KOMPAS.com - Dalam peringatan hari sungai 27 Juli 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat setidaknya 46 persen sungai di Indonesia berada dalam kondisi tercemar berat.
Di Jakarta sendiri, National Geographic (Maret, 2020) mencatat bahwa dari 57 persen sampah yang ada, 8,2 persennya merupakan limbah tekstil.
Selain mengancam biota yang hidup di sepanjang aliran sungai, limbah yang mencemari sungai juga berbahaya bagi kesehatan. Mulai dari penyakit kulit, hingga potensi penyakit kanker, jika air yang tercemar dikonsumsi.
Peduli akan lingkungan dan kesehatan, tim peneliti dari Universitas Pertamina terdorong untuk mencari inovasi mengatasinya.
Baca juga: 5 Sekolah Termahal di Indonesia, Intip Biaya Sekolah yang Harus Dibayar
Tim peneliti yang diketuai oleh Nona Merry Merpati Mitan dan beranggotakan dosen serta mahasiswa dari Prodi Kimia, Teknik Kimia, Teknik Lingkungan dan Teknik Mesin, mengembangkan purwarupa pengolah limbah tekstil khususnya yang digunakan dalam industri batik skala rumah tangga.
Pada tahun 2019, tim peneliti berkesempatan mengunjungi kawasan industri batik skala rumah tangga di Kota Tasikmalaya.
Pada kesempatan itu, tim berkesempatan mewawancarai beberapa pengrajin batik. Mereka mengatakan adanya kebutuhan akan pengolah limbah cair batik agar tetap dapat menjaga kualitas air di perairan.
Atas dasar itulah, dikembangkan purwarupa pengolah limbah cair batik.
Pengolah limbah cair batik yang digagas Merry dan tim, menggunakan teknik penyerapan dan koagulasi.
Pengolah limbah ini merupakan teknologi tepat guna yang mudah digunakan oleh masyarakat pengrajin batik dan dapat menurunkan kadar kekeruhan air limbah.
Baca juga: 10 Pekerjaan yang Bakal Naik Daun di Indonesia 5 Tahun Mendatang
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.