KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) sempat memberi masukan soal penghapusan Ujian Nasional (UN) yang bakal dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Dilansir dari berita sebelumnya, JK menyebut seandainya ada penghapusan UN maka pendidikan Indonesia akan kembali seperti sebelum tahun 2003 saat UN belum diberlakukan.
Saat itu tidak ada standar mutu pendidikan nasional karena sistem kelulusan dipakai dengan rumus "dongkrak nilai".
Sehingga hampir semua peserta didik diluluskan. Menurut JK, UN memang harus dievaluasi setiap tahunnya, tetapi yang harus diperbaiki itu adalah hasil pendidikannya.
Karena menurut JK, UN masih relevan diterapkan. Alasannya UN menjadi tolok ukur kualitas pendidikan di Indonesia.
"Kalau di Jakarta anak dapat nilai 6, mungkin di Mentawai atau Kendari, atau di kampung saya di Bone dapat 4. Lalu dibikinlah semacam teori dan justifikasi untuk mengkatrol nilai 4 itu menjadi 6," kata Jusuf Kalla.
Baca juga: Gebrakan Merdeka Belajar, Berikut 4 Penjelasan Mendikbud Nadiem
Angka nilainya jadi sama, tetapi isi dan mutunya berbeda. Terjadilah standar ganda, yang jelas mengorbankan masa depan karena yang kurang tetap kurang dan tidak bisa bersaing secara nasional.
"UN masih relevan diterapkan," kata Jusuf Kalla usai menerima penganugerahan doktor honoris causa di bidang penjaminan mutu pendidikan dari Universitas Negeri Padang, Kamis (5/12/2019).
"Sekarang saja seketat itu hasil pendidikan kita masih kalah dari negara lain, apalagi kalau dibebaskan," lanjut JK.
Menurut JK, UN memang harus dievaluasi setiap tahunnya, namun yang harus diperbaiki itu adalah hasil pendidikannya.
"Hasil pendidikannya yang harus dievaluasi," kata JK. "Sekarang saja seketat itu hasil pendidikan kita masih kalah dari negara lain, apalagi kalau dibebaskan," lanjut JK.