Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Veronika
Dosen UMN

Dosen Multimedia Journalism, Universitas Multimedia Nusantara | veronika.kaban@umn.ac.id

Jauh Panggang dari Api, Kualitas Data Set di Indonesia

Kompas.com - 20/07/2020, 15:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Veronika*

UJIAN tengah semester telah usai, waktunya memberikan penilaian. Seperti biasanya, di setiap tugas akhir mata kuliah yang saya ampu, selalu ada ruang bagi mahasiswa untuk memberikan evaluasi dan apresiasinya pada proses pembelajaran yang telah berlangsung selama14 pekan.

Bagian inilah yang paling membuat saya bertahan lama membaca laporan akhir satu per satu meski jumlahnya berhalaman-halaman.

Di semester genap tahun ajaran 2019/2020 ini, salah satu mata kuliah yang saya ampu adalah Interactive Data Journalism (IDJ). Mata kuliah ini memiliki tujuan menyiapkan calon jurnalis yang mampu menghasilkan karya jurnalistik berbasiskan data.

Melalui bagian laporan akhir tersebut, saya bisa merasakan pengalaman mahasiswa selama mengikuti perkuliahan IDJ yang berlangsung setengah-setengah ini. Setengah semester mampu kita lewati secara tatap muka sementara setengah nya lagi harus melalui aplikasi daring karena fenomena pandemi Covid-19.

Baca juga: Djoko Tjandra Disebut Ada di Malaysia, Ditjen Imigrasi Jelaskan soal Data Perlintasannya

Saya menemukan ada nada senang dalam evaluasi sejumlah mahasiswa karena telah mengakhiri tugas perkuliahan dengan baik dan mendapatkan pembelajaran baru mengenai data.

“Menurut saya, pembelajaran Interactive Data Journalism sangatlah menyenangkan karena saya dan tim harus bermain dengan data dan bagaimana membuat data tersebut menjadi menarik beserta dengan artikelnya,” ungkap seorang mahasiswi yang tentu saja membuat saya tersenyum puas.

Selain itu, ada pula nada kecewa dalam cerita mereka kerena tidak bisa berinteraksi langsung selama perkuliahan, dan sebagian lainnya turut menceritakan bagian tersulit yang mereka rasakan saat berusaha menyelesaikan tugas mata kuliah ini.

Salah satunya adalah kesulitan pencarian data set. “Masukan dari saya adalah data set di Indonesia banyak yang tidak dapat diakses. kebanyakan terkunci atau datanya tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan,” ungkap seorang mahasiswa yang pada akhirnya membuat data set sendiri untuk menyelesaikan proyek akhir bersama kelompoknya.

Data set adalah landasan dasar pembuatan projek akhir mata kuliah ini, yaitu berita yang kuat dengan nuansa data. Hal ini membuat saya kecewa, karena sejak mata kuliah ini diberlakukan sekitar tiga tahun lalu, permasalahan data set ini masih saja mucul.

Di mana sebenarnya permasalahannya? Sebelum membahas persoalan tersebut mari pahami terlebih dahulu apa itu data set. Berkali-kali disebut data set karena memiliki ciri yang lebih spesifik sementara jika kita menggunakan kata ‘data’ maka artinya akan sangat luas, bisa berarti informasi atau fakta.

Baca juga: 3 Petugas Pemutakhiran Data Pemilih KPU Positif Covid-19

Menurut David Herzog dalam bukunya Data Literacy, data adalah file dalam bentuk kolom dan baris yang dapat berupa teks, angka, tanggal, dan sejenisnya.

Sementara menurut Fred Vallance-Jones dan David McKie dalam bukunya The Data Journalist Getting the Story, data adalah informasi yang terkategori dan disusun dalam baris dan kolom untuk memudahkan analisis.

Secara sederhana data set berarti kumpulan informasi yang dapat diolah menggunakan sejumlah tools seperti Microsoft Excel atau pun spreadsheet.

Jonathan Gray dkk dalam The Data Journalism Handbook menjelaskan bahwa di era digital saat ini data dapat berupa apa saja yang nantinya dapat kita jelaskan dengan angka. Contoh sederhana data set adalah jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk pria dan wanita, jumlah anak-anak, remaja, dewasa dan lansia.

Atau yang seperti saya jelasakan tadi data set bisa berupa apa saja seperti yang saya temukan di sebuah unggahan media sosial. Data set ini berupa daftar promo fasilitas pembelian makanan dari sebuah jasa layanan transportasi daring.

Data yang dikelompokkan dalam bentuk tabel berdasarkan nama promo, minimum pemesanan, jumlah diskon atau promo, dan maksimum pemesanan.

Contoh lain data set yang dibuat oleh mahasiswa sebagai tugas akhirnya adalah pengelompokan fasilitas yang disediakan aplikasi pertemuan daring seperti Zoom, Microsoft Teams, dan sebagainya. Topik ini sangat dekat dengan keseharian masyarakat saat ini ketika harus beraktivitas dari rumah.

Data di sini dianggap sesuatu yang penting dan berharga bahkan disejajarkan dengan sumber daya alam seperti minyak dan emas. Kenapa?

Sejumlah ahli mengatakan bahwa data dapat menggambarkan secara nyata apa yang terjadi di sekitar kita dan bagaimana hal tersebut dapat berdampak kepada kita. Jika kualitas data setnya baik bahkan dapat membantu proses pengambilan keputusan yang tepat.

Mudahnya, dengan menggunakan data yang akurat kita bisa memperdiksi hasil yang akan kita peroleh jika melakukan kebijakan pada suatu kelompok masyarakat berdasarkan usia, latar belakang pendidikan atau berdasarkan jenis kelamin.

Manfaat pengelolaan data ini tampak sangat menjanjikan dan dapat membuat kehidupan masyarakat kedepannya menjadi lebih baik karena kebijakan – kebijakan yang sangat terukur.

Namun pada kenyataannya tidak semudah itu. Tantangan yang muncul dapat dilihat dari evaluasi sederhana yang diberikan oleh mahasiswa saya terkait dengan pengadaan data set di Indonesia.

Mereka sulit mendapatkan data set yang terinformasi dengan baik mengenai kondisi Indonesia dalam berbagai aspek selama kurun waktu tertentu melalui sejumlah situs penyaji data milik pemerintah.

Sejarah panjang pengelolaan data

Cikal bakal pengelolaan data secara terbuka yang disahkan dalam bentuk undang-undang muncul pada era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disahkan mensyaratkan setiap lembaga publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala.

Informasi publik di sini terbatas pada informasi yang berkaitan dengan penyelenggaran sebuah negara atau badan publik tersebut. Untuk memperkuat tujuan ini hingga dibentuk lembaga komisi informasi yang berfungsi untuk menjalankan udang-undang ini.

Meski begitu peraturan dengan tujuan mencapai era keterbukaan penyelenggaran negara tidak menunjukkan hasilnya hingga masa kepemimpinan Presiden SBY usai.

Kemudian pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Peraturan presiden ini, berisi kebijakan mengelola data mulai dari menghasilkan data hingga data tersebut dapat diakses dengan mudah.

Di dalamnya terdapat kebijakan membentuk Forum Satu Data Indonesia dan menyediakan Portal Satu Data Indonesia guna mensukseskan program ini. Sesungguhnya tujuan kebijakan ini serupa dengan tujuan kebijakan keterbukaan informasi publik pada era pemerintahan sebelumnya.

Tujuan adanya kebijakan ini yaitu meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas pemerintah serta meningkatkan partisipasi masyarakat. Usianya memang baru satu tahun tetapi kesiapannya langsung diuji manakala pandemi Covid-19 sangat bergantung pada data terutama dalam proses penanggulangannya.

