KOMPAS.com – Perubahan dan tekanan yang terjadi semasa pandemi Covid-19, membuat 64,3 persen masyarakat mengalami depresi dan kecemasan, termasuk remaja.
Angka tersebut merupakan hasil dari survei yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada 2020.
Melengkapi survei PDSKJI, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO) menemukan 50 persen gangguan kesehatan mental bermula sejak remaja, yakini 14 tahun.
Baca juga: Orangtua dan Guru, Pahami Deteksi Dini dan Penanganan ABK
Dalam laporan Riset Kesehatan Dasar yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan Indonesia, angka prevalensi gangguan mental emosional usia sekolah di atas 15 tahun juga mengalami peningkatan sebanyak 7 persen dari 2013 hingga 2020.
Mengambil konteks kondisi pandemi Covid-19, Jovita Maria Ferliana selaku psikolog anak, remaja, dan keluarga menjelaskan beberapa faktor yang memengaruhi gangguan kesehatan mental pada siswa.
Berikut ini merupakan efek pandemi Covid-19 yang menganggu kesehatan mental remaja saat Jovita membawakan web seminar bertajuk “Sehat Mental di Masa Pandemi”.
Jovita menegaskan bahwa masalah kesehatan fisik dan mental itu setara atau sama pentingnya.
“Sehingga kita enggak bisa cuman menjaga kesehatan fisik, tetapi kesehatan mental kita abaikan. Begitu pula sebaliknya karena itu saling memengaruhi dan juga punya tingkat kepentingan yang sama penting atau setara,” lanjut Jovita pada Jumat (2/10/2020) di akun YouTube REFO Indonesia.
Untuk itu, Jovita membagikan informasi kepada guru dan orangtua bagaimana cara mengenali tanda dan mengatasi gangguan mental pada murid atau remaja.
Berikut ini merupakan 11 tanda yang harus diperhatikan oleh guru dan orangtua supaya bisa mendeteksi gangguan kesehatan mental pada anak dan remaja.
Guru maupun orangtua harus mulai sadar dengan perilaku anaknya jika mereka sudah melakukannya secara rutin dalam periode waktu tertentu.