Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tanggapan Ketua Majelis Rektor PTN soal "Kampus Merdeka"

Kompas.com - 28/01/2020, 19:03 WIB
Albertus Adit,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri se Indonesia (MRPTNI), Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum memberikan tanggapan terkait kebijakan "Kampus Merdeka".

Kebijakan yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim di Jakarta, Jumat (24/1/2020) ini disambut hangat oleh Prof Jamal.

Jadi lompatan baru

Pasalnya, Kampus Merdeka adalah sebuah lompatan baru bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Misalnya saja dari sisi akreditasi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menurut Prof Jamal, proses akreditasi bakal dipermudah.

Baca juga: Ini Alasan Mendikbud Nadiem Imbau Kampus Merdeka Gandeng Banyak Pihak

"Pada tata kelola akreditasi prodi B menuju A sekarang tinggal melalui akreditasi internasional saja seperti ABET. Jadi, jika prodi itu mendapat akreditasi internasional maka akreditasi A bisa diberikan," terang Prof Jamal saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/1/2020).

Dulunya, menurut Prof Jamal, untuk mendapat akreditasi A maka prodi itu harus melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).

Tetapi dengan kebijakan Kampus Merdeka, prodi yang sudah mendapat akreditasi internasional sudah bisa dapat akreditasi A oleh BAN-PT.

PTN didorong makin berkualitas

Tak hanya itu saja, lompatan lain dari kebijakan ini ialah dorongan bagi 34 PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan PTN berstatus Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) atau PTN Satker yang jumlahnya 77 PTN itu untuk menjadi PTN Badan Hukum (BH).

Ini karena PTN BH baru ada 11. Jadi, dengan dipermudah PTN BLU dan PTN Satker akan menjadikan PTN semakin berkualitas.

"Nantinya, PTN Satker jadi PTN BH tidak harus ke PTN BLU dulu. Tetapi jika sudah merasa siap maka bisa mengajukan permohonan jadi PTN BH," katanya.

Baca juga: Kebijakan Kampus Merdeka Permudah PTN Berstatus Berbadan Hukum

Dekatkan mahasiswa ke dunia nyata

Terkait istilah Sistem Kredit Semester (SKS), Prof Jamal Wiwoho juga mendukung pemahaman jam belajar menjadi jam kegiatan. Sebab, kegiatan yang dimaksud untuk membekali berbagai ilmu yang didapat mahasiswa selama kuliah.

Jika dulu mahasiswa lebih terpaku di ruang kelas saja, nantinya mahasiswa dituntut untuk terjun ke dunia nyata. Bisa ikut magang, KKN atau di dunia industri.

Kurikulum ini digagas agar perguruan tinggi lebih mendekatkan mahasiswa ke dunia nyata atau dunia kerja. Sehingga saat lulus, mahasiswa punya bekal untuk bisa langsung beradaptasi di dunia kerja.

Untuk kebebasan mahasiswa ambil tiga semester di luar kampus. Prof Jamal mencontohkan mahasiswa prodi akuntansi ambil mata kuliah 60 persen tentang akuntansi, tapi 40 persennya boleh belajar di luar akuntansi.

"Maksudnya, dari kebijakan ini bisa memberikan arah kebebasan dalam hal konteks yang lebih luas lagi. Atau tidak sekedar dari basis prodi yang dipelajari itu saja," kata Prof Jamal yang juga Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com