Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kriteria Miskin Sulit Ditentukan, Begini Penjelasan Pakar IPB

Kompas.com - 02/02/2021, 14:41 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini punya banyak "PR" terkait kesejahteraan sosial masyarakat. Terlebih berbicara kemiskinan, Indonesia masih berada dalam garis kemiskinan.

Terkait persoalan sosial, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University Prof. Dr. Ali Khomsan turut menyoroti hal yang akan dihadapi Mensos beberapa tahun ke depan.

Menurut Porf. Ali, ada banyak hal yang harus dibenahi oleh Mensos RI tersebut, termasuk data penerima bantuan yang tak pernah diperbarui sejak 2015.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan nasional pada Maret 2020 ialah Rp 454.652 per kapita per bulan.

Baca juga: Guru Besar IPB: Ini Cara Tingkatkan Produktivitas Bawang Putih Lokal

Padahal, garis kemiskinan Bank Dunia adalah 1,9 dollar AS per kapita per hari atau setara Rp 798.200 per bulan (kurs Rp 14.000).

"Kalau rumah tangga terdiri atas empat orang, untuk kriteria Bank Dunia perlu minimal penghasilan Rp 3.192.800 per bulan agar tidak disebut rumah tangga miskin," ujarnya seperti dikutip dari laman IPB University, Selasa (2/2/2021).

"Jika dengan standar ini, maka angka kemiskinan Indonesia lebih dari dua kali lipat," imbuh Prof. Ali.

Terkait bantuan langsung tunai

Namun, sebagai upaya mengurangi angka kemiskinan nasional, pemerintah telah memberikan berbagai bantuan. Salah satunya adalah bantuan langsung tunai (BLT) dana desa dengan mengacu Peraturan Menteri Perdesaan (Permendes) No 6 Tahun 2020.

Hanya saja, banyak kepala desa mengalami kesulitan menentukan dan menetapkan bantuan berdasarkan peraturan tersebut.

"Mungkin kriteria dalam peraturan tersebut cocok untuk orang yang sangat melarat hidupnya. Sementara yang perlu bantuan, apalagi saat pandemi adalah orang yang kehilangan pekerjaan atau cukup masuk kategori miskin menurut kriteria BPS," terangnya.

Dijelaskan, ciri kemiskinan di Indonesia adalah banyak rumah tangga di sekitar atau sedikit di atas garis kemiskinan nasional.

"Sehingga meski tidak miskin, mereka rentan terhadap kemiskinan," tuturnya.

Selain itu, banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan, tetapi menjadi miskin karena tidak dapat mengakses pelayanan dasar. Pelayanan dasar yang dimaksud seperti ketersediaan air bersih dan perumahan yang layak huni.

"Penggunaan garis kemiskinan yang terlalu rendah dapat memunculkan angka kemiskinan yang keliru. Banyak orang akan terklasifikasi tidak miskin padahal sangat menderita," tegasnya.

Menentukan kriteria kemiskinan sulit

Meski demikian, mencermati fakta statistik, jumlah orang miskin hanya 25 juta orang. Padahal yang berhak mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) ada 10 juta rumah tangga atau setara dengan 40 juta orang.

Jadi, menentukan jumlah orang miskin dengan kriteria pendapatan atau pengeluaran, sebenarnya sangat sulit.

Pasalnya, banyak rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian tradisional atau informal dengan penghasilan yang tidak menentu.

Karena itu, dalam upaya mengentaskan orang dari kemiskinan perlu indikator kemiskinan, bukan hanya garis kemiskinan.

Baca juga: Sea Hadirkan Beasiswa Penuh Kuliah di UI, ITB, IPB, UGM, Binus dan IT Del

Indikator ini harus realistis dan mudah dipakai di lapangan. Indikator ini antara lain:

  • status janda tanpa pekerjaan
  • pendidikan kepala rumah tangga rendah
  • kecilnya luas lantai rumah
  • tidak adanya fasilitas buang air besar

Sedangkan dari aspek gizi dan makanan, indikatornya adalah: konsumsi daging yang rendah

  • sebaliknya konsumsi ikan asin tinggi
  • adanya anak balita bergizi buruk dan stunting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com