Ia mengatakan, berdasarkan data 67 persen anak gifted mengalami underachievement atau tidak ditangani dengan baik. Sementara di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,6 juta anak Indonesia yang berpotensi gifted salah dalam penanganan.
"Meski sekarang banyak orang bicara soal underachievement tapi tidak ada sekolah yang bisa menampung mereka. Di sinilah kami mengambil andil," ujar Nancy Dinar.
Di balik segala keterbatasan pembelajaran jarak jauh akibat pandemik, ujar Nancy, seluruh Noblian (sebutan untuk civitas akademika Noble Academy) tetap bersemangat dan akhirnya bisa melanjutkan proses belajar mengajar.
Baca juga: Kisah Anak Gifted Maria Clara Yubilea, Hobi Mogok Sekolah hingga Minta Homeschool (Bagian I)
Keberhasilan ini tidak lepas dari upaya Noble Academy dalam meningkatkan kompetensi guru, di antaranya dengan mengirim guru mengikuti training selama liburan semester, sehingga para guru mengantongi Apple Certified Teacher dan Google Certified Educator.
"Dengan demikian guru mudah mengikuti dan melakukan pengembangan teknologi dan gadget terkini," ujar Nancy.
Lebih jauh Nancy menyampaikan, hal lain yang menjadi sorotan pada tahun ajaran baru ini adalah penekanan pada passion project yang akan mengarahkan para siswa agar menghasilkan project berkualitas.
Nancy mengatakan, "passion project memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat, mengaplikasi skill belajar."
"Harapannya, para anak gifted ini akan mampu menjawab tantangan karier di masa revolusi industri 4.0 yang tak hanya akan melenyapkan sejumlah jenis pekerjaan namun di sisi lain juga menghadirkan jenis pekerjaan baru," pungkas Nancy Dinar.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan