KOMPAS.com -Sriyono Abdul Qohar (35) sempat merasa putus asa saat melamar menjadi guru di berbagai sekolah di Blora, Jawa Tengah sejak lulus dari D2 STAIM Blora tahun 2005.
Ia telah melamar untuk menjadi guru mulai dari sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs) baik sekolah negeri maupun swasta.
"Ditolak sebagai guru mungkin karena saya seorang cacat," ujar Sriyono yang merupakan seorang penyandang disabilitas yakni tunadaksa.
Sekitar empat tahun lamanya ia melamar ke sekolah-sekolah. Informasi lowongan guru ia dapatkan dari rekan-rekannya dan penolakan pun selalu ia dapatkan.
"Padahal sekolah waktu itu saya tahu butuh guru," tambahnya.
Pihak sekolah yang ia lamar, menurutnya, menolak dengan alasan posisi guru sudah tak ada. Namun, ia tak patah semangat.
Awalnya Sriyono mendapatkan informasi seorang bidan desa pada tahun 2008. Tahun itu, menurutnya, pemerintah pusat sedang mencanangkan program sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Baca juga: Orangtua, Ini Alasan Pentingnya si Kecil Ikut PAUD
Ia kemudian mencari informasi tentang pendirian sekolah PAUD. Pada tahun ajaran 2008/2009, Sriyono membuat sekolah PAUD dengan mengundang serta mengumpulkan orang tua di sekitar rumahnya yang mempunyai anak usia PAUD.
"Alhamdulillah mereka peduli dan menyekolahkan anaknya pada waktu hanya berjumlah 23 anak kemudian mengajukan proposal ijin sekolah PAUD, tepat tgl 1 November 2009 sudah berijin dari Diknas Kabupaten Blora," ujarnya.
Sekolah yang ia dirikan bernama PAUD Gembira Ria. Lokasinya berada di tanah kelahiranya yakni Desa Sendangmulyo, Kecamatan Ngawen, Blora.
Konsep yang ia tawarkan adalah sekolah inklusi gratis untuk anak-anak usia dini. Ia kemudian mengajar di PAUD Gembira Ria dengan bermodalkan semangat mengajar, dana yang terbatas, perlengkapan seadanya, dan rekan-rekannya yang juga membantu mengajar.
"Orang tua hanya titip uang jajan Rp. 2000 yang dikelola oleh paguyuban orang tua wali murid apabila sisa untuk kegiatan-kegiatan pengembangan kreatif anak, parenting orang tua, dan transport belajar di luar kelas," ujarnya.
Saat mengajar di PAUD Gembira Ria, ia tak memikirkan penghasilan. Sriyono juga bergabung di komunitas difabel untuk meningkatkan penghasilannya.