KOMPAS.com - Menjadi relawan bencana, rasanya lebih banyak merasa sedih. Setiap dering telepon dan pesan masuk adalah harapan dari para survivor bencana untuk bertahan hidup. Ini sedikit cerita saat bergabung menjadi relawan bersama Tim Search and Rescue (SAR) Mapala UI.
Rabu (1/1/2020) Handphone saya berdering sekitar pukul 08.00 WIB. Seorang senior di Mapala UI, Lody Korua menelpon saya untuk mendampingi tim SAR Mapala UI.
"Lo di mana? Tolong bantu koordinasi tim Mapala UI buat SAR banjir," kata Lody, yang sudah banyak makan asam garam di dunia SAR.
Singkat cerita, saya berangkat ke Sekretariat Mapala UI sekitar pukul 11.00 WIB setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan. Baru saja keluar dari gang rumah, genangan air di Jalan Raya Sawangan setinggi 30 cm dari luapan sebuah saluran sudah menghadang.
Baca juga: 3 Korban Banjir Jakarta Meninggal karena Hipotermia, Ini Tips Pencegahannya
Sepekan sebelum malam tahun baru hingga pergantian tahun, hujan deras memang turun merata. Hujan di daerah hulu Sungai Ciliwung maupun Cisadane mengakibatkan debit air naik sehingga mengirimkan air ke area tengah dan hilir.
Di tengah perjalanan menuju sekretariat, di Jalan Tanah Baru ada tepi sungai yang longsor. Saya menyempatkan untuk melaporkan peristiwa untuk berita di kantor.
Di sekretariat, saya bertemu dengan rekan-rekan Mapala UI untuk berkoordinasi. Koordinasi awal kami putuskan untuk melakukan assesment (penilaian) terhadap sumber daya manusia dan fokus kegiatan tanggap bencana.
"Kita ada perahu dua, SDM ada delapan orang," kata Ketua Mapala UI, Salsa Altje mengawali koordinasi.
Saya membantu rekan-rekan untuk mengatur strategi dan berkoordinasi dengan pihak SAR eksternal seperti Basarnas, Wanadri, dan pihak-pihak Mapala lainnya. Dalam tanggap bencana, koordinasi memang diperlukan agar penanganan efektif, efisien, dan tak tumpang tindih.
Saya menghubungi perwakilan Basarnas, I Made Oka Astawa untuk melaporkan potensi SAR untuk membantu penanganan bencana. Made Oka mengapresiasi dan mengarahkan kami untuk menuju ke daerah Jatiasih dan Jatimulya.
Baca juga: Korban Banjir Bandang Lebak Minta Dikirim Makanan Matang, Keluhkan Tidak Ada Listrik dan Air Bersih,
Informasi lain demi assesment kami buka melalui nomor Whatsapp pribadi saya di beberapa grup wartawan. Mulai dari saat itu, nomor hape saya tak berhenti berdering hingga saat ini.
Dengan dua mobil yang berisi dua perahu, peralatan keamanan, dan enam orang kami meluncur ke Jatibening dan Jatimulya berbekal data-data hasil koordinasi bersama Basarnas dan Wanadri. Tim survei menggunakan dua motor diterjunkan untuk mencari titik masuk paling efektif.
Jalanan yang macet di Kalimalang dan terputus di beberapa titik akibat banjir sempat menyulitkan kami untuk bergerak ke titik penyelamatan korban. Kami berulang kali mencari jalur alternatif untuk menjangkau titik.
Di titik banjir Kelurahan Jati Bening Baru, arus air akibat tanggul sungai yang jebol cukup deras sehingga tak memungkinkan perahu untuk turun. Lurah Jati Bening Baru, Mulyadi mengatakan ada beberapa warga yang belum dievakuasi lantaran medan yang sulit untuk dijangkau perahu.
Sementara, pesan-pesan meminta pertolongan untuk dievakuasi di beberapa titik banjir di Jakarta dan sekitarnya mulai terus masuk. Rata-rata meraka meminta untuk dibantu evakuasi karena belum terjangkau bantuan evakuasi dan memiliki sanak keluarga yang sudah lansia, bayi, dan ibu hamil.
