pak Jokowi kepada saya sudah ditunaikan semua, tinggal nanti dilanjutkan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com