Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Tiga Hari Sekolah, Indra Charismiadji Ingatkan Bukan Soal Kuantitas

Kompas.com - 05/12/2019, 10:26 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com — Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto melontarkan usulan pemangkasan waktu sekolah menjadi cukup 3 hari sekolah per minggu saja.

Usulan itu disampaikan Kak Seto saat memberikan masukan di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (4/12/2019) terkait tawuran maut di Sunter.

Terkait usulan tiga hari sekolah, pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengingatkan pokok soal pembenahan pendidikan di Indonesia bukan semata-mata kuantitas jam belajar, melainkan lebih pada kualitas melahirkan lulusan berkompetensi unggul dan berdaya saing.

"Era 4.0 ini bukan lagi eranya kuantitas dalam arti harus berapa jam di dalam kelas atau berapa hari di sekolah. Tapi konsep bagaimana menumbuhkan keterampilan-keterampilam era abad 21, dalam kondisi apa pun karena itu tidak bisa ditawar lagi," kata Indra, Direktur Eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations and Development Analysis).

Menyorot hasil PISA

Saat dihubungi Kompas.com (5/12/2019), Indra Charismiadji mengajak untuk tidak sekadar melihat kehebohan wacana tiga hari sekolah yang diusulkan Kak Seto, tetapi juga serius dalam membangun SDM unggul berkaca dari "rapor merah" PISA yang baru dirilis.

Baca juga: Tiga Hari Sekolah, Ini 6 Alasan Kak Seto Usulkan Hal Ini Mendikbud Nadiem

"Orang Indonesia selalu melihat hebohnya saja, (padahal) kita butuh serius dalam membangun SDM karena hasil PISA membuktikan kita tidak memiliki SDM yang unggul," ujar Indra mengingatkan.

Melansir data PISA 2018, Direktur Utusan khusus Pendidikan VOX Populi Institute Indonesia ini menyampaikan di Indonesia saat ini hanya 30 persen anak mampu mengidentifikasikan ide pokok dari sebuah artikel/tulisan tingkat sedang.

"Sementara di negara lain secara rata-rata ada 77 persen anak mampu melakukan hal yang sama," ujarnya.

Demikian pula dengan matematika dan sains. Dari data yang sama, Indra menyampaikan hanya 1 persen siswa mampu mengerjakan soal-soal matematika di level 5 HOTS, sedangkan negara lain seperti China mampu meraih angka 44 persen siswa diikuti Singapura dan Hong Kong yang mampu mencapai 37 persen dan 29 persen.

Berpikir holistik

"Jadi mikirnya harus holistik, jangan sepotong sepotong. Jadi hanya memotong hari sekolah jadi 3 hari tidak otomatis meningkatkan kemampuan anak kita," kata Indra.

Indra menyampaikan ada beberapa poin keterampilan sosial emosional yang perlu diperoleh dan dioptimalkan kepada siswa dalam pembelajaran sekolah maupun pendidikan berkelanjutan di rumah.

Beberapa hal yang menjadi poin krusial dalam pengembangan sosio emosional ini meliputi  kemampuan pemecahan masalah, ketangguhan, motivasi untuk berprestasi, pengendalian diri, kemampuan kolaborasi, prakarsa/inisiatif, kepercayaan diri, hingga etika.

Indra menambahkan, "Konsep merdeka belajar itu sudah benar, tapi bukan berarti bebas, tapi harus diarahkan."

"Dan kita juga harus melihat kehidupan sosial masyarakat, misalnya di perkotaan ayah dan ibu bekerja, kalau anak sekolahnya hanya 3 hari, yang 2 hari siapa yang jaga dan siapa yang menjamin kegiatan mereka akan positif," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com