"Mas Nadiem", Ini 11 Pesan Guru Nusantara untuk Pendidikan Indonesia

Kompas.com - 27/10/2019, 18:05 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah mengumumkan Nadiem Makarim, pendiri Gojek Indonesia sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada, Rabu (23/10/2019) lalu.

Pemilihan Nadiem menuai berbagai pandangan dalam masyarakat karena meski berhasil menempatkan Gojek sebagai decacorn Indonesia, ia dipandang tidak memiliki latar belakang di sektor pendidikan sehingga dikhawatirkan tidak mengerti duduk soal masalah pendidikan di Indonesia.

Jokowi sendiri yakin Nadiem bisa menggunakan keahlian di bidang teknologinya untuk memperbaiki sistem pendidikan di Tanah Air.

Lantas, bagaimana tanggapan dan harapan para guru yang benar-benar menjalani praktik mendidik di lapangan?

Dalam acara Temu Pendidik Nusantara (TPN) pada Sabtu (26/10/2019) di Sekolah Cikal, Cilandak, Jakarta, Kompas.com mencoba mengumpulkan berbagai harapan para guru terhadap Nadiem Makarim, Mendikbud Kabinet Indonesia Maju: 

Baca juga: Temu Pendidik Nusantara 2019 dan Momentum Transformasi Guru Pembelajar

1. Banyak mendengar, banyak belajar

“Pendidikan tidak hanya melihat hasilnya, karena banyak masalah pendidikan di Indonesia. Mudah-mudahan dia (Nadiem) banyak mendengar, banyak belajar, tentang masalah-masalah mendasar,” kata Syafi’i (46), guru sekaligus Kepala Sekolah SD YPPSB, Kalimantan Timur.

2. Pemerataan pendidikan

Belum meratanya pendidikan di Indonesia diungkapkan Endah Wulandari (43), pengajar SD YPPSB, Kalimantan Timur. Menurutnya, kemampuan guru yang masih tidak merata, otomatis memberi dampak pada pendidikan yang diperoleh siswa. 

“Jadi harapannya, kalau di Jawa itu begini sekolahnya, di daerah harusnya begitu juga. Ruang kelasnya, tempatnya. Jadi hak belajar yang didapat anak itu sama,” jelas Endah.

3. Akses dan fasilitas guru luar Jawa

Endah juga tidak dapat menangkis kenyataan bahwa guru di Jawa lebih mudah untuk mendapat akses dan fasilitas.

Guru-guru di daerah itu memang sangat kesulitan dengan area, dengan jaraknya yang jauh. Saya tidak tahu bagaimana caranya, apakah memang harus ada suatu center knowledge yang dibangun khusus untuk guru?” ungkap Endah.

Program yang ada, seperti Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) menurutnya pun belum mampu menuntaskan masalah tersebut. “Sebenarnya sudah ada LPMP di tiap wilayah, tapi ternyata itu juga belum bisa menjawab tantangan tersebut,” imbuh Endah.

4. Konsistensi kurikulum

Perubahan sistem dan kurikulum oleh pembuat kebijakan kadang juga dipandang sebagai hal yang menyusahkan para pendidik. Apalagi jika kurikulum terus-menerus diganti.

Kurikulum yang berubah-ubah, yang sulit dan bingung itu di lapangan. Sering kali kebijakan tidak dipikirkan secara teknis di lapangan,” ujar Syafi’i.

Niscaya, kurikulum memang akan terus berganti menyesuaikan perubahan era. Namun para guru berharap, ketika membangun sistem, dilakukan semacam pilot project atau eksperimen dahulu pada beberapa titik. Jika memang cocok, baru dilanjutkan.

5. Sistem pendidikan berkelanjutan

“(Kurikulum) yang sekarang dikaji dulu saja kekurangan dan kelebihannya. Kalau memang masih bagus, kenapa harus berubah? Kalo memang ada kekurangan dibenahi,” tambah Marsono.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau