Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen USU Inovasi Ecoprint Daur Ulang Tumbuhan

Kompas.com - 07/08/2021, 12:46 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU), Iwan Risnasari melakukan inovasi. Yakni terkait Ecoprint.

Ecoprint merupakan proses menciptakan sebuah kain bermotif tumbuhan, di mana motif tersebut berasal dari tanaman asli. Ecoprint mempertahankan warna dan bentuk dari tumbuhan yang menjadi motifnya.

Karena itu, dia memerhatikan sumber daya yang berlimpah di sekitar masyarakat untuk dijadikan bahan dasar dalam melakukan Ecoprint.

Baca juga: Akademisi Unpad: Meski Pandemi, Seseorang Harus Tetap Produktif

Hampir setiap hari, ia mengerjakan dengan tekun metode Ecoprint untuk menciptakan berbagai macam produk.

Dengan bantuan beberapa asisten yang ikut serta membantunya, Sari, begitu sapaannya, menghasilkan Ecoprint untuk jilbab, pashmina, tunik, kemeja, dan produk pakaian lainnya.

Selain itu, ia juga menerapkan metode Ecoprint untuk menghasilkan gelas, sampul buku, gantungan kunci, sepatu, hingga tas. Seluruh produk tersebut dikerjakan secara manual tanpa adanya bantuan peralatan canggih.

Di sisi lain, pengerjaan produk yang menggunakan tenaga manual serta bahan alami menjadikannya sebagai produk dengan nilai jual tinggi.

"Produk Ecoprint diawali dengan pencarian bahan dasar. Kain yang berasal dari serat alami lebih dipilih dibanding menggunakan kain sintetis, karena kain dengan serat alami memiliki tekstur yang dapat mengikat warna lebih kuat," terangnya seperti dikutip dari laman USU, Selasa (3/8/2021).

Menurutnya, setelah dibersihkan, kain tersebut kemudian memasuki tahap mordan (pengikat zat warna agar tidak melarut dalam air atau kelembapan).

Dengan tujuan untuk membuka pori-pori kain agar pewarnaan nantinya dapat merata. Setelahnya, daun ataupun bagian tumbuhan lainnya yang akan digunakan sebagai motif ditempelkan di kain tersebut.

Baca juga: Akademisi Unpad: Keluarga Harus Manfaatkan Pekarangan Rumah

Untuk menjaga agar posisi daun tidak bergeser, kain tersebut ditutupi lagi dengan selapis kain selimut lalu digulung hingga padat.

Gulungan itu nantinya akan dikukus. Kain yang telah dikukus selanjutnya dikeringkan dengan cara dianginkan. Kain tidak boleh dijemur dengan terpapar cahaya matahari langsung karena akan merusak pewarnaan dan motif yang dilakukan.

"Maka, proses pengeringan dapat memakan waktu satu hingga dua minggu," tuturnya.

Adapun tumbuhan yang digunakan berasal dari berbagai macam jenis, seperti:

  • Jati
  • Secang
  • Gambir

Sedangkan bagian tumbuhan yang digunakan juga beragam, mulai dari daun atau bunga, selama dapat mengeluarkan warna dan memiliki motif bagus.

Ia menyebutkan, Ecoprinting akan menghasilkan limbah yang sedikit serta penggunaan bahan kimia yang rendah.

Selain itu juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena prosesnya yang dapat dilakukan pada industri rumah tangga. Bahan dasar yang berlimpah memudahkan masyarakat untuk mengembangkan Ecoprint.

Ternyata, secara mandiri, Sari juga mendirikan unit usaha Ecoprint yang bernama Nauli Ecoprint. Bersama dengan timnya, Nauli Ecoprint telah melakukan banyak pelatihan Ecoprint kepada masyarakat.

Diantaranya, Nauli Ecoprint memberikan pelatihan kepada pengungsi yang berada di bawah naungan International Organization for Migration (IOM), sayap organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Baca juga: Akademisi UII: Ini 8 Cara Terhindar dari Toxic Positivity

Pengungsi yang berasal dari Somalia, Sri Lanka, serta Afganistan dilatih untuk bisa menghasilkan produk Ecoprint pada 21-25 Juni 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com