KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan otonomi kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk membuka atau mendirikan program studi (prodi) baru.
Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.
"Kami ingin melakukan kolaborasi atau bisa disebut juga pernikahan massal. Apa itu pernikahan massal? Pernikahan massal antara universitas dengan berbagai macam pihak-pihak di luar universitas untuk menciptakan prodi-prodi baru," ujar Nadiem dalam Rapat Koordinasi Perguruan Tinggi di Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Program Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya
Nadiem menyebutkan, otonomi izin pembukaan prodi baru akan diberikan asal pihak perguruan tinggi bisa membuktikan kerjasama yang telah disyaratkan.
Adapun kerjasama yang perlu dibuktikan yaitu kerjasama dengan universitas yang termasuk dalam QS Top 100 World Universities, kerjasama penyusunan kurikulum, program magang, dan perjanjian kerjasama dari sisi perekrutan karyawan.
"Artinya lulusan prodinya harus ada perjanjian kerjasama dari sisi rekrutmen perusahaan tersebut maupun NGO (Non Goverment Organization) maupun BUMN dan BUMD tersebut," tambahnya.
Namun, lanjut Nadiem, kebijakan otonomi untuk pendirian prodi baru tersebut tak belaku untuk prodi-prodi rumpun ilmu kesehatan dan pendidikan.
Nadiem mengatakan, kebijakan otonomi diberikan agar perguruan tinggi bisa menciptakan kerjasama yang nyata berdasarkan unsur kolaborasi yakni penyusunan, magang, dan perekrutan karyawan.
"Ini yang kita harapkan perbenturan, diskusi, meeting yang terjadi dengan berbagai macam instansi, Civil Society, masuk ke kampus-kampus keluar dari kampus," tutur Nadiem.
Ke depan, pembukaan prodi baru tersebut secara otomatis akan mendapatkan akreditasi C. Sementara, prodi baru yang tengah diajukan oleh perguruan tinggi berakreditasi A dan B akan otomatis mendapatkan akreditasi C dari BAN-PT.
Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan.
"Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan," ujar Nadiem.
Nadiem menyebutkan, perguruan tinggi ditantang untuk menjawab kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan membuka prodi baru. Namun, saat ini berinovasi menciptakan kurikulum baru dan prodi terhambat proses perizinan yang sangat berat dari Kemendikbud.
"Nah ini menjadi suatu tantangan yang sangat besar bagi perguruan tinggi. Kedua, sekarang banyak sekali kurikulum dari prodi-prodi di universitas kita, sifatnya itu sangat teoritis. Sangat teoritis dan tidak banyak yang bisa dibilang 100 persen Link and Match dengan kebutuhan di dalam dunia nyata," tambahnya.
Baca juga: Kebijakan Kampus Merdeka, Mahasiswa S1 Bisa Ambil Mata Kuliah Lintas Prodi
Selain itu, konten materi perkuliahan di perguruan tinggi belum bisa bersaing di tingkat internasional. Nadiem mengakui saat ini banyak mata kuliah yang bagus tetapi belum banyak yang bisa bersaing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.