Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah "Carpal Tunnel Syndrome" dengan Alat Buatan Mahasiswa UMM

Kompas.com - 05/09/2021, 16:37 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bagi para pekerja, menggunakan tangan secara terus menerus bisa rentan menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Sindrom ini merupakan penyakit yang terjadi akibat terhimpitnya saraf yang ada di pergelangan tangan. Untuk menghindari sindrom ini, kamu bisa mengistirahatkan pergelangan tangan hingga melakukan peregangan.

Ada juga cara lain mencegah CTS di kalangan pekerja, yakni menggunakan alat yang diciptakan tim mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Mereka menciptakan alat medical wristband untuk menanggulanginya. Salah satu anggota tim, Arif Kusuma Firdaus, mengatakan, penyakit ini umumnya menyerang pegawai kantoran, pemetik daun teh, pelinting rokok, dan juga gamer profesional.

Baca juga: Rektor UAJY: Digital Skill dan Soft Skill Jadi Modal Meraih Sukses

Pekerja yang rentan terkena CTS

Hal ini disebabkan penggunaan tangan yang berulang dan dalam jangka waktu yang lama. Utamanya saat bekerja yang memakan waktu panjang.

"Bagi para pekerja, penyakit ini cukup mengganggu produktivitas. Jika telah terkena sindrom ini, pergelangan tangan akan terasa sakit jika dipakai bergerak agak berat atau secara terus-menerus," kata Arif Kusuma seperti dikutip dari laman UMM, Sabtu (4/9/2021).

Menurut Arif, jika sudah menderita sindrom ini akan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari serta aktivitas di tempat kerja.

Mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) UMM ini menerangkan, medical wristband yang dirancang timnya ini berbentuk sarung tangan. Pada bagian tengah alat ditanamkan sensor untuk mendeteksi gerakan di pergelangan tangan.

Baca juga: Inovasi Mahasiswa Unsoed, Olah Limbah Ampas Tahu Jadi Sabun Organik

Khususnya gerakan ke arah ibu jari atau istilah medisnya radial deviasi. Informasi yang diperoleh dari sensor akan dikirim ke microcontroller Arduino untuk diproses.

"Dari situ bisa ditentukan apakah jumlah gerakan tangan yang dilakukan akan berisiko menjadi CTS atau tidak. Jika berisiko, alat ini akan bergetar sebagai peringatan kepada si pemakai," papar Arif.

Gunakan bahan ramah lingkungan

Perbedaan disiplin ilmu antara tim dan topik yang dibahas menjadi kendala terbesar ketika proses pembuatan alat. Arif mengungkapkan, jika seluruh kelompoknya berasal dari bidang kedokteran sementara proses pembuatan alatnya lebih condong ke bidang elektronika.

Baca juga: Ini 33 Rute Bus Sekolah Gratis Selama PTM Terbatas di DKI Jakarta

Oleh karena itu, tim ini bekerja sama dengan Lembaga Semi Otonom (LSO) Robotika UMM untuk proses pembuatan alat.

"Dalam proses pembuatan alat, kami mendiskusikan semua bahan dan komponen serta perancangan dengan LSO Robotika. Untuk bahan dalam pembuatan sensor, tim kami menggunakan fibroin dan laponite," ungkap Arif.

Kedua bahan tersebut, lanjut Arif, memiliki kelebihan yaitu ramah lingkungan. Sehingga lebih mudah untuk di daur ulang atau diuraikan kembali.

Medical wristband ini diikutsertakan pada Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) dan berhasil memperoleh pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Baca juga: SMPN 4 Depok Ajari Siswa tentang Ketahanan Pangan dan Peduli Sesama

Tim yang tergabung dalam PKM ini, selain Arif juga ada tiga mahasiswa FK lainnya yaitu, Aurizan Adli, Agam Siswanto Hardoyo, dan Waldiyansyah Rizkyfi Makky.

"Kami berencana melakukan pengembangan dan perbaikan lagi pada desain dan cara kerja alat ini. Kami berharap ke depannya alat ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Sehingga dapat disebarkan dan bermanfaat bagi orang banyak," tutup Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com