Lalu bagaimana dengan Badan Pusat Statistik atau BPS? Tertuang dalam situnya, BPS adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang sudah ada jauh sebelum masa kepemimpinan Presiden SBY maupun Joko Widodo yaitu, sejak tahun1960.

Badan ini bertugas menghasilkan data statistik baik secara nasional mau pun internasional. Saat ini, BPS turut menjadi salah satu lembaga yang mendukung beroperasinya Portal Satu Data Indonesia.

Meski tua namun belum layak dituai

Frasa yang cocok diberikan pada sejarah perjalanan pengumpulan data di Indonesia. Meski aktivitas pengumpulan data statistik di Indonesia sudah berlangsung sejak 40 tahun lalu namun kualitas data yang ada belum selaras dengan apa yang diharapkan.

Apalagi saat masa-masa kritis seperti saat ini, yaitu saat di mana pemerintah sangat membutuhkan data perkembangan pandemi Covid-19, data mengenai masyarakat terdampak, dan masih banyak data-data lainnya yang sangat mampu membantu mampu mengambil kebijakan yang tepat.

Berita mengenai permasalahan data dapat dengan mudah kita temui di media daring mulai dari data covid-19 yang tidak sejalan antara Kementerian Kesehatan dan Tim Gugus Tugas hingga ketidaksesuaian data masyarakat yang membutuhkan bantuan pandemi.

Banyak bantuan yang salah sasaran, pihak yang merasa tidak seharusnya mendapatkan bantuan malah mendapatkan, sementara di sisi lain banyak yang terdampak dan sangat kesulitan di masa pandemi ini tidak mendapatkan bantuan apa pun.

Kita juga bisa melihat pemberitaan mengenai kurangnya jumlah bantuan. Bantuan yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan dengan data jumlah masyarakat yang membutuhkan di satu wilayah tertentu.

Ketidaksesuaian data menjadi salah satu penyebab karut marut pembagian bantuan terkait pandemi covid-19. Bahkan Pemerintah provinsi DKI Jakarta pada laman Kompas.id mengakui adanya kekeliruan pada pendataan. Atau pada laman yang lain disebutkan bahwa data yang digunakan pemerintah adalah data lama yang belum diperbaharui.

Permasalahan data yang sulit diakses, data yang tidak diperbaharui, data dengan format yang tidak sama, data yang tidak valid bukanlah sebuah permasalahan baru.

Ketika, kita berlomba-lomba mempelajari data dari berbagai bidang keilmuan dengan menggunakan tools dasar hingga software canggih untuk mengolah data rasanya tidak akan ada artinya, jika sumber daya utamanya yaitu data set nya belum dibenahi.

Ini seperti seorang koki yang belajar masak hingga ke berbagai belahan dunia dan sudah memiliki kemampuan masak yang diakui namun tidak memiliki bahan baku dengan kualitas yang baik. Hasilnya, tidak ada pelanggan yang akan menikmati dengan hasil masakan koki tersebut.

Cita-cita pemerintah untuk menjalankan pemerintahan yang terbuka dan dapat terukur baik adanya. Bahkan rasanya pemerintah sudah di jalan yang benar mengawali pemusatan data set melalui program Satu Data Indonesia.

Namun, seperti peribahasa jauh panggang dari pada api, apa yang dihasilkan saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Kualitas data set yang ada saat ini belum sesuai apa yang semestinya tersaji.

Bukan tidak mungkin Indonesia memiliki sistem pengendalian data yang baik. Namun, rasanya pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang berat membenahi proses pengumpulan data hingga publikasi data tersebut.

Hal yang utama adalah perlu adanya ketegasan dan konsistensi dalam mengumpulkan data set dari seluruh pelosok negeri. Hingga sampai pada situasi masyarakat mampu untuk turut memberikan evaluasi pada kebijakan daerah mau pun pusat. (Veronika | Dosen Multimedia Journalism, Universitas Multimedia Nusantara)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com