Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen dan Mahasiswa Universitas Pertamina Olah Sampah Menjadi Listrik

Kompas.com - 26/08/2021, 14:23 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Pada tahun 2020, total sampah di Indonesia menyentuh angka 67.8 juta ton menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Artinya, dari 270 juta penduduk, masing-masing orang menghasilkan 0.68 kilogram sampah per harinya. Sementara itu, kapasitas pengelolaan sampah di 514 kabupaten atau kota yang ada di Indonesia, rata-rata masih berada di bawah 50 persen.

Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK mengatakan, Refuse Derived Fuel (RDF) dapat menjadi solusi dalam mengatasi persoalan sampah di Indonesia.

RDF adalah teknologi pengolahan sampah menjadi energi biomassa yang selanjutnya digunakan sebagai sumber energi baru dan terbarukan (EBT).

Baca juga: Pelatihan Bahasa Korea Gratis Korea Foundation 2022, Tunjangan Rp 12,6 Juta Per Bulan

Teknologi ini di gadang-gadang mampu menggantikan bahan bakar batu bara pada proses pembakaran di pabrik industri semen dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, jika dapat terealisasi dengan baik, teknologi RDF akan memberikan substitusi paling tidak 3 persen dari kebutuhan batu bara.

Mendukung upaya pemerintah mencapai bauran EBT, tim peneliti dari Universitas Pertamina mencoba menganalisa potensi sampah sebagai bahan baku pembuatan RDF di beberapa lokasi.

“Rata-rata timbulan sampah yang masuk ke salah satu Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebagai objek penelitian mencapai 104,18 ton per hari. Setelah melakukan uji sampel dan analisa, beberapa jenis sampah di TPA tersebut ternyata berpotensi menjadi bahan baku RDF karena telah sesuai dengan standar RDF yang diterapkan berbagai negara di dunia termasuk Indonesia” ungkap Ketua Tim Peneliti sekaligus Dosen Teknik Lingkungan Universitas Pertamina, Betanti Ridhosari, dalam wawancara daring, Selasa (12/08/2021)

Baca juga: 5 Cara Lebih Mahir Bahasa Inggris Tanpa Kursus

Beberapa negara seperti Denmark, Finlandia, Swedia, Belanda, Jerman, Italia, dan Inggris telah mengadopsi teknologi RDF.

Di Indonesia sendiri, teknologi ini pertama kali diresmikan pada 21 Juli 2020 di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Kabupaten Cilacap.

“Saat ini ada 52 lokasi PLTU dan 34 plant industri semen di Indonesia yang dapat dimanfaatkan. Potensi sampah yang dapat dikembangkan menjadi RDF ditaksir mencapai 20 ribu ton per hari. Jika alternatif pengolahan sampah menjadi energi atau waste to energy ini digalakkan, tidak hanya masalah tumpukan sampah saja yang dapat teratasi. Teknologi ini juga berpotensi untuk pengembangan EBT dan peningkatan perekonomian, khususnya masyarakat di sekitar TPA,” tutur Betanti.

Betanti dan tim melakukan uji sampel berupa sampah sisa makanan, karet, kulit, kertas, tekstil, daun dan kayu, serta tujuh jenis polimer plastik dari limbah padat di TPA Penelitian.

Uji sampel dilakukan terhadap ketiga parameter, yakni kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. Untuk RDF non plastik didapatkan jenis sampah karet memiliki potensi Nilai Kalor paling tinggi mencapai 26 MJ/kg.

Sedangkan untuk jenis plastik, sampah plastik berjenis polypropylene (PP) memiliki nilai kalor paling tinggi mencapai 48 MJ/kg. Mengacu kepada SNI 8675:2018 tentang pelet biomassa untuk energi, standar Nilai Kalor untuk industri dan rumah tangga adalah 16,5 MJ/kg.

Baca juga: 9 Rumus Excel yang Sering Digunakan di Dunia Kerja, Mahasiswa Wajib Tahu

Dalam melakukan pengumpulan dan uji sampel pada limbah padat, Betanti dan Tim turut serta melibatkan mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina.

Muhammad Rifqi salah satunya, menuturkan keterlibatannya dalam proyek pengabdian kepada masyarakat ini membantunya untuk memahami permasalahan riil yang ia dapatkan selama perkuliahan.

“Melalui proyek ini, kami dapat mengaplikasikan mata kuliah Energi Berbasis Limbah, dan Proyek Terintegrasi Berbasis Lingkungan secara langsung. Dengan pembelajaran di kelas, praktik di laboratorium, dan keterlibatan dalam proyek, saya menjadi lebih siap untuk bersaing di bursa kerja nantinya,” ujar Rifqi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com