Baca juga: Kisah Farida Menjaga Anaknya yang Berkebutuhan Khusus saat Banjir Melanda
Kami lalu memutar ke sisi lain sejauh hingga 13 kilometer untuk menjangkau titik aman lainnya. Namun, akhirnya kami bergeser ke titik Perumahan Jati Mulya Residence.
Jalan-jalan kembali macet di Kali Malang hingga persimpangan jalan ke arah Jatimulya. Hari semakin sore. Kami berkejaran dengan waktu yang sebentar lagi gelap. Listrik di area terdampak banjir masih mati total.
Di Jatimulya, suasana terlihat mencekam. Di supermarket, orang-orang berdesakan memborong bahan-bahan makanan untuk bekal mengungsi. Antrean di gerai makanan cepat saji juga mengular hingga tiga meter. Rumah makan dan ruko-ruko tutup lebih awal. Suara klakson mobil yang ingin bergerak tak berhenti.
Sinyal internet juga tak maksimal. Provider internet Telkomsel pun terkadang tak dapat digunakan untuk telepon. Proses komunikasi pun terhambat.
Langit mulai gelap. Suasana arus air yang cukup deras dan keadaan di titik jalur evakuasi semakin gelap dan tak terlihat. Sementara, mobil yang mengangkut perahu kami masih terjebak di Kalimalang. Akses alternatif yang diambil juga terputus karena banjir.
"Di daerah Kemang Pratama juga banjir parah," kata rekan tim SAR Mapala UI yang kebetulan tinggal di dekat Jatimulya, Fathan.
Dari pesan-pesan yang masuk ke handphone saya, kawasan Kemang Pratama membutuhkan banyak evakuasi. Kami langsung meluncur ke Kemang Pratama mengingat hari yang telah malam.
Saya menyempatkan untuk melaporkan situasi terkini kepada rekan editor di kantor, Sabrina. Saya mencoba terus menerus untuk menelepon tetapi gagal. Saat berhasil, beberapa informasi di lapangan saya laporkan kepada Sabrina untuk dijadikan berita.
Kami datang di Kemang Pratama sekitar pukul 20.00 WIB. Hujan deras menyambut kami. Di lokasi, sudah ada beberapa unsur SAR seperti Basarnas, Adhi Karya, Global Rescue Network, dan TNI. Kami memulai berkoordinasi dengan Basarnas untuk penanganan evakuasi.
Baca juga: Terkepung Banjir di Kelapa Gading, Pasangan Ini Tetap Langsungkan Pernikahan
Bersama Adhi Karya, kami sepakat untuk membuat posko sementara di sebuah restoran Seafood yang baru saja tutup. Berbekal izin dari pemiliknya, ruangan di dalam dan luar bisa menjadi tempat sementara pendataan korban terjebak banjir yang perlu dievakuasi. Kami memprioritaskan untuk mengevakuasi bayi, anak kecil, lansia, dan ibu hamil.
Dalam waktu kurang dari satu jam, kami berhasil menyinkronisasikan data korban terjebak banjir milik Mapala UI dan Adhi Karya. Kami juga langsung menerjunkan dua perahu untuk menyisir daerah Niaga di Komplek Kemang Pratama.
Misi pertama adalah menolong dua anak kecil dan dua lansia. Hujan turun dengan deras sehingga menyulitkan kami untuk mengayuhkan dayung. Di perahu, ada dua pendayung dan satu skipper (nakhoda).
Kami tiba di rumah korban sekitar 20 menit mendayung. Sanak saudara korban berteriak sebagai pertanda untuk keluar dari rumah. Saya turun dari perahu untuk mendekatkan perahu dan membuka pintu rumah. Ketinggian air sekitar 1,5 meter.
Satu persatu anak kecil mulai dievakuasi ke atas perahu beserta lansia. Mereka menaiki tembok rumah untuk menuju perahu. Tetangga yakni lansia juga ikut dievakuasi dengan turun melalui tangga dari lantai dua. Suasana gelap gulita hanya sesekali petir yang menjadi cahaya penerang.
Kami kembali mendayung ke arah titik evakuasi awal. Arus yang kembali berarus cukup menyulitkan. Apalagi bobot di perahu semakin bertambah. Tiada kata patah arang.
"Semangat kawan," teriak kami.
Setiap korban yang evakuasi kami wajibkan untuk mengisi form korban yang telah dievakuasi. Tertib dalam pendataan memudahkan keluarga korban untuk mencari sanak keluarga.
