“Pada pilihan pertama, kegiatan dilakukan sesuai tema yang ada dalam mata pelajaran. Di dalam pembelajaran tersebut aktivitas yang dilakukan mengedepankan penumbuhkembangan karakter dan literasi siswa,” jelas Krista lagi.
Sedangkan untuk pilihan kedua, setiap siswa memiliki target aktivitas keseharian seperti membantu orangtua mengerjakan tugas rumah, berinfaq, melakukan ibadah, dan kegiatan positif lainnya.
Untuk literasi dilakukan setiap hari atau siswa menyelesaikan membaca satu buku bacaan dalam rentang waktu satu minggu. Aktivitas tersebut tercatat dalam jurnal karakter dan literasi.
Baca juga: Blended Learning, Pembelajaran Ideal di Era New Normal
Pembahasan ini sebenarnya adalah ranah guru. Namun agar menambah motivasi dan komitmen orangtua dalam mendukung penerapannya dalam pembelajaran, hal ini perlu juga disepakati.
Pengembangan life skill atau kecakapan hidup dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. Kegiatannya berupa proyek di rumah. Misalnya siswa membuat ramuan obat-obatan, membuat masker, membuat hand sanitizer, memasak bersama orangtua, atau membuat kerajinan tangan.
Setelah semua gagasan dibahas dan disepakati, hasilnya ditulis dan dibagikan kembali lewat WAG. Permasalahan yang mungkin muncul saat pelaksanaan pembelajaran dapat diselesaikan dengan merujuk pada kesepakatan yang sudah dibuat.
Hasil dari kesepakatan ini kemudian dapat diwujudkan dalam jadwal pembelajaran mingguan dan dibagikan kepada semua siswa dan orangtua.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan