KOMPAS.com - Meski saat ini telah ada energi baru dan terbarukan, namun konsumsi energi yang berasal dari migas dinilai tetap akan tinggi bahkan mungkin akan meningkat.
Hal tersebut dipaparkan oleh akademisi Unair Didik Sasono Setyadi pada webinar yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karier, Inkubasi Kewirausahaan, dan Alumni (DPKKA) Universitas Airlangga, Kamis (20/05/2021).
“Kebutuhan minyak secara volume akan tetap meningkat meskipun energi baru dan terbarukan peningkatannya akan luar biasa. Industri migas di Indonesia akan tetap tumbuh,” jelas Didik.
Semakin tingginya konsumsi energi primer yang digunakan untuk menghasilkan listrik pada abad ini, lanjut Didik, menjadikan industri minyak dan gas (migas) menjadi lapangan yang cukup menjanjikan untuk berkarier di masa depan.
Baca juga: Universitas Pertamina Buka 15 Jenis Beasiswa 2021 bagi Lulusan SMA/SMK
“Yang namanya industri untuk menciptakan energi atau untuk memproduksi energi itu menjadi industri yang sangat vital, menjadi industri yang semakin besar,” jelasnya seperti dirangkum dari laman Unair.
Ia menegaskan, ketika suatu industri menjadi industri yang sangat penting dan besar, otomatis akan terdapat peluang yang besar pula untuk bekerja dan berprestasi.
“Ini membutuhkan sumber daya manusia yang hebat untuk mengelolanya,” terang Kepala Divisi Hukum SKK Migas itu.
Didik menjelaskan bahwa penggunaan energi untuk kegiatan-kegiatan yang produktif membuktikan bahwa negara sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat.
"Jika suatu negara hanya membutuhkan energi yang kecil artinya negara tersebut tidak sedang tumbuh atau tidak sedang berkembang," lanjutnya.
Baca juga: 3 Jalur Masuk UI Ini Tawarkan Beasiswa dan Penyesuaian Biaya Kuliah
Konsumsi minyak di Indonesia dikatakannya mengalami kecenderungan untuk meningkat sebagai konsekuensi dari negara yang menuju status negara maju.
“Kenaikan konsumsi jika tidak dibarengi dengan peningkatan produksi akan menjadi defisit,” ungkap Didik.
Ia mencontohkan bahwa sekarang ini konsumsi minyak di Indonesia mencapai 1,6 juta barrel per hari. Padahal produksi minyak yang dihasilkan Indonesia hanya sekitar 600.000 per barrel.
Artinya, terdapat defisit 1 juta barrel minyak yang mengharuskan pemerintah untuk mengimpor minyak agar dapat memenuhi kebutuhan harian masyarakat Indonesia.
“Di sinilah dibutuhkan partisipasi publik untuk melihat bahwa kita ke depan masih menghadapi situasi semacam itu (defisit minyak, Red). Peluang untuk bekerja di sektor migas dan turunannya lebih besar dari bidang lain,” pungkas Didik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.