Lagi lagi, hujan deras menghantam proses evakuasi warga. Kali ini disertai kilatan petir yang menyambar-nyambar. Langit kini kontras bercahaya akibat petir.
Kami menyisir area Kemang Pratama 2 sambil berteriak untuk mencari alamat korban. Cahaya kami berbekal senter di kepala. Kami meneriakkan nama-nama korban yang terjebak banjir.
"Ibu Ladia. Ibu Ladia," teriak kami di tengah hujan deras. Kami juga membunyikan peluit yang terpasang di pelampung kami.
Suara peluit yang bersahutan memekakkan gendang telinga di antara kami. Peluit terus kami bunyikan. Akhirnya, ada cahaya senter dari lantai dua sebuah rumah. Seorang laki-laki keluar dari lantai dasar sebuah rumah.
"Tolong kami pak. Tolong. Ada ibu hamil delapan bulan," kata laki-laki tersebut.
Kami segera merapatkan perahu dan masuk ke dalam rumah. Kondisi lantai dasar rumah sudah terendam hingga lebih dari satu meter. Perabotan rumah sudah mengapung. Mobil di garasi sudah terendam.
Ibu hamil itu bertahan di lantai dua. Kami jemput dan pastikan keadaannya di lantai dua. Wajah ibu hamil tersebut terlihat mulai pucat. Ia sesekali menunjukkan sesak napas.
Baca juga: Kisah Penyelamatan Anjing yang Terikat di Pagar Saat Banjir...
"Saya takut. Takut," kata ibu hamil itu. Suaminya saya minta bantu untuk menenangkan. Melihat ibu hamil itu sesak napas, saya tanya ke suaminya, "Mbanya ada riwayat asma?". Syukur tak ada.
Ibu hamil itu terlihat terus menangis dengan sesekali memegang perutnya yang sudah memakin membesar. Saya minta untuk menggunakan jas hujan untuk melindungi kepala dari derasnya air yang turun.
Dengan agak kepayahan, kami berusaha untuk membantu ibu hamil tersebut naik ke perahu di tengah hujan yang deras dan air yang sudah mencapai lebih dari 1 meter. Raungan tangis dari ibu hamil mewarnai suasana evakuasi.
"Sakit mas perutnya," katanya sambil mengelus perutnya.
Proses evakuasi berlanjut ke blok sebelah untuk menyelamatkan satu orang ibu hamil dan dua orang anak kecil. Lagi-lagi, barang-barang yang telah mengapung di rumah juga menyulitkan pergerakan kami. Belum lagi, ancaman ular yang membayangi kepala.
Kami terus berupaya semaksimal mungkin untuk mengevakuasi warga Kemang Pratama yang masih terjebak banjir. Warga di posko sementara masih terus berdatangan untuk berkoordinasi.
Jam telah menunjukkan pukul 02.00 WIB. Ketua Mapala UI memutuskan untuk menutup proses evakuasi di area Kemang Pratama.
Tim Mapala UI akan meneruskan kegiatan SAR dengan bergabung bersama Global Rescue Network Indonesia. Tim akan berganti personil yang lebih segar untuk melakukan kegiatan SAR banjir Jakarta dan sekitarnya.
Baca juga: Banjir Dua Meter, Warga Kembangan Utara Mengungsi ke Sekolah
Permintaan pertolongan evakuasi tak berganti atau berkurang. Pesan-pesan permohonan evakuasi masih terus masuk ke handphone saya.
Daerah-daerah yang meminta pertolongan untuk evakuasi seperti Villa Nusa Indah (Kabupaten Bogor), Jatiasih, Jatimulya, Rawa Buaya (Jakarta Barat), Kampung Melayu Kecil, Cilitan Kecil, Cipondoh, dan masih banyak lainnya. Hingga saya sudah tiba di rumah, mandi dan sarapan, handphone saya masih berdering.
Akhirnya, saya menutup mata dengan perasaan sedih saat melihat pesan-pesan permintaan pertolongan tetapi mengalami keterbatasan untuk membantu.
Kami tim SAR berusaha semaksimal mungkin untuk berkoordinasi dengan pihak terkait dan relawan SAR lainnya di lapangan. Semoga kami bisa terus bergiat atas nama kemanusiaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.