Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Stres Siswa, Orangtua dan Guru, Nadiem Ganti UN dengan Asesmen

Kompas.com - 11/12/2019, 18:48 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim  memastikan tahun 2020 menjadi tahun terakhir pelaksanaan ujian nasional (UN). Tahun 2021, UN akan diganti Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

"Dua hal ini yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021. Jadi bukan berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi," tutur Mendikbud Nadiem Makarim dalam Rapat Koordinasi Mendikbud dengan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, Nadiem menyampaikan kompetensi minimum atau kompetensi dasar ini dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar. 

Tidak berbasis mata pelajaran

Dengan demikian, asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti diterapkan dalam ujian nasional, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni literasi dan numerasi.

"Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka," jelas Nadiem. 

Baca juga: Ini Konsep Baru UN dan USBN Versi Merdeka Belajar Mendikbud Makarim

Sementara terkait survei karakter yang juga menjadi bagian program "Merdeka Belajar", lanjut Mendikbud, dilakukan untuk mengetahui data secara nasional mengenai penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa Indonesia.

Menurutnya, selama ini secara nasional data pendidikan yang dimiliki berupa data kognitif.

"Kita tidak mengetahui apakah asas-asas Pancasila benar-benar dirasakan oleh siswa di Indonesia. Kita akan mengadakan survei, misalnya bagaimana implementasi gotong royong, apakah kebahagiaan anak di sekolah sudah mapan. apakah masih ada bullying? Survei ini akan menjadi suatu panduan buat sekolah dan buat kami di Kemendikbud," kata Mendikbud.

Survei karakter tersebut akan dijadikan tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik atau feedback ke sekolah-sekolah agar dapat menciptakan lingkungan sekolah yang membuat siswa lebih bahagia dan lebih kuat dalam memahami dan menerapkan asas pancasila.

Tidak dilakukan di akhir jenjang

Waktu pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan dilakukan di tengah jenjang pendidikan, bukan di akhir jenjang seperti pada pelaksanaan ujian nasional. Mendikbud mengutarakan setidaknya ada dua alasan mengapa pelaksanaannya dilakukan di tengah jenjang.

"Pertama, kalau dilakukan di tengah jenjang akan bisa memberikan waktu untuk sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan sebelum anak lulus di jenjang itu. Kedua, karena dilaksanakan di tengah jenjang, jadi tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa, sehingga tidak menimbulkan stres pada anak-anak dan orang tua akibat ujian yang sifatnya formatif," ujarnya.

Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan diselenggarakan Kemendikbud bekerja sama dengan organisasi pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Langkah tersebut diambil agar asesmen memiliki kualitas yang baik dan setara dengan kualitas internasional dengan tetap mengutamakan kearifan lokal. "Kita bergotong royong untuk menciptakan kompetensi lebih baik bagi anak-anak kita," tutur Mendikbud.

Tidak buat siswa, orangtua dan guru stres

Perubahan kebijakan ujian nasional yang akan diganti dengan asesmen tersebut dilakukan berdasarkan hasil survei dan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan, antara lain guru, siswa, dan orang tua.

Menurut Mendikbud, selama ini materi ujian nasional terlalu padat sehingga fokus siswa cenderung menghafal materi dan bukan pada kompetensi belajar. Hal ini menimbulkan beban stres pada siswa, guru, maupun orang tua, karena ujian nasional justru menjadi indikator keberhasilan belajar siswa sebagai individu.

"Padahal tujuan UN adalah untuk melakukan asesmen terhadap sistem pendidikan secara nasional. Jadi UN selama ini hanya menilai satu aspek, yaitu kognitif saja, bahkan tidak semua aspek kognitif dites. UN lebih ke penguasaan materi, belum menyentuh karakter siswa lebih holistik," ujar Mendikbud.

Ia menambahkan, secara nasional, pendidikan memang membutuhkan tolok ukur. Tapi apa yang diukur dan siapa yang diukur itulah yang akan diubah melalui pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com