KOMPAS.com - Sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia punah berdasarkan catatan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Maluku menjadi daerah yang paling banyak kehilangan bahasa daerah yaitu sebanyak 9 bahasa. Dua bahasa lainnya berasal dari Papua Barat dan Papua.
Adapun bahasa daerah yang punah yaitu Bahasa Tandia (Papua Barat), Bahasa Mawes (Papua), Bahasa Kajeli/ Kayeli (Maluku), Bahasa Piru (Maluku), Bahasa Moksela (Maluku), Bahasa Palumata (Maluku), Bahasa Ternateno (Maluku Utara), Bahasa Hukumina (Maluku), Bahasa Hoti (Maluku), Bahasa Serua (Maluku), dan Bahasa Nila (Maluku).
Baca juga: Jembatan Bahasa, Solusi Inovasi Pembelajaran di Tengah Bahasa Daerah
Kepala Badan Bahasa Kemendikbud, Prof. Dr. Dadang Sunendar mengatakan kepunahan 11 bahasa tersebut berdasarkan data kajian yang dilakukan Badan Bahasa sejak tahun 2011-2019.
Badan Bahasa Kemendikbud mengkategorikan status bahasa daerah Indonesia menjadi kategori aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis dan punah.
Status aman berarti bahasa daerah masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut. Status rentan berarti semua anak-anak dan kaum tua menggunakan bahasa daera tetapi jumlah penutur sedikit.
Status mengalami kemunduran berarti sebagian penutur anak-anak, kaum tua, dan sebagian penutur anak-anak lain tak menggunakan bahasa daerah. Status terancam punah berarti semua penutur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri.
Status kritis berarti penutur bahasa daerah berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Status terakhir yaitu punah yang berarti tidak ada lagi penutur bahasa daerah.
Baca juga: Peduli Bahasa Daerah? Yuk, Ikut Seminar dan Dapat Sertifikat Kemendikbud
Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah bahasa terbanyak kedua di dunia mempunyai kewajiban untuk melindungi bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan takbenda yang sangat berharga dan tidak ternilai harganya.
Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebahasaan, terutama Pasal 25—Pasal 45.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.