Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter RSUI Ungkap Gejala dan Bahaya Badai Sitokin Pasien Covid-19

Kompas.com - 13/09/2021, 13:31 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa pasien Covid-19, ada yang mengalami serangan badai sitokin. Pasien Covid-19 yang mengalami badai sitokin juga bisa berujung pada kematian seperti suami dari Joanna Alexandra, Raditya Oloan.

YouTuber Deddy Corbuzier beberapa waktu lalu juga mengungkapkan kondisinya pascaterkena badai sitokin dan berhasil pulih kembali.

Badai sitokin merupakan kondisi ketika tubuh melepaskan zat-zat tertentu dalam jumlah yang sangat besar untuk menghadapi serangan eksternal, berupa bakteri atau virus.

Hal ini disampaikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Adityo Susilo dalam seminar edukasi daring "Ask the Expert" dengan topik Badai Sitokin, Ancaman Pasien Covid-19.

Baca juga: Blesscon Buka 7 Posisi Lowongan Kerja bagi Lulusan D3-S1, Ayo Daftar

Apa itu badai sitokin?

Adityo menerangkan, badai sitokin merupakan respon berlebihan pada tubuh dan dapat menyebabkan suatu peradangan dan berpotensi merusak fungsi organ-organ internal seseorang. Menurut dia, tidak semua penderita Covid-19 akan mengalami badai sitokin.

"Namun, bila penderita Covid-19 mengalami badai sitokin, itu artinya mereka sedang mengalami fase inflamasi yang berat. Sehingga perlu kita waspadai,” ujar dr Adityo seperti dikutip dari laman Universitas Indonesia (UI), Senin (13/9/2021).

Adityo mengungkapkan, pada umumnya, pasien yang mengalami badai sitokin akan mengalami demam, sakit, dan tentunya penurunan saturasi oksigen.

Pada masa periode badai sitokin ini, lanjut Adityo, saturasi oksigen akan menurun hingga di bawah 90 persen.

Baca juga: Listrik 24 Jam di Karimunjawa, Permudah Pembelajaran Siswa

Hal ini berarti, bila pasien tidak mengalami demam hebat dan pernafasan masih baik, maka pasien tersebut belum dikategorikan badai sitokin.

Saturasi oksigen adalah parameter dasar apakah seseorang sedang mengalami badai sitokin atau tidak.

"Peradangan yang hebat dan tidak terkontrol adalah salah satu pemicu yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih besar ketika badai sitokin sedang berlangsung pada pasien," tutur Adityo.

Sebabkan kerusakan jaringan pada tubuh

Kerusakan jaringan inilah yang nantinya akan menyebabkan demam dan penurunan fungsi paru-paru.

Pemantauan menggunakan oksimeter, lanjut Adityo, merupakan hal penting untuk melihat perkembangan saturasi oksigen pada pasien Covid-19.

Adityo menambahkan, pada kondisi ini bisa saja pasien mengalami apa yang disebut dengan happy hypoxia.

Happy hypoxia adalah kondisi penurunan kadar oksigen di dalam tubuh yang tidak menimbulkan gejala.

"Pada kondisi ini, seseorang tidak mengalami sesak nafas bahkan biasa-biasa saja meskipun sedang mengalami penurunan oksigen. Oleh karena itu, oksimeter ini patut menjadi acuan untuk mendeteksi adanya kondisi badai sitokin pada tubuh seseorang," tegas Adityo.

Baca juga: Kenali 3 Gaya Belajar dan Karakteristiknya, Kamu Termasuk yang Mana?

Adityo bercerita, selama menangani pasien Covid-19, badai sitokin pada seseorang dapat dilihat dari riwayat kesehatan setiap individu.

Baik dari faktor usia, kondisi obesitas, dan riwayat penyakit kronik yang dideritanya.

Pada pasien obesitas, tentunya akan lebih berisiko mengalami badai sitokin karena akan mudah terkena inflamasi.

"Meskipun individu mengalami faktor-faktor risiko tersebut, namun bukan berarti mereka pasti akan terkena badai sitokin. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki faktor risiko tersebut, bukan berarti tidak akan terkena badai sitokin. Semua kembali ke imun tubuh setiap individu, karena pertahanan imun setiap individu tentunya berbeda-beda," beber Adityo.

Dengan kata lain, faktor-faktor risiko ini hanyalah sebuah prediksi. Bukan merupakan suatu indikator kepastian seseorang terkena badai sitokin atau tidak.

Ajak masyarakat ikut vaksinasi

Adityo mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam program vaksinasi pemerintah guna menghindari adanya fenomena badai sitokin.

Penggunaan vaksin Covid-19 seperti Astra Zeneca, Sinovac, Pfizer, Moderna, dan Sinopharm sangat penting dalam upaya penanganan pandemi.

Baca juga: Terus Meningkat, 117.000 Sekolah Sudah Laksanakan PTM Terbatas

Masyarakat juga harus memahami bahwa setiap jenis vaksin memiliki kriteria penerima vaksin yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Seperti vaksin Pfizer yang diperuntukkan hanya untuk anak usia 12 hingga 17 tahun, ibu hamil, atau seseorang yang direkomendasikan oleh dokter.

"Masyarakat perlu menjaga daya tahan tubuh mereka agar terhindar dari penularan Covid-19 maupun badai sitokin. Untuk mendukung daya tahan tubuh kita membutuhkan asupan nutrisi yang sehat. Kebutuhan nutrisi ini terdiri dari makro nutrien dan mikro nutrien," tandas Adityo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com